Paulus Tannos Klaim Punya Paspor Diplomatik Guinea-Bissau, Kemlu RI: Tidak Ada Konfirmasi

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Paulus Tannos, buronan kasus korupsi proyek e-KTP yang ditangkap di Singapura pada 17 Januari 2025, mengklaim memiliki paspor diplomatik dari negara Guinea-Bissau. Klaim ini langsung mendapat respons dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu RI), yang menyatakan belum memiliki informasi atau konfirmasi resmi mengenai status kewarganegaraan Tannos.
“Kemlu berkoordinasi dengan lembaga penegak hukum yang berwenang. Namun, hingga saat ini, kami tidak memiliki info atau konfirmasi terkait status Paulus Tannos sebagai pemegang paspor Guinea-Bissau,” ujar Jubir Kemlu, Roy Soemirat, Selasa (28/1/2025).
Advertisement
Kemlu RI: Kewarganegaraan adalah Kewenangan Kemenkum
Roy menegaskan bahwa persoalan kewarganegaraan merupakan ranah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Sementara itu, Kemlu berperan sebagai saluran diplomatik antara Pemerintah Indonesia dan Singapura untuk menindaklanjuti berbagai hal yang diperlukan oleh aparat penegak hukum.
“Isu kewarganegaraan adalah kewenangan Kemenkumham. Peran Kemlu saat ini adalah memfasilitasi hubungan diplomatik antara Indonesia dan Singapura,” jelas Roy.
Roy juga menambahkan bahwa informasi lebih lanjut mengenai status kewarganegaraan Tannos dapat ditanyakan kepada kementerian teknis terkait yang menjadi focal point dalam kasus ini.
Penangkapan Paulus Tannos di Singapura
Paulus Tannos, yang merupakan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, telah menjadi buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 19 Oktober 2021. Dia ditangkap di Singapura pada 17 Januari 2025 berdasarkan permintaan otoritas Indonesia. Penangkapan ini menjadi titik terang dalam upaya penegakan hukum terhadap kasus korupsi e-KTP yang merugikan negara triliunan rupiah.
Melalui pengacaranya, Tannos mengklaim memiliki paspor diplomatik dari Guinea-Bissau, sebuah negara di Afrika Barat. Namun, klaim ini dibantah oleh Penasihat Negara Singapura, yang menyatakan bahwa Tannos tidak memiliki status diplomatik yang terakreditasi di Kementerian Luar Negeri Singapura (MFA).
“Berdasarkan pemeriksaan kami dengan MFA, Paulus Tannos tidak memiliki status diplomatik saat ini,” tegas Penasihat Negara Singapura.
Singapura Siap Bekerja Sama dengan Indonesia
Lembaga anti-korupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB), menyatakan bahwa penangkapan Tannos dilakukan setelah adanya permintaan resmi dari Indonesia. Saat ini, Singapura sedang menunggu pengajuan permintaan ekstradisi resmi dari otoritas Indonesia.
“Singapura berkomitmen untuk bekerja sama erat dengan Indonesia dalam kasus ini, sesuai dengan proses hukum dan aturan yang berlaku,” ujar CPIB.
Upaya Pengelabuan Paulus Tannos
Paulus Tannos diduga telah melakukan berbagai upaya untuk mengelabui penyidik, termasuk berganti nama menjadi Tjhin Thian Po dan mengubah kewarganegaraan. Namun, upaya ini tidak menyurutkan langkah KPK untuk mengejarnya. KPK telah memasukkan nama Tannos ke dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak Oktober 2021.
Kasus korupsi e-KTP sendiri merupakan salah satu skandal korupsi terbesar di Indonesia, dengan kerugian negara mencapai Rp 2,3 triliun. Paulus Tannos diduga terlibat dalam penggelapan dana proyek tersebut bersama sejumlah pihak lainnya.
Kini, perhatian tertuju pada proses ekstradisi Paulus Tannos dari Singapura ke Indonesia. MAKI (Masyarakat Anti Korupsi Indonesia) optimistis bahwa Tannos dapat segera dipulangkan ke Indonesia dalam waktu dekat.
“Kami yakin proses ekstradisi akan berjalan lancar, mengingat komitmen Singapura untuk bekerja sama dengan Indonesia,” kata perwakilan MAKI.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |