Ajat Doglo Buka Suara Usai Penuhi Panggilan Kejari Terkait Perkara Tipikor DPRD Kota Banjar

TIMESINDONESIA, BANJAR – Penyidikan Perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di tubuh DPRD Kota Banjar terus bergulir dengan rentetan agenda panggilan pihak-pihak terkait.
Setelah sebelumnya memenuhi panggilan penyidik di Kejaksaan Negeri Kota Banjar, Soedrajat Argadireja, mantan anggota DPRD Kota Banjar yang sempat menjabat selama dua periode akhirnya buka suara terkait pemanggilannya di korps Adhyaksa tersebut.
Advertisement
Pria dengan penampilan khasnya yang berkepala plontos ini mengungkap bahwa dirinya terakhir dipanggil penyidik pada Senin (26/5/2025) pekan ini.
"Saya dipanggil untuk dimintai keterangan terkait keterlibatan tersangka mantan Sekwan, R dalam perkara tunjangan perumahan dan transportasi periode 2017-2021," ungkapnya kepada Times Indonesia, Rabu (28/5/2025)
Ajat Doglo, demikian pria ini akrab disapa mengakui adanya kelalaian pihak anggota DPRD dan pihak eksekutif pada saat itu.
"Karena disitu ada aturan perwal khususnya di tahun 2017 dimana aturan perwal 5a tahun 2017 bertentangan dengan peraturan pemerintah nomor 18 tahun 2017," jelasnya.
Dijelaskannya, dalam aturan perwal tahun 2017 yang diterbitkan pada tanggal 26 Mei 2017, untuk tunjangan perumahan pimpinan dan anggota DPRD, tunjangan sarana dan prasarana dimasukan seperti biaya listrik, telepon, internet dan air minum.
Tak lama berselang, tepatnya pada tanggal 30 Mei 2017 keluarlah PP nomor 18 tahun 2017 yang justru tidak memperbolehkan biaya listrik, telepon, internet dan air minum masuk ke sarana dan prasarana tunjangan perumahan.
"Disini ada perwal yang bertentangan dengan PP yang kemudian kami tindaklanjuti dengan pembuatan Perda nomor 5 tahun 2017 pada bulan Agustus 2017," lanjutnya.
Pria yang kini menjabat sebagai Ketua KONI Kota Banjar ini menambahkan bahwa setelah pembuatan Perda semestinya ditindaklanjuti oleh eksekutif dengan pembuatan Perwal.
"Nah, ini terjadi kekosongan peraturan Perwal sebagai payung hukum yang saya anggap seolah menjebak kami anggota dewan karena perwal baru nomor 66 tahun 2018 kemudian diterbitkan pada Desember 2018," tuturnya.
Ajat juga mengungkap bahwa Kejaksaan meminta dirinya melakukan pengembalian kerugian negara yang dibebankan kepada pimpinan maupun anggota DPRD periode 2017 hingga 2021.
"Sesuai berita acara pemeriksaan, saya pribadi sudah menyampaikan jika sebuah perwal yang bertentangan dengan peraturan diatasnya itu sudah salah dan itu saya akui sebagai kelalaian kami sebagai anggota DPRD saat itu," katanya.
Atas kelalaian itulah, Ajat menyanggupi pengembalian dengan catatan sampai ada keputusan dari pihak Pengadilan.
"Kemarin saat penyidik menyodorkan itung-itungan pengembalian, saya disitu keberatan. Kenapa? Saya disitu dikenakan aturan perwal tahun 2018 yang terbit pada Desember 2018 sementara saya sendiri berhenti di DPRD pada bulan September 2018. Nah, Perwalnya saja saat saya berhenti kan belum ada masa dikenakan ke saya," urainya.
Hitungan aturan Perwal tahun 2018 tentang besaran pajak sementara seharusnya jika merujuk pada kelalaian di kekosongan perwal 2017 tentang tunjangan sarana dan prasarana, maka pihaknya hanya dibebankan kelebihan biaya listrik, telepon, internet dan air minum saja.
Hitungan yang disodorkan pihak penyidik kejaksaan, menurut Ajat justru malah terjadi pembengkakan pada nilai nominal yang signifikan.
Ajat Doglo juga mempertanyakan ke pihak penyidik yang tidak melakukan pemanggilan atau meminta pengembalian beberapa anggota dewan yang mendapat jatah PAW.
"Sehingga beban yang mereka terima itu dibebankan ke siapa? Kalau totalnya kan sudah jelas 3,5 miliar rupiah tapi rinciannya harus jelas, siapa saja yang menanggungnya dan berapa besaran perorangnya? Saya pribadi menolak sejumlah yang disodorkan penyidik karena itu belum jelas," katanya.
Ajat Doglo sendiri dibebani pengembalian senilai Rp32,8 juta dimana menurutnya itu diluar itungan yang disesuaikan dengan pemberlakuan aturan perwal 2017.
"Pihak penyidik sendiri mengatakan bahwa mereka tidak dalam kapasitas menjelaskan besaran pengembalian secara rinci dan mengatakan bahwa kejaksaan hanya menerima data tersebut dari Aparatur Pengawas Intern Pemerintahan (APIP) yakni bersasarkan hasil audit Inspektorat," bebernya.
Ajat mengaku telah mendatangi Inspektorat untuk menanyakan langsung namun dari keterangan pihak APIP tersebut memang terjadi ketidaksesuaian.
"Mereka tidak bisa menjelaskan darimana perhitungan tersebut dimana informasi yang mereka terima dari sekretariat DPRD datanya seperti itu seperti yang saling lempar gitu," pungkasnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |
Publisher | : Sholihin Nur |