Fenomena Dimas Kanjeng, Studi Psikoanalisis dan Logis

TIMESINDONESIA, MALANG – Pemimpin padepokan menjadi tokoh yang beratributkan keimanan dan tuntunan moral masyarakat yang berkharisma. Kharisma yang dimiliki dapat menimbulkan asumsi dalam masyarakat bahwa pemimpin padepokan mampu mensejahterakan umat.
Pengikut padepokan yang terpengaruh pada pemimpin padepokan seringkali melupakan kekritisan dan tanggung jawab mereka atas kebutuhan pribadi maupun keluarganya. Pengikut padepokan lebih memilih setia terhadap pemimpin padepokan dengan segala risiko apapun akan ditanggung.
Advertisement
BACA JUGA: Pengabdian Santri Dimas Kanjeng
Dalam era modernisasi seperti ini, kasus penipuan berkedok padepokan masih diketemukan. Pola pikir yang menganggap uang dan materi sebagai sumber kebahagiaan menjadi aspek pendorong penipuan ini.
Berdasarkan teori materialisme dialektis dapat dipastikan bahwa penipuan ini memanfaatkan adat kerohanian dalam padepokan dengan muslihat tipu daya yang memicu timbulnya blind loyalty dan false consciousness.
Dari fenomena tersebut, mahasiswa Universitas Brawijaya Malang melakukan penelitian. Penelitian ini diketuai oleh Nurul Rodiyah Prodi Antropologi Fakultas Ilmu Budaya. Dan beranggotakan Novitri Nurimani Asha Psikologi FISIP, Risky Haidar Aqil Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Ilmu Budaya, Yayuk Tri Windarti Prodi Antropologi Fakultas Ilmu Budaya, dan Aprilia Tri Wahyu Ningrum Antropologi FIB. Penelitian ini dibawah bimbingan dosen pendidikan Bahasa Indonesia Putri Kumala Dewi, M.Pd
Tujuan dari penelitian ini untuk mendeskripsikan hubungan antara tingkat kesetiaan terhadap kemampuan berfikir kritis dan logis. Serta mengidentifikasi faktor-faktor yang membuat para pengikut Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi sangat setia nan luluh akan Dimas Kanjeng. Padahal konsepsi umum yang berkembang dalam masyarakat, SETIA itu sengsara.
Lalu apa guna bertahan pada ruang yang semu. Begitulah pertanyaan yang juga muncul terhadap santri Dimas Kanjeng Taat Pribadi.
Tim peneliti fenomena Dimas Kanjeng, dari Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang.
Berdasarkan hasil lapang yang telah didapatkan, riset menunjukkan tingkat kesetiaan santri Dimas Kanjeng hadir karena sosoknya yang mampu menggambarkan seorang figur guru yang didambakan dan dijadikan junjungan.
Figur Dimas Kanjeng akhirnya dapat memenuhi prinsip naluriah manusia yang ada dalam ID yaitu kenyamanan. Sosok yang memberikan rasa aman pada akhirnya membuat seseorang enggan untuk beralih.
Kemampuan berpikir kritis dan logis yang ada dalam diri santri Dimas Kanjeng memang sengaja dihilangkan secara sadar oleh mereka, karena mereka memiliki alasan bahwa terdapat ruang dari akal manusia yang tidak dapat menjangkau hal-hal yang terdapat di Padepokan.
Mereka menyadari terdapat availbility bias yang mungkin dapat terjadi. Hal-hal yang tidak dapat dijangkau oleh akal itu didefinisikan dengan hal ghaib seperti kemampuan Dimas Kanjeng yang ramai diperbincangkan.
Kalaupun ada narasumber yang masih berpikir logis dan kritis terdapat kesalahan dalam kerangka berpikir mereka. Menurut peneliti jika dilihat secara sepintas pemikiran mereka memang logis tetapi terdapat kesalahan jika diselidiki lebih dalam.
Mereka menyampaikan bukti-bukti yang hanya mendukung argumen mereka. Seperti dalam prinsip pseudoscience yang hanya mengambil bukti-bukti yang mendukung kelogisan mereka. Aktvitas tersebut disebut juga sebagai bias konfirmasi. Informan kurang mampu menggunakan metode berfikir yang kritis, informan cenderung menggunakan konsep Heuristik emosi (membuat simpulan berdasarkan emosional), dan heuristik ketersediaan (berdasarkan kemudahan, tanpa mau menggali dan berfikir lebih keras lagi).
Selain itu kami menemukan adanya kepercayaan Askriptif yang akhirnya menjadi keyakinan kolektif dan suatu kebenaran yang diyakini.
Penulis memiliki argumen tersebut karena beberapa dari santri Dimas Kanjeng mengatakan bahwa seorang Marwah Daud yang sampai bersekolah keluar negeri dan mendapat gelar akademik yang cemerlang juga ikut mempercayai kemampuan Dimas Kanjeng yang kata orang banyak tidak masuk akal.
Sosok Marwah Daud yang memiliki figur sebagai cendekiawan dan mengutamakan kelogisan berpikir dijadikan patokan untuk menaruh kepercayaan terhadap Dimas Kanjeng. Dikarenakan banyak yang berpikir demikian, tentu akan ada kesamaan persepsi yang pada akhirnya menjadi kebenaran yang diakui. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : AJP-5 Editor Team |
Publisher | : Rochmat Shobirin |