Indonesia Positif

Juara I dan III Kemah Budaya Kemendikbud Disabet Tim FIB Unair Surabaya

Senin, 29 Juli 2019 - 16:07 | 320.95k
Muhammad Fuad Izzatulfikri (kiri), Muhammad Yusuf Awali Taufiqi (kanan). (FOTO: AJP/TIMES Indonesia)
Muhammad Fuad Izzatulfikri (kiri), Muhammad Yusuf Awali Taufiqi (kanan). (FOTO: AJP/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Tiga mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia (Sasindo) Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unair Surabaya sukses meraih Juara I pada event Kemah Budaya Kaum Muda (KBKM) 2019.

Ketiga mahasiswa yang menjadi perwakilan dari komunitas Wara-Wara Project tersebut adalah Muhammad Fuad Izzatulfikri (FIB 2017), Muhammad Yusuf Awali Taufiqi (FIB 2017), dan Balqis Primasari (FIB 2018).

Advertisement

Event yang diadakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tersebut  berlangsung di Bumi Perkemahan Prambanan, Klaten, Jawa Tengah pada 21-25 Juli 2019 dan diikuti oleh 133 tim yang berasal dari 28 provinsi di Indonesia.

Muhammad Fuad Izzaltulfikri menjelaskan, selain mematangkan konsep serta materi yang akan dipresentasikan, mereka juga memastikan kesiapan mental anggota yang akan dikirimkan pada lomba tersebut. Selain itu, mereka juga meminta dukungan dan doa dari rekan-rekan serta keluarga dekat.

“Kendala yang ditemui ialah karena kami bukan berasal dari mahasiswa jurusan bisnis dan terdapat bisnis model kanvas. Hal tersebut cukup asing dan membuat kami bingung apa yang harus dipersiapkan. Namun, di sana kami mendapatkan fasilitator seorang karyawan dari e-commerce untuk membantu kami selama di sana,” tuturnya.

FIB-Unair-Surabaya-2.jpgBalqis Primasari (kiri), M. Fuad Izzatulfikri (tengah), M. Yusuf Awali Taufiqi (kanan). (FOTO: AJP/TIMES Indonesia)

Dalam perlombaan tersebut, ketiga mahasiswa mempresentasikan perihal purwarupa aplikasi Wara-Wara Project yang mana akan difungsikan sebagai sarana ruang informasi seni dan sastra. Gagasan tersebut, terang Fuad, akan sangat bermanfaat bagi masyarakat secara luas, karena membantu mempertahankan eksistensi dari pertunjukan budaya yang semakin terkikis dan berkurang peminatnya.

Fuad juga menjelaskan bahwa perkembangan teknologi tidak seharusnya menjadi hal yang berdampak negatif. Maka dari itu, ia dan rekan satu tim menggagas adanya Wara-Wara Project ini sebagai ruang informasi seni dan sastra dengan memanfaatkan perkembangan teknologi.

Muhammad Yusuf Awali Taufiqi selaku founder Wara-Wara Project menjelaskan berawal bersama rekan-rekan yang sama-sama memiliki keresahan terhadap minimnya ruang informasi seni dan sastra. Akhirnya pada tahun 2017, Wara-Wara Project lahir dan kini telah memiliki website dan akun hampir di semua media sosial.

“Kami mengikuti kegiatan tersebut karena ingin mengembangkan komunitas Wara-Wara Project ke dalam sebuah platform aplikasi yang mana kami akan mendapat kontrol penuh. Tidak seperti di media sosial yang mainstream seperti Instagram dan sejenisnya, karena terkadang ditemui permasalahan pada media sosial tersebut dan tidak dapat teratasi oleh kami,” tutupnya.


Tim Wayang Timplong

Selain tiga mahasiswa Sasindo yang berhasil meraih Juara I, ada satu tim lain yang merebut Jura III pada kompetisi yang sama. Mereka adalah mahasiswa Ilmu Sejarah atas nama Andri Setyo Nugroho, Puspita Rina Apritiwi, Muhammad Ramadhan, Fadillatul Dipoyanti Ningrum, dan Nita Juhana Dewi.

Dalam mengikuti lomba, tim yang mereka bentuk diberi nama Garudeya, yang merupakan singkatan dari Gerakan Pemuda Peduli Budaya. Mereka mengangkat kesenian wayang timplong dari Kabupaten Nganjuk sebagai gagasan yang diangkat dalam lomba.

Andri Setyo Nugroho selaku ketua tim Garudeya mengungkapkan bahwa kesenian wayang timplong perlu untuk dilestarikan. Regenerasi dalam pelestarian kebudayaan ditonjolkan sebagai aksi nyata peduli kebudayaan.

“Karena urgensinya perihal regenerasi, pemanfaatan, dan perlindungan kesenian wayang timplong, kita mengajukan tiga gagasan,” ujar Andri, sapaan karibnya.

Gagasan yang mereka angkat adalah dengan mengajak jagongan pelaku kesenian wayang timplong termasuk dalang yang saat ini tersisa empat orang saja. Dengan mengajak karang taruna, pelajar, dan masyarakat desa setempat di Kecamatan Pace mampu mengangkat kembali keberadaan wayang timplong.

FIB-Unair-Surabaya-3.jpgTIM Garudeya setelah memenangkan juara III Aktivasi Kebudayaan dalam Kemah Budaya Kaum Muda. (FOTO: AJP/TIMES Indonesia)

Tidak hanya mengajak masyarakat di Kecamatan Pace, tim Garudeya juga menggagas festival kesenian wayang timplong. Festival yang dikemas dengan beberapa lomba diharapkan mampu sedikit mengangkat kesenian wayang timplong.

Tim Garudeya juga mengajak Pemerintah, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, dan pelajar se-Kabupaten Nganjuk untuk kembali peduli terhadap kebudayaan asli daerah. Secara berjenjang, program yang digagas oleh tim Garudeya dapat membantu pemerintah mengelola kebudayaan.

Gagasan Jagongan Budaya dan Festival Budaya dari tim Garudeya dapat terlaksana dengan uang pembinaan yang mereka peroleh. Uang pembinaan yang diperoleh mampu sedikit membantu melestarikan budaya yang semakin hilang di masyarakat.

“Modal yang kami dapat langsung kami gunakan untuk pelestarian wayang timplong sebagai aksi nyata,” ujarnya.

Dengan gagasan yang diberikan tim Garudeya dari Unair Surabaya, kebudayaan asli daerah yang hampir hilang mampu terangkat kembali. Keterlibatan masyarakat, pemerintah, dan akademisi mampu membantu budaya tetap eksis. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES