KKN Kelompok 114 UMM Mengupas Nilai Kehidupan Dari Wayang Suket

TIMESINDONESIA, MALANG – 31 mahasiswa KKN kelompok 114 UMM disambut ramah oleh warga Dusun Sebaluh Desa Pandesari Kabupaten Malang.
Selama Kuliah Kerja Nyata berlangsung sudah banyak kegiatan yang dilakukan oleh anggota KKN 114, baik dari kegiatan internal KKN maupun kegiatan eksternal yang diadakan oleh masyarakat Dusun Sebaluh sebagai bentuk partisipasi serta sosialisasi antar anggota KKN dengan masyarakat sekitar.
Advertisement
Pembuatan wayang suket oleh Mbah Kardjo menjadi salah satu kegiatan KKN yang menarik bagi para mahasiswa.
Mbah Kardjo merupakan pengrajin wayang suket dari Kabupaten Malang. Kegiatan pembuatan wayang suket ini bertempat di Hutan Bambu Dawuhan Sebaluh Desa Pandesari. Mbah Kardjo menjelaskan kepada anggota KKN 114 bagaimana cara menganyam rumput mendong menjadi wayang.
Rumput yang digunakan untuk membuat wayang suket ini sendiri berjumlah tujuh batang untuk satu wayang. Dimana setiap batang memiliki simbol sendiri yaitu ati (hati), pakarti (perilaku), dan lathi (ucapan). Wayang suket yang dibuat oleh Mbah Kardjo memiliki dua jenis yakni laki-laki dan perempuan.
Tak hanya mengajari bagaimana cara pembuatan wayang, Mbah Kardjo juga menjelaskan bahwa setiap proses pembuatan wayang suket memiliki banyak nilai filosofis Jawa tentang kehidupan. Disamping itu, beliau kerap kali mengadakan pertunjukan pembuatan wayang suket dengan menjelaskan filosofinya.
Proses pembuatan wayang suket tersebut setiap tahap memiliki makna. Sehingga ada urutan tertentu pada bagian tubuh yang harus dibuat terlebih dahulu. Semua itu, tidak lepas dari nilai filosofis Jawa yang dibawa oleh mbah Kardjo.
Semua anggota tubuh dari wayang suket memiliki makna tersendiri, sehingga dalam pembuatannya tidak bisa sembarangan. Pertama adalah pembuatan hidung, karena hidung berfungsi untuk bernafas, yang berarti kehidupan.
Selanjutnya adalah pembuatan mata, Kemudian diikuti pembuatan kepala, rambut, sampai pada yang terakhir adalah pembuatan tangan. Pembuatan tangan sengaja dilakukan diakhir proses karena ia adalah “gawan” (dalam bahasa Jawa) yang berarti sesuatu yang membawa.
“Seperti yang kita pahami, sesuatu yang membawa selalu dibutuhkan diakhir sebuah proses karena sifatnya membawa. Maka, ia tidak akan membawa tanpa ada sesuatu yang siap untuk dibawa,” tutur Mbah Kardjo.
Mahasiswa KKN kelompok 114 UMM merasa senang bisa belajar membuat wayang suket yang merupakan salah satu dari sekian banyak permainan tradisional di Indonesia.(*)MALANG - 31 mahasiswa KKN kelompok 114 UMM disambut ramah oleh warga Dusun Sebaluh Desa Pandesari Kabupaten Malang, beranggotakan 31 orang Mahasiswa disambut antusias oleh masyarakat.
Selama Kuliah Kerja Nyata berlangsung sudah banyak kegiatan yang dilakukan oleh anggota KKN 114, baik dari kegiatan internal KKN maupun kegiatan eksternal yang diadakan oleh masyarakat Dusun Sebaluh sebagai bentuk partisipasi serta sosialisasi antar anggota KKN dengan masyarakat sekitar.
Pembuatan wayang suket oleh Mbah Kardjo menjadi salah satu kegiatan KKN yang menarik bagi para mahasiswa.
Mbah Kardjo merupakan pengrajin wayang suket dari Kabupaten Malang. Kegiatan pembuatan wayang suket ini bertempat di Hutan Bambu Dawuhan Sebaluh Desa Pandesari. Mbah Kardjo menjelaskan kepada anggota KKN 114 bagaimana cara menganyam rumput mendong menjadi wayang.
Rumput yang digunakan untuk membuat wayang suket ini sendiri berjumlah tujuh batang untuk satu wayang. Dimana setiap batang memiliki simbol sendiri yaitu ati (hati), pakarti (perilaku), dan lathi (ucapan). Wayang suket yang dibuat oleh Mbah Kardjo memiliki dua jenis yakni laki-laki dan perempuan.
Tak hanya mengajari bagaimana cara pembuatan wayang, Mbah Kardjo juga menjelaskan bahwa setiap proses pembuatan wayang suket memiliki banyak nilai filosofis Jawa tentang kehidupan. Disamping itu, beliau kerap kali mengadakan pertunjukan pembuatan wayang suket dengan menjelaskan filosofinya.
Proses pembuatan wayang suket tersebut setiap tahap memiliki makna. Sehingga ada urutan tertentu pada bagian tubuh yang harus dibuat terlebih dahulu. Semua itu, tidak lepas dari nilai filosofis Jawa yang dibawa oleh mbah Kardjo.
Semua anggota tubuh dari wayang suket memiliki makna tersendiri, sehingga dalam pembuatannya tidak bisa sembarangan. Pertama adalah pembuatan hidung, karena hidung berfungsi untuk bernafas, yang berarti kehidupan.
Selanjutnya adalah pembuatan mata, Kemudian diikuti pembuatan kepala, rambut, sampai pada yang terakhir adalah pembuatan tangan. Pembuatan tangan sengaja dilakukan diakhir proses karena ia adalah “gawan” (dalam bahasa Jawa) yang berarti sesuatu yang membawa.
“Seperti yang kita pahami, sesuatu yang membawa selalu dibutuhkan diakhir sebuah proses karena sifatnya membawa. Maka, ia tidak akan membawa tanpa ada sesuatu yang siap untuk dibawa,” tutur Mbah Kardjo.
Mahasiswa KKN kelompok 114 UMM merasa senang bisa belajar membuat wayang suket yang merupakan salah satu dari sekian banyak permainan tradisional di Indonesia. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : AJP-5 Editor Team |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |