Profesor Unair Surabaya Kembangkan Alat Deteksi Dini Diabetes

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Prof. Dr. Retna Apsari, M.Si., bersama dengan tim yang terdiri dari Prof. Dr. Moh. Yasin, Riky Tri Yunardi S.T, M.T, serta Winarno, S.Si, M.T, mengembangkan alat ukur kadar glukosa urin non invasive berbasis spektroskopi laser yang diberi nama Spektrolaser Glukosa Urin.
Prof. Retna menjelaskan bahwa pemilihan laser sebagai bassic penelitian, karena bidang yang ditekuni adalah laser. Selain itu karena keadaan non invasive hanya bisa dikondisikan dengan sumber bassic foton atau cahaya, khususnya laser yang mempunyai keunggulan yaitu monokromatis, sejajar, searah, sangat teliti dan untuk dispektrum di sekitar cahaya tampak dan infra merah mempunyai sifat yang non invasive.
Advertisement
Prof. Dr. Retna Apsari, M.Si., profesor UNAIR pencipta alat deteksi gula non invasive.
Proses yang Dilakukan
Prof. Retna, menjelaskan penelitian yang telah berjalan selama satu tahun tersebut mula-mula dilakukan penentuan absorbs (penyerapan, Red) panjang gelombang urin. Panjang gelombang urin, lanjutnya, berada direntang 1064 nm (nanometer, Red).
Laser yang digunakan adalah laser diode dengan panjang gelombang direntang 830 nm. Oleh karena itu, ditambahkan reagen tertentu agar panjang gelombangnya mencapai 1064 nm.
“Jadi sebenarnya yang cocok itu adalah laser Nd YAG 1064, tapi itu mahal, padahal kita itu sebenarnya mau dipakai komersial. Kemudian kita turunkan ke laser diode,” terangnya pada TIMES Indonesia.
Tahap Uji Coba
Pengujian yang dilakukan di antaranya uji in vitro dan dilanjutkan uji in vivo di tahun ini. Dalam uji in vitro atau uji lab, menurut Prof. Retna menggunakan urin yang dicampur air dengan konsentrasi tertentu. Selain itu, juga menggunakan urin orang yang sedang berpuasa maupun tidak.
Selanjutnya, setelah uji in vivo akan dilanjutkan dengan uji klinis bersama dengan tim yang memiliki laboratorium, diujikan langsung kepada pasien-pasien yang telah terindikasi diabetes. Rencan penggunaan alat ini juga akan menggandeng Palang Merah Indonesia (PMI).
“Uji coba sudah dilakukan, uji in vitro itu melalui urin. Uji coba alat secara lab, awalnya memang urin puasa atau tidak diberikan tambahan air untuk divariasikan konsentrasinya. Kemudian kita lanjutkan urin pasien yang sudah terdiagnosis diabet untuk uji coba lanjutan alat yang sudah didesain. Saya menggunakan pasien dari mereka sebagai sampel dalam penelitian ini. Dari hasil kalibarasi alat dengan reagen dipstick diperoleh akurasi alat yang didesain sebesar 90%,” paparnya.
Penelitian yang menghabiskan waktu 9 bulan untuk membuat prototype tersebut telah memasuki proses pengajuan HAKI agar ide yang ada aman dan dapat terlindungi. Setelah proses optimasi final, akan dilanjutkan dengan pengajuan paten, sebelum alat diproduksi masal.
“Diharapkan alat ini akan dioptimasi di tahun ini dan memenuhi persyaratan sebagai salah satu instrumen alternatif, sehingga akan dapat dihilirasi di masyarakat,” ujar Prof Retna yang menjabat sebagai Wakil Dekan I Fakultas Vokasi.
Hasil penelitian itu sudah dipaparkan di kalangan peer group fotonika internasional pada International Laser Technology and Optics Symposium (ILATOS) yang dilaksanakan di Universiti Teknologi Malaysia pada September 2019 silam. Dalam forum itu, Prof. Retna bertindak sebagai keynote speaker.
Dengan adanya penelitian tersebut, Prof Retna berharap, kedepannya alat tersebut dapat digunakan untuk alat alternatif selain alat yang ada, setidaknya sebagai alat deteksi awal yang bersifat non invasive. Serta, dapat bermanfaat terutama bagi daerah pedalaman atau daerah yang jauh dari jangkauan laboratorium maupun dokter. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : AJP-5 Editor Team |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |