Mahasiswa UIN KHAS Gelar Pelatihan Pengolahan Kopi untuk Petani Kopi Hyang Argopuro

TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Salah satu komoditas andalan Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur adalah kopi. Sebab secara geografis memiliki dataran tinggi yang sangat cocok ditanam kopi.
Kopi asal Bumi Ki Ronggo yang cukup terkenal adalah Java Ijen-Raung. Yakni produk kopi dari hasil perkebunan rakyat dan PTPN XII di lereng Ijen-Raung, tepatnya di Sumberwringin hingga Kecamatan Ijen.
Produk kopi Arabika Ijen-Raung bahkan sudah berkualitas ekspor. Bondowoso juga dikenal dengan Bondowoso Republik Kopi (BRK).
Wilayah pengembangan kopi di Bumi Bondowoso pun berkembang ke area barat. Tepatnya di lereng Hyang Argopuro.
Berdasarkan hasil uji cita rasa yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) Jember, kopi Arabika Hyang Argopuro memiliki rasa caramel.
Dua kawasan kopi di Kabupaten Bondowoso yakni Ijen-Raung dan Hyang Argopuro kini sudah memiliki HaKI (Hak kekayaan intelektual).
Oleh karena itu, dalam rangka mendongkrak perekonomian petani dan pelaku kopi di sekitar Hyang Argopuro tepatnya di Desa Gunung Sari, Kecamatan Maesan, mahasiswa KKN UIN KHAS (Universitas Islam Negeri KH Achmad Shiddiq) Jember mengadakan pelatihan pengolahan kopi.
Kegiatan tersebut berlangsung di balai Desa Gunung Sari Kecamatan Maesan dan diikuti oleh kurang lebih 50-an peserta.
Pelatihan ini diprakarsai oleh mahasiswa KKN UIN KHAS Jember posko 171. Mahasiswa mengundang trainer dari Jember yaitu Muhammad Bustomy. Dia merupakan ahli kopi dan CEO dari KoplakFood Jember.
Pelatihan ini juga dihadiri oleh kepala Desa Gunung Sari, H. Anshori dan Dosen Pembina Lapangan, Badrut Tamam.
Tujuan diadakannya pelatihan ini adalah untuk meningkatkan pendapatan para petani dan pelaku kopi. Hal ini dikarenakan kebanyakan petani kopi di Gunung Sari menjual kopi gelondongan tanpa melalui proses.
Kepala Desa Gunung Sari, H. Anshori mengaku sangat mengapresiasi dan mendukung penuh program ini.
"Nanti kedepannya Insyaallah BUMDES akan mengelola dan melanjutkan program ini, sehingga bisa memberdayakan para pemuda yang masih belum memiliki pekerjaan," katanya.
Program ini merupakan serangkaian kegiatan KKN yang menggunakan pendekatan ABCD (Asset Based Community Development). Yaitu pendekatan yang berfokus pada pengembangan aset yang ada dalam suatu komunitas.
Sementara DPL, Badrut Tamam mengatakan, metode ABCD ini mengembangkan aset yang ada dalam suatu komunitas.
Adapun di Desa Gunung Sari ini aset yang sangat potensial adalah kopi, karena memang Gunung Sari merupakan penghasil kopi terbesar di kecamatan Maesan.
"Oleh karena itu sangat disayangkan ketika potensi ini tidak dikembangkan," kata dia saat memberikan pemaparan.
Dalam pelatihan ini, pemateri Bustomy menyampaikan bahwa dengan melalui proses pengeringan, kemudian disortir, harga kopi bisa meningkat Rp 4-5 ribu.
Apalagi ketika proses dilanjutkan dengan roasting, harganya bisa mencapai minimal Rp 50 ribu per kilogramnya.
"Harga kopi jika masih beserta kulitnya berkisar antara Rp 5-6 ribu per kilogram, sangat jauh dengan harga kopi yang telah mengalami proses pengeringan, sortir terlebih ketika diroasting," jelas dia.
Kopi Gunung Sari kata dia, memiliki potensi yang sangat baik karena dari segi rasa sangat cocok untuk dijadikan kopi susu. "Apalagi iklim di sini sangat mendukung untuk pertumbuhan kopi secara optimal," pungkasnya.
Selain pemaparan mengenai proses pengolahan, pelatihan ini juga diisi dengan praktik sortir dan roasting kopi.
Para peserta sangat antusias pada sesi praktik ini. Dalam kesempatan ini juga Bustomy mempraktikkan bagaimana membuat produk kopi, yakni berupa kopi espresso dan kopi susu. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Advertisement
Editor | : Irfan Anshori |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |