FK Unisma Gelar Seminar dan Workshop Peran Akademisi Dalam Penanganan Bencana

TIMESINDONESIA, MALANG – Fakultas Kedokteran Unisma Malang menyelenggarakan seminar dan workshop mengenai peran akademisi UNISMA dalam penanganan bencana.
Seminar yang dilaksanakan pada hari Sabtu, 5 November 2022 ini diselenggarakan di Ruang Kuliah Bersama (RKB) FK Unisma dan dihadiri oleh jajaran Dekan beserta perwakilan dosen dari fakultas-fakultas yang terdapat di Unisma. Turut hadir pula pada seminar ini, perwakilan dari Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) baik dari Universitas maupun dari DPM serta BEM FK Unisma.
Advertisement
Selain digelar secara luring, seminar dan workshop ini juga dapat diikuti peserta dari jajaran dosen serta mahasiswa melalui aplikasi zoom meeting dan juga disiarkan langsung melalui akun youtube FK Unisma.
Dekan FK Unisma, dr. Rahma Triliana, M.Kes., Ph.D menyatakan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk membangun dan menguatkan sinergitas sivitas akademika Unisma dalam hal penanggulangan bencana. Hal ini harus didahului dengan pemahaman mengenai definisi bencana itu sendiri, memahami kekuatan berupa sumber daya manusia serta program yang dimiliki untuk mengatasi bencana; dan yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana respon sivitas akademika ketika sedang terjadi bencana serta bagaimana bertahan dan melakukan rehabilitasi serta rekonstruksi setelah terjadinya bencana.
Hal ini seharusnya bukan menjadi urusan Fakultas Kedokteran saja, melainkan seharusnya menjadi perhatian seluruh program studi di lingkungan Unisma. Pernyataan ini sejalan dengan Pasal 27 Undang Undang no 24 tahun 2007 yang menyatakan bahwa setiap orang berkewajiban untuk melakuan kegiatan penanggulangan bencana dan pedoman umum yang tertuang dalam aturan ini berlaku bagi semua relawan bencana, baik yang berasal dari organisasi masyarakat, LSM, perguruan tinggi, sektor swasta atau pihak lainnya.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Narasumber pertama, Sonny Oktafianto, S.Kom., M.M dari Badan Krisis Kesehatan Jawa Timur, menyatakan bahwa bencana tidak selalu berasal dari alam. Seringkali kita justru tidak siap dengan bencana non alam dan bencana sosial yang sebenarnya juga berdampak pada jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda serta dampak psikologis lainnya.
Tak jarang terjadinya bencana akan memicu terjadinya dampak di bidang kesehatan baik secara langsung yang kasat mata (seperti jatuhnya korban jiwa, korban luka atau sakit, korban yang harus mengungsi) maupun yang msih berupa potensi bahaya yang berdampak pada kesehatan masyarakat yang membutuhkan respon cepat di luar kebiasaan normal dan diserta dengan kapasitas kesehatan yang tidak memadai, sehingga pada akhirnya memicu terjadinya krisis kesehatan.
Untuk mengurangi besarnya resiko yang terjadi apabila suatu kondisi bencana dapat memicu krisis kesehatan, maka terdapat perubahan paradigma untuk manajemen bencana, dari paradigma tanggap darurat bencana menjadi ke pengurangan resiko bencana.
Upaya pengurangan resiko bencana sangat penting karena letak Indonesia yang tepat berada di ring of fire, selain itu juga Indonesia merupakan negara kepulauan yang dilintasi oleh garis khatulistiwa sehingga iklim dan cuacanya cenderung mudah berubah, membuat Indonesia menjadi rentan terkena bencana alam. Indonesia sendiri mulai mengadopsi Sendai Framework untuk mengurangi resiko bencana alam pada tahun 2015.
Sendai Framework adalah cetak biru universal mengenai bagaimana pemangku kebijakan harus aktif mencari ketahanan untuk meminimalkan resiko terhadap bencana alam. Penanganan penguranga resiko bencana membutuhkan kajian yang mendalam. Istilah resiko sendiri ditentukan oleh kombinasi bahaya, paparan, kerentanan dan kapasitas.
Penting untuk mengetahui aset apa yang paling terpapar dan apa dampaknya jika terjadi bencana alam. Kita juga perlu mengkaji dimana atau sektor apa yang paling senditif sehingga dapat bertindak lebih awal untuk meningkatkan ketahanan dan kesiapa terhadap bencana. Sendai Framework dapat menjadi acuan terkait pengurangan resiko bencana, tetapi implementasinya harus disesuaikan secara khusus agar sesuai dengan kebutuhan geografis dan kontekstual dari suatu wilayah, yang dalam hal ini adalah kampus hijau Unisma.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Pemateri kedua, dr. Putra Agung, Sp.EM., menyatakan adanya kebutuhan kolaborasi bersama dengan pihak lain dalam upaya mitigasi atau pencegahan bencana yang akan terjadi. Konsep peran pentaheliks, yaitu akademisi, pemerintah, masyarakat, pihak swasta dan media; diperlukan dalam membangun kolaborasi dalam observasi dan pengamanan sarana-prasarana, serta penyebarluasan informasi dan mitigasi bencana. Tidak semua fenomena alam menjadi bencana yang mengakibatkan adanya kerugian material, korban jiwa dan kerusakan lingkungan, tetapi perlu dipahami bahwa kita tetap harus siap dan siaga dalam mengahadapi peristiwa bencana tersebut.
Sehingga yang perlu dipelajari bukan hanya ilmu mengenai manajemen ketika terjadi bencana saja, tetapi resiko bencana dan penanganan resiko bencana juga menjadi sangat penting untuk dipelajari dan ditangani.
Menurut Sendai Framework for Disaster Risk Reduction (SFDRR) (2015 – 2030), terdapat kerangka pengurangan bencana global berdasar 4 hal prioritas yang harus dilakukan, pertama adalah pemahaman mengenai resiko bencana, kedua penguatan tata kelola risiko bencana untuk mengelola resiko bencana, ketiga investasi dalam pendidikan resiko bencana untuk ketahanan, dan keempat adalah meningkatkan kesiapsiagaan bencana untuk respon yang efektif.
Dekan FK Unisma Malang, dr. Rahma Triliana, M.Kes., Ph.D Bersama para narasumber dan peserta workshop
Penerapan Sendai Framework yang holistic dapat kita lihat di Jepang, dimana sejak pendidikan dasar, anak-anak sudah dikenalkan dalam upaya penanganan bencana, dan diikuti dengan penelitian yang cukup serius mengenai aspek-aspek bencana dan pengembangan upaya bencana di negara tersebut. Sementara untuk Indonesia yang diketahui memiliki kesamaan geografis dengan Jepang, aspek kebencanaan sangat jarang disentuh oleh akademisi untuk diteliti dan dikembangkan keilmuannya.
Oleh karena itu, pada kesempatan seminar ini, FK mencoba untuk mengundang program-program studi lain di lingkungan Unisma untuk mencoba melihat kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana dari sisi lain, bukan hanya dari segi kesehatannya saja. Sehingga pada akhirnya tercipta sinergitas pentaheliks dalam mitigasi bencana, dimulai internal dari sivitas akademika Unisma.
Seminar ditutup oleh pemateri ketiga, drh. Zainul Fadli, M.Kes yang memberikan materi dengan tema Respon Penanggulangan Bencana Sebagai Bentuk Dakwah Dan Penyebaran Islam Bagi Sivitas Akademika Unisma. Dalam kesempatan kali ini beliau menekankan perlunya reinterpretasi dan pemaknaan yang lebih proporsional mengenai konsep Islam yang mengajarkan sikap pasrah (tawakkal) – terutama dalam menghadapi bencana.
Ajaran Islam memberi perhatian sangat besar terhadap permasalahan bencana dan mendorong manusia agar mendayagunakan ilmu dan teknologi yang dimiliki untuk meminimalkan resiko ketika menghadapi suatu bencana. Islam tidak mengajarkan umatnya untuk hanya pasrah dan berdiam diri ketika menghadapi bencana, tetapi tawakkal yang dimaksudkan disini adalah berupaya lebih dahulu, menggunakan ilmu yang dimiliki sebagai seorang akademisi untuk meminimalisir risiko yang akan terjadi, baru kemudian kita sebagai umat Islam bertawakkal dengan takdir Allah.
Tahapan manajemen bencana yang meliputi pencegahan, mitigasi atau kewaspadaan, masa tanggap darurat bencana dan rehabilitasi – rekonstruksi juga merupakan ajaran Islam yang dituangkan dalam Al-Quran dan Hadits. Pemateri menukil QS. Yusuf: 47-49 untuk menggambarkan ajaran mitigasi dan kewaspadaan di dalam Al-Qur’an. Dimana dikisahkan bahwa Nabi Yusuf A.S menjelaskan takwil mimpinya pada raja, bahwa aka nada 7 sapi gemuk yang akan dimakan 7 sapi kurus dan ada 7 tangkai segar dan 7 tangkai kering, dan diartikan bahwa akan ada 7 tahun masa panen melimpah yang akan diikuti 7 tahun masa paceklik; sehingga kemudian Nabi Yusuf A.S mengajarkan strategi untuk menghemat hasil panen yang melimpah untuk menjalani masa paceklik.
Pemaparan materi diakhiri dengan penandatanganan komitmen Bersama sivitas akademika Unismauntuk pro aktif dalam hal penanggulangan bencana. Komitmen ini ditandatangani oleh 11 perwakilan dari fakultas yang ada di Unisma beserta organisasi kemahasiswaan yang ada di Unisma.
Penyataan bersama ini membuat Unisma menjadi perguruan tinggi pertama yang berhasil menyatukan sivitas akademika-nya untuk Bersama-sama berupaya dalam penanggulangan bencana dan mendukung model sinergitas pentaheliks dalam mitigasi bencana, khususnya yang berasal dari dalam lingkungan unisma sendiri. (*)
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |