Workshop "Batik as a Tool for Our Mental Health": Menggali Manfaat Terapeutik Seni Batik bagi Kesehatan Mental Remaja

TIMESINDONESIA, PASURUAN – Seni batik, warisan budaya Indonesia yang kaya, telah menjadi pusat perhatian dalam workshop inovatif yang bertajuk "Batik as a Tool for Our Mental Health". Workshop yang diinisiasi oleh Alif Sukma Muclisin, seorang mahasiswi S2 Seni Budaya dari Universitas Negeri Surabaya, berhasil membawa konsep seni batik ke ranah kesehatan mental remaja.
Inspirasi untuk menghubungkan seni batik dengan kesehatan mental ini muncul dari pandangan John Armstrong dan Alain de Botton dalam buku "Art as Therapy", yang mengungkapkan bahwa seni memiliki kemampuan untuk merangsang efek terapeutik pada individu. Alif Sukma Muclisin mengambil gagasan ini lebih jauh dengan mempertimbangkan potensi seni batik dalam memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan mental.
Advertisement
Pada workshop yang diadakan di SMK Yadika Bangil, Alif berhasil mengajak para remaja jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) untuk menjelajahi seni batik sambil merasakan manfaatnya terhadap kesehatan mental. Acara tersebut dijadwalkan berlangsung pada Jum'at 25 Agustus, Sabtu 26 Agustus, Jumat 1 September, dan Sabtu 2 September, melibatkan para siswa dalam serangkaian sesi yang dipenuhi dengan pembelajaran seni dan refleksi diri.
Salah satu poin menarik dalam workshop ini adalah pengalaman katarsis yang dialami oleh peserta. Konsep katarsis, atau pelepasan emosi yang telah lama terpendam dalam diri, terutama yang terkait dengan pengalaman traumatis, menjadi fokus utama. Alif Sukma Muclisin berhasil membimbing para siswa menuju tahap emosi ini dengan melalui tahap awal proses berkarya seni batik. Aktivitas ini memberikan ruang bagi peserta untuk menghadapi dan mengungkapkan emosi yang mungkin telah mereka pendam, membawa perasaan tersebut ke permukaan.
Tahap berikutnya dalam workshop ini adalah fase "acceptance" atau penerimaan. Setelah merasakan pengalaman katarsis, para peserta diajak untuk merenung dan meresapi karya seni batik yang mereka hasilkan. Proses ini membantu para siswa untuk menenangkan diri dan merangkul perasaan mereka dengan penuh pengertian.
Alif Sukma Muclisin berharap bahwa melalui workshop "Batik as a Tool for Our Mental Health", remaja dapat semakin memahami potensi penyembuhan dan penguatan diri yang dimiliki oleh seni. Dengan menggabungkan nilai-nilai budaya dan pandangan kontemporer tentang kesehatan mental, workshop ini telah membuka pintu bagi penemuan diri melalui kreativitas dan ekspresi seni batik yang berarti. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |