Indonesia Positif

Kebebasan Pers Terancam, Insan Pers Bontang Tolak Revisi UU Penyiaran

Senin, 27 Mei 2024 - 13:04 | 16.92k
Pembicara dan wartawan merupakan peserta diskusi RUU penyiaran di Bontang. (FOTO: Kusnadi/TIMES Indonesia)
Pembicara dan wartawan merupakan peserta diskusi RUU penyiaran di Bontang. (FOTO: Kusnadi/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, BONTANG – Draf Revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran yang sedang digodok DPR RI menimbulkan keresahan di kalangan jurnalis. Mereka menyuarakan kekhawatiran akan pasal-pasal dalam draf tersebut yang dianggap merugikan kemerdekaan pers dan cenderung membatasi serta menyensor berita kritis.

Sejumlah jurnalis dari berbagai media di Bontang yang tergabung dalam Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bontang, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Samarinda, dan Ikatan Jurnalis Televisi (IJTI) Kaltim, merespon dengan menggelar diskusi kontroversial berjudul "RUU Penyiaran: Penggagalan Kemerdekaan Pers dan Peran Wartawan Lokal".

Advertisement

Acara yang diselenggarakan di sebuah kafe di komunitas Pattimura ini, Minggu (26/5/2024), dihadiri oleh 3 narasumber kunci, yakni Direktur PKTV Bontang, Teguh Suharjono; Pemimpin Redaksi Kitamudamedia.com, Kartika Anwar; dan Pemimpin Redaksi Pranala.co, Suriadi Said.

Teguh Suharjono membahas tentang perluasan kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terkait pengawasan konten di media daring. Menurutnya, draf RUU tersebut memberikan wewenang yang terlalu luas kepada KPI, yang pada akhirnya dapat mengancam kebebasan berekspresi masyarakat dan para pembuat konten.

Selain itu, Teguh juga menyoroti aspek politis dari keputusan untuk memperluas wewenang KPI, yang dimungkinkan terpengaruh oleh hubungan dengan pihak-pihak politik di DPR RI. Hal ini membuatnya menegaskan bahwa proses penyusunan RUU ini kurang transparan dan minim partisipasi publik, terutama dari insan pers.

Kartika Anwar, dalam paparannya, mengkritisi larangan penayangan konten jurnalistik investigasi yang termaktub dalam draf RUU ini. Menurutnya, larangan tersebut tidak hanya merugikan jurnalis, tetapi juga masyarakat karena menghambat fungsi kontrol sosial yang seharusnya dilakukan oleh jurnalisme investigasi.

Ia menekankan bahwa keberadaan pasal-pasal yang merugikan dalam RUU Penyiaran ini merupakan upaya nyata untuk membatasi kebebasan pers di Indonesia, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kemunduran demokrasi.

Suriadi Said, Ketua PWI Bontang, turut menyoroti tumpang tindih kewenangan antara KPI dan Dewan Pers dalam penyelesaian sengketa pers. Ia menilai bahwa pasal-pasal yang mengatur hal ini justru dapat merugikan kualitas jurnalisme di Indonesia serta bertentangan dengan semangat UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers.

Menyusul paparan dari narasumber, sesi tanya-jawab dan diskusi dilanjutkan dengan partisipasi aktif peserta. Banyak kekhawatiran disampaikan terkait dampak negatif RUU Penyiaran terhadap kemerdekaan pers dan ekspresi warga.

Bernadus Ikhwal, Redaktur KlikKaltim.com, menegaskan pentingnya solidaritas antara jurnalis dan masyarakat dalam menolak RUU ini. Dia menyarankan agar masyarakat memberikan sanksi moral kepada para pengusul RUU yang dinilai tidak menyelamatkan kebebasan pers.

Dalam kesimpulan kegiatan, para jurnalis yang hadir sepakat untuk menolak RUU Penyiaran dengan menyepakati lima poin sikap bersama:

1. Menolak draf RUU Penyiaran yang disusun tanpa melibatkan komunitas pers dan masyarakat sipil.
2. Mengusulkan penundaan atau pembatalan pembahasan RUU Penyiaran.
3. Menyerukan kepada komunitas pers untuk mengawal proses penyusunan RUU Penyiaran.
4. Mendorong wartawan dan media untuk menolak RUU Penyiaran.
5. Menyampaikan hasil kesimpulan kepada DPRD Bontang. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hendarmono Al Sidarto
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES