Indonesia Positif

Hipelki Harap Pemerintahan Baru Tetap Bangun Ketahanan Kesehatan

Kamis, 29 Agustus 2024 - 19:13 | 23.38k
Ketua Umum Hipelki, dr. Randy dalam sambutannya. (FOTO: Fahmi/TIMES Indonesia) 
Ketua Umum Hipelki, dr. Randy dalam sambutannya. (FOTO: Fahmi/TIMES Indonesia) 
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Himpunan Pengembangan Ekosistem Alkes Indonesia atau Hipelki menggelar Kongres Nasional Pertama di Jakarta pada Kamis (29/8/2024).

Kongres Nasional perdana Hipelki mengusung tema "Hipelki: Katalisator Transformasi Ekosistem Kesehatan Menuju Ketahanan dan Kemandirian Alkes".

Advertisement

Ketua Umum Hipelki, dr. Randy H. Teguh mengatakan, sebagai himpunan yang baru dibentuk hampir satu tahun, kehadiran Hipelki adalah jawaban untuk mewujudkan kemandirian alat kesehatan (alkes). 

“Hipelki dibentuk hampir setahun yang lalu sebagai jawaban dari kesenjangan yang belum terjembatani di antara unsur-unsur ekosistem alkes, sehingga langkah menuju kemandirian alkes tidak mulus,” ucap dr. Randy.

Menurutnya, pandemi Covid-19 telah membuktikan bahwa keberadaan rantai pasok tradisional saja tidak mampu mendukung ketahanan alkes dan diperlukan pembentukan suatu sistem organik yang bisa bergerak cepat dan fleksibel, yaitu ekosistem alkes. 

“Pada masa dan setelah Pandemi Covid-19, Pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan RI dan Kementerian Perindustrian RI terus berusaha mendorong kemajuan industri alkes dengan membuka berbagai kesempatan untuk meningkatkan penggunaan alkes dalam negeri dan mendorong kegiatan ekspor,” ujar dr. Randy.

dr. Randy mengungkapkan, belajar dari negara lain yang telah lebih dulu mandiri seperti Cina, Korea, India dan Taiwan, industri alkes hanya dapat berkembang bila terbentuk ekosistem alkes yang kuat dan lengkap.

“Mengutip pendapat Prof. Rhenald Kasali dalam program Intrigue pada bulan Juli 2024 yang lalu, saat ini Indonesia masih berfokus untuk membangun pabrik alkes dan melakukan proteksi,” ungkap dr. Randy.

Meskipun demikian, dr. Randy menerangkan Indonesia belum berfokus untuk membangun industri alkes, karena fakta membuktikan bahwa pembangunan ekosistem di sekitar pabrik alkes masih terseok-seok.

“Saat ini Indonesia belum memiliki bahan baku dan komponen alkes serta sarana lab uji yang memadai untuk mendukung operasional pabrik alkes secara efektif dan efisien, sehingga harga alkes dalam negeri sulit bersaing dengan alkes impor,” ungkapnya. 

Selain itu, lanjut dr. Randy, kolaborasi antara peneliti dan pengusaha untuk melakukan penguasaan dan pengembangan teknologi juga masih jauh dari mulus, meskipun Kemenkes telah berinisiatif untuk menjembatani kedua unsur ini dengan meluncurkan Pedoman Hilirisasi Penelitian Alkes Nasional pada tanggal 19 Januari 2024 yang lalu.

“Saat ini kita masih harus menerima kenyataan bahwa produk alkes dalam negeri masih tergantung kepada bahan baku, komponen dan teknologi impor, sehingga yang terbangun justru adalah kemandirian semu (pseudo- resiliency) yang sangat berbahaya untuk masa depan ketahanan alkes,” imbuhnya. 

“Semua unsur pemerintah perlu bekerja sama untuk membangun ekosistem alkes dan HIPELKI akan mengambil peran yang strategis untuk menjadi katalisator,” sambung dr. Randy.

dr. Randy menerangkan, untuk membangun kemandirian alkes, semua pihak harus memiliki paradigma yang tepat, yaitu bahwa suatu negara yang tidak memiliki ketahanan kesehatan dapat mengalami keruntuhan dalam bidang-bidang esensial lain, termasuk bidang ekonomi. 

“Selain itu, kita perlu mencermati fakta bahwa hanya sekitar 500 pabrik alkes yang masih bertahan dari sekitar 800 pabrik alkes yang ada saat Pandemi Covid-19, dan hal ini patut dikhawatirkan karena mengindikasikan bahwa pembangunan pabrik alkes masih merupakan tindakan reaktif yang tidak berkelanjutan,” terangnya. 

dr. Randy berharap agar pemerintah yang baru tetap konsisten untuk membangun ketahanan kesehatan melalui kemandirian alkes, karena alkes sebagai pendukung layanan kesehatan memiliki posisi yang strategis, meskipun dari segi bisnis memiliki nilai yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan sektor lain seperti (contohnya) industri pertambangan.

“Kita berharap agar hal ini jangan menjadi awal kematian industri alkes karena selain mengganggu ketahanan kesehatan, hal ini juga akan menambah beban ekonomi yang sudah terjadi akibat badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terjadi akhir-akhir ini pada beberapa sektor industri lain,” tandasnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES