Indonesia Positif

Dosen Hukum Pidana Unmuh Jember Soroti Skandal Suap Hakim Kasus CPO

Senin, 21 April 2025 - 15:08 | 12.60k
Potret foto  Dr. Fina Rosalina, S.H., M.H., dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Jember.
Potret foto Dr. Fina Rosalina, S.H., M.H., dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Jember.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JEMBER – Kasus suap yang melibatkan hakim dalam perkara ekspor Crude Palm Oil (CPO) kembali mencoreng wajah sistem peradilan Indonesia. Dr. Fina Rosalina, S.H., M.H., dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Jember menyoroti fenomena ini sebagai bagian dari "mafia peradilan" yang menggerogoti integritas penegakan hukum.

Menurutnya, kasus suap hakim bukanlah hal baru karena hakim yang seharusnya menjadi guardian of justice justru berubah menjadi perongrong hukum. Ia menegaskan bahwa ini adalah bentuk mafia peradilan di mana oknum nakal bermain melalui jual beli perkara untuk keuntungan pribadi.

Advertisement

“Kasus suap ini kan sebenarnya kategori mafia peradilan, lobi-lobi para petinggi pengadilan agar mendapat vonis ringan. Jadi, oknum nakal ini bermain dengan jual beli perkara untuk menghasilkan cuan” ungkapnya.

Dr. Fina menjelaskan bahwa suap hakim tidak hanya melanggar prinsip integritas dan independensi, tetapi juga menghancurkan kepercayaan publik. Ketika masyarakat tidak lagi percaya pada sistem peradilan, legitimasinya akan runtuh, dan hal ini sangat berbahaya bagi negara hukum.

Sebenarnya, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan dasar hukum yang jelas untuk menangani tindak pidana korporasi, namun hal tersebut tidak mempan untuk mengatasi permasalahan. Dr. Fina menegaskan bahwa masalahnya bukan pada aturan, melainkan pada sistem yang bobrok. 

“Kenapa korporasi melakukan korupsi?, bisa jadi pejabat sengaja memperlambat proses perizinan atau mengarang persyaratan tambahan agar korporasi terpaksa menyuap. Jadi tidak berbicara tentang sulitnya menjerat korporasi, melainkan sistem hukum yang bobrok” tegasnya.

Menurutnya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat, MA harus berani melakukan reformasi dengan menindak tegas hakim yang terbukti melanggar, bukan hanya memberikan sanksi ringan seperti pemberhentian sementara.

Kedua, penegakan hukum harus diperkuat dengan menambahkan pasal money laundering agar hukuman lebih berat dan aset haram dapat disita.

Ketiga, pengawasan kolegial perlu diperketat untuk membatasi hubungan tidak sehat antara hakim, pengacara, dan pihak terkait lainnya guna mencegah suap sistematis.

Dr. Fina juga mengingatkan bahwa kasus suap hakim hanyalah puncak gunung es dari korupsi struktural yang lebih besar. Sebagai contoh, dalam kasus CPO, suap tidak hanya melibatkan hakim yang memeriksa perkara, tetapi juga hakim pengawas internal. Hal ini mempertanyakan efektivitas pengawasan jika pengawasnya sendiri terlibat korupsi.

"Terlebih dari itu semua, kita harus sepakat bahwa suap hakim ini sebenarnya adalah fenomena gunung es, yang nampak hanya Sebagian kecil di permukaan laut" lanjutnya.

Ia menekankan perlunya langkah ekstrem untuk memerangi korupsi di peradilan, mengingat korupsi adalah extraordinary crime yang membutuhkan solusi luar biasa. Tanpa upaya serius, keadilan dan kepercayaan publik akan terus terkikis. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dody Bayu Prasetyo
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES