Kesehatan

Peran Seorang Ayah dalam Mencegah Pneumonia pada Balita

Selasa, 12 Januari 2021 - 18:36 | 61.56k
Psikolog Universitas Katolik Soegijapranata, Lita Widyo Hastuti, S.Psi., M.Si saat memberikan paparan dalam edukasi penyakit pneumonia dalam webinar di Semarang, Selasa (12/1/2021). (Dhani Setiawan/Times Indonesia)
Psikolog Universitas Katolik Soegijapranata, Lita Widyo Hastuti, S.Psi., M.Si saat memberikan paparan dalam edukasi penyakit pneumonia dalam webinar di Semarang, Selasa (12/1/2021). (Dhani Setiawan/Times Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SEMARANGPneumonia masih menjadi ancaman serius bagi bayi dan balita di Indonesia. Butuh kolaborasi yang utuh untuk bisa menyelamatkan generasi dari serangan pneumonia. Salah satunya lewat peran seorang ayah yang bisa mengambil keputusan tepat di rumah dalam menyiapkan pondasi kesehatan buat keluarganya.

Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jateng Dr. dr. Fitri Hartanto, Sp.A(K) mengatakan, pneumonia begitu berbahaya karena menyerang saluran nafas. Proses penularannya pun bisa ditulari orang lain maupun ketika menghirup bahan berbahaya.

Advertisement

“Langkah pencegahannya tentu bisa dilakukan secara umum melalui ASI, makanan pendamping ASI dan perbaian gizi, serta pencegahan spesifik lewat vaksin imunisasi,” Fitri dalam webinar edukasi bahaya pneumonia di Semarang, Selasa (12/1/2021).

Imunisasi pneumonia yang harus dilaksanakan sebanyak tiga kali dalam setahun, bisa menjadi barisan pertahanan bagi anak-anak untuk terhindar dari serangan bakteri Pneumonia yang membuat anak mengalami gangguan pernafasan sehingga oksigen dalam paru paru tidak dapat tersalurkan dalam sel darah.

Kadang kala pneumonia gejalanya seperti influenza. Namun untuk membedakan dapat dilakukan dengan cara hitung nafas. Cara menghitung napas anak dapat dilakukan dengan meletakkan tangan orang tua atau pengasuh pada dada anak dan menghitung gerak napas anak dalam 1 menit.

Lanjutnya, napas anak dikatakan cepat apabila frekuensi napas anak lebih atau sama dengan 60 kali per menit pada anak berusia < 2 bulan, lebih atau sama dengan 50 kali per menit pada anak berusia 2 bulan hingga 11 bulan, dan lebih atau sama dengan 40 kali per menit pada anak berusia 1 tahun hingga 5 tahun.

"Untuk itu, bila napas anak cepat disertai dengan tarikan dinding dada ke dalam, dapat pula disertai dengan gejala kepala seperti mengangguk-angguk ketika bernapas dan/atau kebiruan pada bibir, maka pada anak tersebut ada pada kondisi sesak napas dan ini darurat segera dibawa ke fasilitas pelayanan kesehatan," ungkapnya.

Selain imunisasi wajib, ada juga imunisasi pilihan yang dibutuhkan masyarakat, termasuk imunisasi pneumonia ini.

Menurut hasil Survei Sosial Demografi Dampak Covid19 di Provinsi Jawa Tengah tahun 2020 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah, tercatat sekitar 18,4% dari 10.570 responden warga di Jawa Tengah yang disurvei saat ini memiliki pendapatan rumah tangga di atas Rp 4,8 juta. Dengan kemampuan ekonomi tersebut, artinya imunisasi pilihan seperti pneumonia pelaksanaannya memungkinkan dilakukan secara mandiri.

Psikolog dari Unika Soegijapranata Semarang Lita Widyo Hastuti, S.Psi., M.Si menuturkan, kesehatan menjadi kebutuhan utama pada kehidupan anak, sehingga menjadi prioritas bagi orangtua. Peran ayah sebagai bagian integral dalam perkembangan anak memiliki ruang lapang untuk terlibat dalam masalah-masalah kesehatan anak.

Ia menambahkan, para ayah yang terlibat dalam kesehatan anak dengan mendorong pola makan dan olahraga yang sehat, memantau kesejahteraan dan perkembangan anak, dan memahami kebiasaan-kebiasaan anak sehingga tahu kapan anak sehat dan kapan anak sakit.

“Kejadian-kejadian penting menyangkut kesehatan anak, peran ayah menjadi cukup sentral karena bersama dengan ibu dituntut menyikapi situasi dan mengambil keputusan,” jelasnya.

Sementara itu Medical Manager PT Pfizer Indonesia, Dr Carolina Halim menuturkan, peran dari seorang ayah dalam mengambil keputusan yang cepat dan tepat, sangat menentukan pondasi sebuah keluarga, termasuk dalam hal menjaga kesehatan. Dimana imunisasi bayi dan balita juga termasuk di dalamnya.

Dengan imunisasi, imunitas mereka bisa terpenuhi, serta cukup untuk menanamkan pertahanan kesehatan diri.

Salah satunya adalah upaya imunisasi yang saat ini dibutuhkan masyarakat kita terkait pencegahan pneumonia, dimana ini menjadi salah satu dari penyakit penyebab kematian tertinggi bagi bayi dan balita.

Profil Kesehatan Indonesia tahun 2019 mencatat 468.172 kasus pneumonia balita, di mana 551 meninggal dunia. Namun balita yang terpapar risiko pneumonia diperkirakan berjumlah 885.551 atau 3.55 % dari jumlah balita di Indonesia.

Sementara untuk Provinsi Jawa Tengah sendiri mencatat 2.652.751 jumlah balita dan prevalensi pneumonia pada balita diperkirakan 3.61 persen. Realisasi penemuan penderita pneumonia pada 2019 sebanyak 50.263 balita.

“Gejala pneumonia pada balita dan anak-anak terkadang sulit untuk dikenali karena mirip dengan gejala infeksi saluran pernapasan lainnya, seperti flu dan bronkitis. Secara umum, gejala pneumonia bisa diketahui dan ditangani sejak dini. Di samping peran ibu, butuh visi dari seorang ayah untuk bisa memahami bagaimana ancaman pneumonia bagi anak ini bisa diantisipasi dengan imunisasi,” katanya.

Bagi keluarga yang mampu secara mandiri dalam arti mampu melaksanakan imunisasi untuk penyakit Pneumonia, seorang ayah tetaplah menjadi nahkoda yang berperan penting bagi keluarganya. Ayah diharapkan mampu mengambil keputusan penting, termasuk keputusan manajemen finansial untuk kesehatan keluarga, dimana ini akan sangat menentukan masa depan anaknya. Keputusan tepat untuk memastikan mereka senantiasa sehat dan terlindung dari penyakit. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Imadudin Muhammad
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES