Sekjen Kemenkes RI: SISOIN Antar Indonesia Menuju High Income Country

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI), Kunta Wibawa Dasa Nugraha, S.E., M.A., Ph.D, mengatakan Indonesia memiliki obsesi untuk terlepas dari status negara berpendapatan menengah (middle income country) dan menjadi negara berpendapatan tinggi (high income country) dengan memanfaatkan bonus demografi, yaitu banyaknya penduduk yang berada di rentang usia produktif.
Hal ini ditegaskan Sekjen Kemenkes RI, dalam acara Focus Group Discussion yang diselenggarakan oleh KADIN Indonesia Bidang Kesehatan pada 30 November 2023.
Advertisement
Focus Group Discussion (FGD) ini berjudul “Pengembangan Infrastruktur Kesehatan Sebagai Bagian Transformasi Kesehatan Indonesia. Topik: Mega Proyek SIHREN, SOPHI dan InPULS”, dengan narasumber utama Sekjen Kemenkes RI, serta berbagai narasumber lain.
Seperti Kepala Pusat Peningkatan Penggunaan Produk dalam Negeri (P3DN) Kementerian Perindustrian, Sekretaris Deputi Bidang UKM, Kementerian Koperasi dan UKM, perwakilan peneliti, serta dihadiri oleh perwakilan asosiasi yang mengampu anggota ekosistem alat kesehatan, seperti GAKESLAB Indonesia, ASPAKI, AIGMI, APACMED dan HIPELKI.
FGD ini diadakan untuk menjembatani pemahaman berbagai pihak mengenai program SISOIN (SIHREN, SOPHI dan InPULS) yang pada prinsipnya merupakan program pengadaan alat kesehatan untuk lima penyakit utama (Kanker, Jantung, Stroke, Uronefrologi dan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)) melalui pinjaman dari sindikasi empat lembaga perbankan dunia, yaitu World Bank, Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), Asian Development Bank (ADB), Islamic Development Bank (IsDB).
"Pinjaman bernilai Rp60 triliun untuk pengadaan berjangka waktu 4-5 tahun ini merupakan pinjaman terbesar dalam satu proyek dan – untuk pertama kalinya – 4 lembaga perbankan dunia membentuk sindikasi untuk memberikan pinjaman,” ujar Kunta.
“Karena SISOIN ini didanai oleh pinjaman luar negeri, maka perlu dipastikan bahwa pinjaman dilakukan dengan baik dan benar, tata kelola baik, persaingan sehat. Dalam perjanjian pinjaman (loan agreement) dapat dilihat bahwa jika produk dalam negeri sudah ada (khususnya yang berteknologi rendah dan menengah), maka pembelian harus memprioritaskan produk dalam negeri. Selain itu, pembelian di bawah USD 10,000,000 (sekitar Rp 150 Miliar) akan tetap dilakukan melalui sistem pemerintah yang ada saat ini," jelasnya.
Menurut Sekjen Kemenkes RI, alasan pemerintah untuk mengambil pinjaman ini adalah untuk memanfaatkan momentum bonus demografi yang hanya akan terjadi sampai dengan tahun 2030, sehingga populasi yang berada pada usia produktif benar-benar akan berkontribusi untuk mengantarkan Indonesia untuk menjadi negara berpendapatan tinggi.
Focus Group Discussion yang diselenggarakan oleh KADIN Indonesia Bidang Kesehatan pada 30 November 2023.(Dok.KADIN Indonesia)
“Negara berpendapatan tinggi memiliki PDB sebesar USD 13,200, sementara PDB Indonesia saat ini masih sebesar USD 4,700 sehingga masih termasuk negara berpendapatan menengah. Banyak negara yang terjebak dalam posisi ini, dan kita tidak mau menjadi salah satunya,” papar Kunta lagi.
Kunta menambahkan, untuk dapat mencapai hal tersebut, Kementerian Kesehatan harus meningkatkan dan memperbaiki belanja, dengan arah cukup, efisien, efektif dan adil, karena saat ini belanja kita masih lebih rendah dari negara-negara lain.
“Belanja kesehatan Indonesia saat ini masih USD 140, sementara negara-negara lain seperti Malaysia sudah mencapai USD 400, Singapore mencapai USD 2,500 sedangkan negara-negara maju sudah mencapai USD 3,000-4,000. Belanja kesehatan di negara-negara maju tidak akan bertambah terlalu banyak, sedangkan belanja kesehatan di Indonesia masih akan berkembang secara eksponensial," bebernya.
Menanggapi kekhawatiran beberapa pihak bahwa proyek SISOIN ini tidak berpihak kepada pertumbuhan produk alkes dalam negeri, Kunta memaparkan alasan.
"Kita tidak dapat mengunci diri terhadap persaingan, karena akan rugi sendiri. Kalau industri dalam negeri ditutup, itu justru tidak membuat kita maju karena kita disusui terus, sehingga tidak bersaing. Tetapi kalau berorientasi ekspor, kita akan lebih maju karena dimasukkan ke dalam persaingan, sehingga kita bisa lebih bertahan hidup," ungkapnya.
Sementara untuk proyek SISOIN ini, ia melihat persaingan begitu luar biasa, karena sangat terbuka.
"Namun, saya yakin kita pasti menang karena kita punya kelebihan yang tidak dimiliki pemain dari luar. Kita punya jaringan, kita tahu betul industri seperti apa, kita tahu betul distribusi seperti apa dibandingkan orang luar negeri, tetapi kami tetap berkomitmen untuk mendukung produk dalam negeri," ujarnya.
Kunta menambahkan,"Jangan menganggap bahwa SISOIN itu segala-galanya dan kita selesai. Pasti kesempatan itu ada, karena SISOIN ini hanya konsentrasi di lima penyakit, masih banyak penyakit yang lain, inovasi pasti akan ada lagi. Peneliti tetap bisa melakukan penelitian dan nanti dapat diuji coba. RS Pendidikan juga ada, dan mungkin bisa untuk yang lain, swasta juga banyak.”
“APBN kita cuma 20%, 80% kan swasta, sehingga menurut saya, semua pasti akan ada jalan, bukan berarti pemerintah atau swasta tidak beli lagi. Kita tidak tahu 5 tahun lagi spt apa, penyakitnya apa," ungkap Sekjen Kemenkes RI.
“Kalau nanti semakin banyak orang ke Indonesia, karena kita sudah lebih maju dari negara-negara tetangga berarti kemungkinan kita menambah rumah sakit dan belanja lebih besar akan terjadi. Kita mungkin akan menuju spt Singapore dalam 10 tahun. Itu potensi yang sangat besar, jadi SISOIN yg hanya lima tahun itu kecil saja. Jadi kita harus tetap optimis,” kata Sekjen Kemenkes RI menutup paparannya.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Sholihin Nur |