GKIA Kritik Program Pembagian Susu Anak untuk Cegah Stunting

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Gerakan Kesehatan dan Gizi Ibu dan Anak Indonesia (GKIA) menyoroti soal pencegahan stunting di Tanah Air. Organisasi ini memandang, bahwa pada kenyataannya terminologi stunting itu sendiri tidak dipahami secara benar oleh banyak pihak.
Hal itu sehingga upaya-upaya pencegahan dan penanggulangannya tidak tepat bahkan cenderung bisa menjadi masalah karena keterlibatan pihak-pihak yang memiliki kepentingan.
Advertisement
"Stunting adalah kondisi terjadinya gangguan gizi kronik yang berlangsung dalam rentang 1000 hari pertama kehidupan anak sejak dalam kandungan hingga berusia 2 tahun, yang ditandai dengan panjang badan atau tinggi badan menurut umur berada di bawah -2 SD dengan akibat kecerdasan di kemudian hari tidak optimal dan risiko penyakit kronik seperti hipertensi, diabetes, sindrom metabolik, kanker serta obesitas," demikian keterangan resmi diterima TIMES Indonesia, Selasa (2/1/2024)
Menurut organisasi ini, stunting bisa dicegah melalui pendekatan spesifik seperti perbaikan gizi ibu dan anak dan pendekatan sensitif yakni semua kontribusi yang menyebabkan tumbuh kembang anak tidak optimal seperti pola asuh, kebersihan, literasi orang tua, sarana air minum dan sanitasi, imunisasi, dan sebagainya.
Dijelaskan, Permenkes 41/2014 telah menegaskan perubahan paradigma 4 sehat 5 sempurna yang tidak relevan lagi menjadi gizi seimbang. Dengan demikian, jelas bahwa susu bukan faktor penyempurna gizi apalagi menjadi kebutuhan primer di masa pertumbuhan.
"Satu-satunya asupan gizi terbaik dan terlengkap di usia 0-6 bulan adalah Air Susu Ibu. Menyusu eksklusif menjadi pedoman nasional dan direkomendasikan WHO sebagai hak anak di 6 bulan pertama kehidupannya berlanjut hingga 2 tahun atau lebih, dengan Makanan Pendamping ASI yang memadai secara kualitas dan kuantitas sejak usia 6 bulan," jelasnya.
"Karena itu, kami merasa prihatin dengan kian maraknya isu pembagian susu di pelbagai kegiatan atau program-program yang dikaitkan dengan perbaikan gizi anak," ujarnya.
Sikap GKIA
Karena pertimbangan semua hal di atas, maka GKIA mengambil sikap berikut:
Pertama, bagi semua pihak yang berkepentingan, untuk mengkaji dengan sungguh-sungguh dan mengambil langkah antisipatif yang tegas terhadap dampak promosi konsumsi susu untuk anak-anak sebagai upaya percepatan perbaikan gizi yang berisiko meningkatnya kasus intoleransi laktosa akibat konsumsi susu di kalangan anak di Indonesia, risiko alergi susu, serta risiko kejadian penyakit yang dihantarkan oleh susu yang tidak ditangani dan disimpan sesuai standar.
Kedua, lebih meningkatkan upaya promosi menu gizi seimbang di kalangan anak usia sekolah dengan penekanan pada konsumsi variasi jenis makanan bergizi dari sumber bahan pangan lokal, musiman dan terjangkau, seperti buah, sayur, ikan, tempe, telur untuk menggantikan paradigma lama “4 sehat 5 sempurna” yang menekankan konsumsi susu sebagai penyempurna menu makanan sehari-hari dan yang sudah tidak dianjurkan oleh Badan Kesehatan Dunia maupun Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Ketiga, mendorong Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah dan semua pemangku kepentingan untuk menjadikan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) yang tercantum dalam Instruksi Presiden No 1 Tahun 2017 sebagai acuan dalam pengembangan kebijakan/peraturan di wilayah masing-masing yang salah satu komponennya adalah upaya penyediaan pangan sehat berdasarkan pedoman gizi seimbang.
"Begitu pula Juknis Kemenkes 2023 untuk Pemberian Makanan Tambahan bisa digunakan sebagai panduan nasional," ujarnya.
Sekedar informasi, Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak atau GKIA ini adalah koalisi masyarakat sipil Indonesia yang anggotanya terdiri dari organisasi dan individu yang memiliki kesamaan tujuan dalam memperjuangkan peningkatan status kesehatan ibu, anak dan remaja di Indonesia, dan tunduk pada konvensi hak azasi manusia, konvensi penghapusan kekerasan terhadap perempuan, dan konvensi hak anak.
GKIA diluncurkan pada bulan Juni 2010 oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) Republik Indonesia sebagai bagian dari upaya masyarakat sipil untuk ikut berkontribusi dalam pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) yang saat ini dilanjutkan dengan Sustainable Development Goals (SDGs). (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Sholihin Nur |