Kesehatan

Pemkab Banyuwangi Optimistis Zero Kasus Kematian Ibu Saat Melahirkan

Senin, 22 Januari 2024 - 14:21 | 35.67k
Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Dinas Kesehatan Banyuwangi, Amir Hidayat. (FOTO: Anggara Cahya/TIMES Indonesia)
Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Dinas Kesehatan Banyuwangi, Amir Hidayat. (FOTO: Anggara Cahya/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur terus berupaya menekan kasus Angka Kematian Ibu (AKI) saat melahirkan hingga Zero Kasus di tahun 2024 yang terbilang cukup tinggi pada 2023.

“Angka kematian ibu ada 28 kasus di 2023, bagi saya masih sangat tinggi dan itu harus di nol kan,” kata Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani, Senin (22/1/2024).

Advertisement

Sebelumnya, Ipuk dengan tegas mengatakan saat wawancara, optimis di 2024 target Zero Case AKI tersebut dapat tercapai. Adanya evaluasi hingga monitoring kepada para Kepala Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di seluruh Bumi Blambangan diharapkan mampu mewujudkan target tersebut.

“Dengan target yang saya minta, dengan evaluasi monitoring yang kami lakukan, saya rasa kepala puskesmas akan terpantau. Kalau tidak tercapai akan kita ganti lagi,” tegas Ipuk.

Sementara itu, Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Banyuwangi Amir Hidayat mengatakan, bahwasanya penekanan kasus kematian ibu saat melahirkan atau disebut Neonatus itu, tertuang dalam pakta integritas yang ditandatangani para kepala Puskesmas yang baru dilantik Bupati Ipuk pada Jumat, 19 Januari 2024.

“Ditargetkan di setiap wilayah tidak ada kematian ibu dan bayi. Ini atensi serius supaya mulai dari hulu ke hilir bisa diintegrasikan layanannya,” tandas Amir. 

Dijelaskan oleh Amir, Hulu yang dimaksud seperti Puskesmas, yang diharapkan dapat memberikan tindakan penanganan hingga rujukan segera. Selanjutnya setelah dirujuk ke rumah sakit, pasien akan mendapatkan penanganan tepat dan cepat. 

“Semoga pada tahun 2024 sudah tidak ada lagi kasus kematian ibu dan bayi,” tuturnya.

Untuk mengetahui penyebab dari kematian ibu saat melahirkan sendiri, masih Amir, dapat diakibatkan oleh beberapa faktor. Salah satunya yang paling rawan ibu hamil dengan resiko tinggi adalah hamil di usia yang terlalu dini.

“Jadi minimal usia kehamilan saat usia 21 tahun, kalau menilik undang-undang perkawinan bisa dilakukan umur 19 tahun. Di bawah usia itu organ belum siap,” jelas Amir. 

Tak hanya itu, Amir juga menambahkan, ibu hamil dengan resiko tinggi lainya adalah usia kehamilan yang terlalu tua yakni di atas 35 tahun. Dalam beberapa kasus ditemukan tidak adanya pelaporan ke tenaga medis, sehingga telat deteksi. 

Begitu juga halnya dengan kasus ibu yang memiliki riwayat melahirkan terlalu banyak dengan jarak kehamilan yang terlalu dekat juga sangat beresiko, yang pada seharusnya minimal berjarak 2 tahun. 

Amir berharap, adanya deteksi dini, berkaca dari pengalaman penting dari tahun sebelumnya, tenaga kesehatan dapat mengantisipasi kejadian agar tidak terjadi keterlambatan dalam penanganan dan rujukan.

“Segera laporkan bila terdapat kejadian kegawatdaruratan pada ibu hamil dan balita,” pungkas Amir. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES