Mengenal Perlemakan Hati: Ancaman Kesehatan yang Sering Diabaikan
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Perlemakan hati, atau Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD), adalah kondisi metabolisme hati yang sering tidak terdiagnosis. Dengan statistik menunjukkan bahwa 47 dari setiap 1000 orang di dunia terkena NAFLD setiap tahun, penting untuk memahami implikasi kesehatannya.
NAFLD merupakan masalah kesehatan global yang meningkat seiring perubahan gaya hidup. Tingginya prevalensi di Amerika Selatan, Timur Tengah, dan khususnya di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, menunjukkan perlunya kesadaran dan tindakan pencegahan.
Advertisement
Faktor seperti urbanisasi, diet barat, dan gaya hidup sedentary berkontribusi terhadap peningkatan kasus. Dr dr Syifa Mustika, SpPD-KGEH Finasim dari RSSA Malang, menekankan bahwa kondisi seperti diabetes melitus, hipertensi, obesitas, dan konsumsi alkohol yang berlebihan juga meningkatkan risiko NAFLD.
Gejala dan Diagnosis
NAFLD sering disebut sebagai 'silent liver disease' karena gejalanya yang minim pada tahap awal. Pada tahap lanjut, pasien mungkin mengalami gejala seperti kembung, mual, ketidaknyamanan perut, dan perubahan warna kulit.
"Diagnosis dilakukan melalui pemeriksaan darah, urin, ultrasonografi perut, dan biopsi hati," ujar pengurus LK PBNU ini.
Dijelaskan Dokter Syifa, menurut AASLD, tidak ada terapi tunggal yang efektif untuk NAFLD. Pengobatan berfokus pada penurunan berat badan, pengelolaan penyakit metabolik, aktivitas fisik, dan menghindari faktor risiko seperti rokok dan alkohol.
"Transplantasi hati hanya dipertimbangkan dalam kasus sirosis yang parah," jelas dosen FK UB Malang ini.
Di pihak lain, sambung Dokter Syifa, menjaga gaya hidup sehat adalah kunci utama dalam pencegahan NAFLD. "Penting untuk diet seimbang, aktivitas fisik teratur, dan pemeriksaan kesehatan rutin," tandasnya.
"Perlemakan hati merupakan masalah kesehatan yang serius dan memerlukan perhatian lebih. Melalui pendidikan, pencegahan, dan pengobatan yang tepat, kita dapat mengurangi dampak penyakit ini," jelasnya menyimpulkan. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Rifky Rezfany |