Dikenal Sebagai 'Silent Killer', Penderita Hipertensi Perlu Cek Mandiri Berkala

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Hipertensi atau tekanan darah tinggi berada pada urutan pertama penyebab penyakit paling mematikan di dunia yaitu kardiovaskular berupa serangan jantung dan stroke. Ibarat silent killer, penyakit ini datang membunuh secara tiba-tiba.
Ada sejumlah faktor penyebab hipertensi. Yaitu faktor psikologis, asupan makanan, konsumsi minuman beralkohol, usia dan obesitas. Penyakit jantung bawaan juga menjadi salah satu penyebab lain.
Advertisement
"Gaya hidup merupakan faktor yang pertama pemicu hipertensi," terang Ketua Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Cabang Jawa Timur, Dr dr Ade Armada Sutedja, SH, MHKes, MKP saat acara Simposium Heart Health yang digelar OMRON, Minggu (19/5/2024).
Berdasarkan data Riskesdas 2018, lanjut dr Ade, prevalensi penduduk dengan tekanan darah tinggi di Provinsi Jatim sebesar 36,3 persen. Dibandingkan Riskesdas 2013 yang sebesar 26,4 persen, prevalensi tekanan darah tinggi mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
"Prevalensi hipertensi ini semakin meningkat seiring dengan pertambahan umur," katanya.
Estimasi penderita hipertensi yang berusia di atas usia 15 tahun sendiri ada 11 juta lebih di Jatim, tepatnya 11.600.444 jiwa. Proporsinya laki-laki 48 persen dan perempuan 51 persen. Dari jumlah tersebut, penderita hipertensi yang mendapatkan pelayanan kesehatan sebesar 61,10 persen atau 7.088.136 penduduk.
Sementara jika dibandingkan data tahun 2021, ada peningkatan sebesar 12,10 persen pada penderita hipertensi di Jatim yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar pada tahun 2022.
Bahkan anggaran coverage untuk penyakit hipertensi yang dibiayai oleh BPJS Kesehatan mencapai Rp2,8 triliun, tahun 2017 dan 2018 naik menjadi sebesar Rp3 triliun.
Berada pada urutan teratas sebagai penyebab stroke yang berujung pada kondisi disabilitas dan potensi mengancam nyawa, maka sangat penting melakukan pemeriksaan tekanan darah secara berkala sejak dini.
Di Indonesia sendiri ada 15,5 juta kasus penyakit jantung pada 2022. Angka ini meningkat dari 12,93 juta kasus pada 2021 dan mengakibatkan 245.343 kematian akibat penyakit jantung koroner dan 50.620 kematian akibat penyakit jantung hipertensi tiap tahun.
"Tekanan darah tinggi juga merupakan faktor risiko utama untuk stroke," kata dr Ade.
Maka, apabila sudah terdeteksi mengalami hipertensi, Dokter Ade menyarankan agar pasien tidak langsung membeli obat. Namun memeriksa diri ke dokter. Karena hipertensi seperti fenomena gunung es, dikhawatirkan ada penyakit penyerta.
"Begitu tekanan darah tinggi, didiagnosa dan langsung berobat teratur," jelasnya.
Salah satu langkah pencegahan sederhana namun efektif adalah memiliki alat ukur tekanan darah di rumah. Alat itu harus mudah digunakan dan akurat.
"Kepemilikan alat ukur tensi di rumah bertujuan untuk memantau tekanan darah secara berkala dan memudahkan penderita hipertensi untuk memonitor tekanan darah mereka, sehingga dapat lebih proaktif dalam mengelola kondisi kesehatan," tutur dr Ade.
Langkah sederhana tersebut diharapkan dapat membantu menurunkan jumlah penderita hipertensi secara keseluruhan dan pada akhirnya mengurangi angka penderita jantung dan stroke.
Dokter Ade kemudian memberikan contoh alat tensi gangguan jantung OMRON Complete. Alat itu dapat memonitor tekanan darah lengan atas dengan teknologi EKG built-in yang dapat mengukur tekanan darah dan EKG secara bersamaan.
"Kemampuan mengukur kedua faktor risiko stroke dalam satu alat akan memudahkan mereka yang mengalami AFib untuk melacak kondisi dan mengetahui kapan harus mencari pengobatan," tandasnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur OMRON Health Care, Tomoaki Watanabe mengungkapkan, pihaknya secara aktif menjalankan kampanye rutin memantau tekanan darah. OMRON juga mendonasikan alat tensi (Blood Pressure Monitor) digital bekerjasama dengan organisasi-organisasi terkait di berbagai negara.
"Untuk hari ini kami mendonasikan 500 alat tensi digital kepada dokter umum dan klinik di Jatim bekerjasama dengan PDUI Jatim. Semoga semakin meningkatkan kualitas layanan kesehatan," ungkapnya.
Selain donasi, OMRON dan PDUI Jatim juga menggelar simposium bertajuk "Hearth Health : Keeping Your Cardiovascular Well-being in Check" yang dihadiri 100 dokter umum dari berbagai kota di Jatim.
Sebagai tambahan informasi, kesadaran diagnosis hipertensi di Indonesia sendiri masih sangat rendah. Laporan WHO menyatakan tingkat diagnosis hipertensi di Indonesia hanya 36 persen lebih rendah di dibandingkan Vietnam 47 persen dan India 37 persen.
Rendahnya kesadaran diagnosa hipertensi itu karena kesempatan pemeriksaan kesehatan yang juga rendah, terutama jika tidak ditanggung asuransi perusahaan, dan rendahnya kepemilikan alat ukur tensi di kalangan masyarakat. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Sholihin Nur |