Kesehatan

Angka Kasus Tuberkulosis Masih Tinggi di Jatim, Potensi TBC Subklinis Harus Diwaspadai

Kamis, 27 Juni 2024 - 22:00 | 46.91k
Senior TB Advisor, USAID BEBAS TB, dr. Adhi Sanjaya, MSc-IH, saat mendampingi kegiatan skrining TBC dengan X-Ray di Desa Tegalsari, Kepanjen, Kabupaten Malang, Kamis (27/6/2024). (Foto: Amin/TIMES Indonesia)
Senior TB Advisor, USAID BEBAS TB, dr. Adhi Sanjaya, MSc-IH, saat mendampingi kegiatan skrining TBC dengan X-Ray di Desa Tegalsari, Kepanjen, Kabupaten Malang, Kamis (27/6/2024). (Foto: Amin/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Kasus Tuberkulosis (TB/TBC) menjadi penyakit yang masih terus diwaspadai di Jawa Timur. Selain kasus TBC yang sudah ditemukan, perlu diantipasi potensi TBC subklinis. 

Senior TB Advisor, USAID BEBAS TB, dr. Adhi Sanjaya, MSc-IH. mengungkapkan, penanganan kasus Tuberkulosis di Kabupaten Malang perlu didukung, karena masih di bawah rata-rata di Jawa Timur. 

Advertisement

Terlebih, Jawa Timur dan Kabupaten Malang, termasuk wilayah dengan kepadatan populasi cukup tinggi. Dengan permukiman yang terlalu padat dan berdempetan, menambah risiko penularan kasus TB/TBC. 

"Mengatasi kasus TBC bisa dilakukan dengan sistematisasi melalui skrining, untuk menemukan TBC aktif yang masih menular di masyarakat. Selain itu, juga bisa untuk menotifikasi TBC subklinis. Ini juga perlu diwaspadai," kata Adi Sanjaya, dalam kesempatan kegiatan skrining TBC dengan X-Ray mobile oleh kemitraan USAID Bebas TB, di Kepanjen, Kabupaten Malang, Kamis (27/6/2024). 

TBC subklinis sendiri, menurutnya adalah risiko kasus Tuberkulosis tanpa gejala, namun dalam organ pengidapnya sudah terpapar kuman atau bakteri tuberkulosis. 

"Jadi, ada TBC subklinis yang sebenarnya sudah mengenai orang, namun tidak dirasakan gejala klinisnya. Ini karena, kuman TBC yang sudah masuk dalam tubuh cenderung tidak, bahkan bisa berbulan-bulan," terang Adi.

skrining-TBC.jpg

Kemampuan kuman TBC menyerang orang yang mengidapnya, terangnya, juga bergantung daya tahan atau kekebalan tubuh (imunitas) orang tersebut. 

"Tidak jarang kasus TBC subklinis yang ditemukan dan bisa membahayakan, jika tidak segera ditangani. Ada yang terkena sejak muda, namun merasa tetap sehat. Tetapi, saat sudah lanjut usia baru ditemukan. Ya, karena kuman TBC cenderung tidur, tidak langsung menyerang," jelasnya. 

Meski demikian, tuberkulosis bisa digolongkan penyakit ganas dan bisa menyebabkan fatalitas. Seperti halnya kasus demam berdarah, jika kekebalan tubuh pengidapnya tidak kuat, maka bisa menyebabkan penyakit berkepanjangan. 

Orang pengidap TBC, bisa mengalami gejala batuk, demam meski tidak tinggi, berat badan menurun, dan rasa nyeri. Untuk pengobatannya, sementara ini membutuhkan waktu minimal 6 bulan tanpa putus. 

"Kasus TBC yang dialami pengidap HIV/AIDS bisa sangat membahayakan, karena imunitas penderita cenderung terus melemah," imbuhnya. 

Penanganan TBC yang diawali skrining X-Ray di Kabupaten Malang ini dilakukan dengan kemitraan bersama Dinas Kesehatan, Puskesmas, pemerintah Desa Tegalsari dan USAID BEBAS TB. Dukungan dan kolaborasi ini sangat penting untuk bisa menuntaskan kasus Tuberkulosis yang masih tinggi angka kejadiannya. (*) 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES