Kesehatan

Pemkab Sleman Imunisasi Massal Japanese Encephalitis

Senin, 02 September 2024 - 18:29 | 32.94k
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman meluncurkan program imunisasi Japanese Encephalitis (JE) di Pondok Pesantren (Ponpes) Pandanaran Ngaglik, Senin (2/9/2024). (Foto: Prokopim Pemkab Sleman)
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman meluncurkan program imunisasi Japanese Encephalitis (JE) di Pondok Pesantren (Ponpes) Pandanaran Ngaglik, Senin (2/9/2024). (Foto: Prokopim Pemkab Sleman)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SLEMAN – Pemerintah Kabupaten atau Pemkab Sleman meluncurkan program imunisasi Japanese Encephalitis (JE) di Pondok Pesantren (Ponpes) Pandanaran Ngaglik, Senin (2/9/2024). Peluncuran ini ditandai dengan pelaksanaan imunisasi JE bagi para santri di ponpes tersebut.

Menurut Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Sleman, dr. Khamidah Yuliati, Japanese Encephalitis (JE) adalah peradangan pada jaringan otak yang disebabkan oleh Japanese Encephalitis Virus (JEV). Penyakit ini ditularkan oleh nyamuk Culex dan dapat menular ke manusia maupun hewan peliharaan.

Advertisement

"Penyebaran penyakit ini meningkat selama musim hujan, ketika populasi nyamuk Culex bertambah. Orang yang terinfeksi virus ini sering kali tidak menunjukkan gejala yang jelas dan sering dikira hanya flu biasa. Gejala biasanya muncul antara 4 hingga 14 hari setelah gigitan nyamuk," jelas Yuliati.

Yuliati menambahkan bahwa pada anak-anak, gejala awal bisa berupa demam, iritabilitas, muntah, diare, dan kejang. Untuk melindungi anak-anak, vaksinasi JE perlu diberikan secara rutin sebagai bagian dari upaya pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, penanganan penyakit, dan pemulihan kesehatan.

"Kami berharap dengan adanya vaksin JE ini, masyarakat lebih memahami pentingnya vaksinasi untuk mencegah penularan Japanese Encephalitis," kata Yuliati.

Japanese Encephalitis merupakan salah satu penyebab utama ensefalitis virus di seluruh dunia dan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang signifikan di Asia, termasuk Indonesia. Angka kesakitan akibat JE adalah sekitar 1,8 per 100.000 penduduk, dengan Case-Fatality Rate (CFR) antara 20-30 persen. Selain itu, 30-50 persen dari mereka yang selamat bisa mengalami gejala sisa seperti kelumpuhan, kejang, perubahan perilaku, hingga kecacatan berat.

"Walaupun JE adalah penyakit serius, imunisasi adalah cara pencegahan yang efektif," tambah Yuliati.

Data di Indonesia menunjukkan bahwa 85 persen kasus JE terjadi pada kelompok usia ≤15 tahun, sementara 15 persen sisanya pada kelompok usia di atas 15 tahun. Berdasarkan kajian dan rekomendasi ITAGI tahun 2016, perlu dilakukan imunisasi tambahan massal sebelum introduksi imunisasi rutin JE.

Yuliati menjelaskan, pemberian imunisasi JE pertama kali dilakukan di Provinsi Bali pada tahun 2019, dimulai untuk anak usia 9 bulan hingga kurang dari 15 tahun, dan dilanjutkan dengan imunisasi rutin pada anak usia 10 bulan. Setelah itu, program serupa diadakan di Kalimantan Barat dan kemudian di DIY, termasuk Kabupaten Sleman.

"Pencanangan imunisasi JE ini, yang dimulai pada 2 September 2024 di Pondok Pesantren Pandanaran, adalah langkah strategis untuk mengajak semua lapisan masyarakat mendukung program imunisasi ini," ujar Yuliati.

Kepala Dinas Kesehatan DIY, Pembayun Setyaningastutie, berharap program vaksinasi JE dapat berjalan lancar, guna melindungi anak-anak dari risiko disabilitas akibat radang otak, seperti kelumpuhan dan gangguan saraf.

“Vaksinasi JE sangat penting untuk melindungi anak-anak kita dari risiko radang otak yang sulit diobati dan dapat berdampak serius pada kualitas hidup mereka,” katanya.

Pelaksanaan imunisasi JE di seluruh wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dijadwalkan berlangsung selama dua bulan, dengan target selesai pada akhir Oktober 2024. 

"Ketersediaan vaksin cukup untuk mencakup sasaran, sekitar 600 ribu lebih anak usia 9 bulan hingga 15 tahun di seluruh DIY. Kami berharap imunisasi ini selesai pada bulan September dan Oktober. Karena pada bulan November, kami akan memulai imunisasi untuk anak usia 10 bulan," jelas Pembayun Setyaningastutie.

Ia juga menyampaikan bahwa meskipun program imunisasi awalnya dijadwalkan dimulai serentak pada 3 September, Kabupaten Sleman memulainya lebih awal. "Hal ini tidak menjadi masalah, yang terpenting adalah mencapai target minimal 95 persen anak tervaksinasi," kata Pembayun.

Menurut Pembayun, meski temuan kasus JE di DIY sudah lama tidak ada, vaksinasi dilakukan sebagai langkah antisipatif mengingat risiko yang ada.

"Oleh karena itu, kami mengharapkan bantuan dari media untuk menyebarluaskan informasi dan mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam program ini, meskipun tantangan seperti ketakutan terhadap jarum suntik tetap ada," ujarnya.

Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman telah memulai imunisasi JE secara massal sejak awal September, menyasar ratusan ribu anak usia 9 bulan hingga 15 tahun di Bumi Sembada. Imunisasi ini diberikan secara gratis di berbagai fasilitas kesehatan, termasuk Posyandu dan Puskesmas, serta di sekolah-sekolah dan tempat lain yang ditunjuk sebagai lokasi pelayanan imunisasi. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES