
TIMESINDONESIA, MALANG – Kehidupan seksual tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan manusia, tidak terkecuali para Imam Katolik yang dituntut untuk melakukan hidup membujang atau selibat. Bagi mereka (selibater), hidup selibat merupakan panggilan hati untuk melayani umat. Di satu sisi, selibater merupakan manusia biasa yang memiliki kebutuhan seksual yang harus dipenuhi, namun di sisi lain, order untuk hidup selibat yang sangat mengikat membuat mereka harus mati raga demi menjaga kemurnian sikap. Order hidup selibat semakin rumit ketika kehidupan manusia tidak hanya ada pada dimensi nyata, tetapi juga dimensi maya. Berbagai platform media digital memberikan kesempatan bagi selibater untuk memenuhi berbagai kebutuhan, tidak terkecuali kebutuhan seksual.
Secara garis besar, Muhammad Najih Farihanto menjelaskan tentang bagaimana kehidupan para selibater di dunia nyata dan maya dalam sebuah penelitian Disertasi. Mengingat tema yang cukup sensitif, ia memberikan nama samaran untuk institusi kesukupan, seminari tinggi, dan informan serta subjek kajian. Mahasiswa program studi Doktor Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang ini mengawali order untuk melakukan hidup selibat ketika menempuh pendidikan di Seminari Tinggi Bahagia yang merupakan bagian dari Keuskupan Venetia. Pendidikan calon imam katolik ditempuh selama tujuh tahun, hingga masuk pada tahap tahbisan imamat. Berbagai permasalahan khususnya masalah seksual yang dilakukan oleh oknum selibater, dari mulai pelecehan seksual hingga candu terhadap pornografi dan masturbasi. Disinilah letak permasahannya. Order selibat ternyata tak semudah yang diharapkan. Terdapat negosiasi dalam order selibat yang dilakukan oleh para selibater.
Advertisement
Secara teoritik, ia menggunakan negotiated order yang dicetuskan oleh Anselm Strauss sebagai pisau analisisnya. Secara garis besar, term menjabarkan tentang peraturan-peraturan yang dinegosiasikan dalam proses interaksi. Mereka menjelaskan bahwa prinsip utama dari teori tatanan yang dinegosiasikan adalah bahwa organisasi berkumpul bukan karena formalitas peran mereka melainkan karena anggota mereka menciptakan dan membentuk kembali tatanan secara terus-menerus melalui negosiasi yang sedang berlangsung antara perjanjian formal dan informal (Baïada-Hirèche et al., 2011). Najih mencoba menambahkan variabel baru pada teori negotiated order Strauss, yakni variabel kehidupan maya. Aktor dapat mempermainkan identitas untuk berinteraksi sesuai dengan kebutuhan mereka di dunia maya tanpa harus menanggalkan perannya di dunia nyata.
Beberapa temuan yang berhasil diungkap oleh Najih seperti dalam perspektif struktur, Seminari Tinggi Bahagia merupakan Total Instution. Struktur yang ada tidak hanya berada pada organisasi Seminari saja, melainkan ada struktur yang jauh lebih memiliki kuasa, yakni garis instruksi dari mulai Kepausan, Kesukupan, dan Kevikepan. Hal ini sangat berkaitan dengan rencana tunggal yang menghasilkan pengawasan tunggal. Begitu juga dengan order yang terjadi, order selibat berasal dari rencana tunggal yakni Konsili Vatikan ke II yang diputuskan oleh Paus. Konsili Vatikan menghasilkan KGK yang menjadi pedoman hidup umat Katolik tidak terkecuali para Imam. Seminari Tinggi Samarijo sebagai sekolah calon Imam otomatis harus mengikut rencana tunggal yang telah ditetapkan oleh Paus, walaupun pada perjalannya para calon Imam dalam mempersepsi order selibat juga memiliki dinamika terutama dalam kehidupan seksual.
Dilihat dari sudut pandang praktis, penelitian ini juga menggambarkan tentang fakta yang terjadi di lapangan, yakni terdapat beberapa order selibat yang dilanggar khususnya dalam lingkup kehidupan seksual oleh selibater diantaranya adalah masih ditemukannya kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum Imam kepada umatnya. Selain itu, masih adanya relasi special antara oknum Imam dengan awam, juga menjadi bukti bahwa order selibat yang harus dijunjung oleh Imam nyatanya masih dilanggar. Fenomena lain yakni masturbasi dan pornografi menjadi jalan tengah selibater untuk mengakomodir kebutuhan dalam kehidupan seksualnya. Bahkan dalam forum internum para calon Imam diminta untuk membuat jurnal frekuensi masturbasi, dengan kata lain masturbasi secara institusi diperkenankan dilakukan walaupun dengan perjanjian terselubung. Selain itu adanya TPK (Tim Protokol Kepribadian) yang dibentuk oleh keuskupan juga merupakan bentuk kongkrit dari adanya negotiated order dalam order selibat. Mereka memberikan sangsi suspensi bagi imam yang bermasalah dengan etika seksualnya. Fenomena kehidupan seksual selibater membuktikan bahwa tatanan sosial yang terjadi di Seminari Tinggi Bahagia tidak selamanya stabil. Para aktor yang terlibat didalamnya terlibat interaksi dan saling mempersepsi atas order-order yang ada di dalam struktur sosial. Dalam mempersepsi order, para aktor melakukan proses negosiasi agar apa yang menjadi kebutuhannya terakomodir, termasuk dalam hal ini adalah kehidupan seksual selibater.
Selain itu, Najih juga memberikan gambaran bahwa kehidupan seksual selibater dibagi menjadi dua, yakni kehidupan seksual nyata dan maya. Kehidupan seksual nyata adalah kehidupan seksual yang berkaitan dengan sentuhan fisik dan perasaan secara langsung, aktor-aktor yang terlibat di dalamnya dapat mengekspresikan persaannya secara langsung tanpa harus terdistraksi oleh adanya media yang menfasilitasinya. Sementara itu, kehidupan seksual maya adalah kehidupan seksual yang terjadi dalam realitas maya atau virtual. Adanya realitas virtual membukatikan bahwa adanya interaksi yang dilakukan masyarakat virtual. Negotiated order dalam kehidupan seksual semakin ternegasikan dengan adanya komunitas virtual karena dalam komunitas virtual para aktor dapat memainkan budaya dan identitas.
Bagaimanapun, sebagai peneliti Najih menyadari bahwa apa yang ia teliti masih terdapat kekurangan dan ia berharap kekurangan tersebut dapat menjadi inspirasi peneitian baru khususnya dalam kajian negotiated order dalam kehidupan seksual selibater. Harapannya diskursus dalam buku ini dapat memantik peneliti lain untuk mendalami kajian negotiated order di masyarakat khususnya yang berkaitan dengan kehidupan seksual di dunia nyata dan maya.
***
*) Oleh: Muhammad Najih Farihanto, Mahasiswa program studi Doktor Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Rochmat Shobirin |