Forum Dosen

Tantangan Bakal Calon Independen dalam Kontestasi Pilkada 2024

Senin, 12 Agustus 2024 - 11:11 | 35.03k
Beni Nur Cahyadi, S.Pd.I., M.Pd., M.H., Dosen STAIMAS Wonogiri
Beni Nur Cahyadi, S.Pd.I., M.Pd., M.H., Dosen STAIMAS Wonogiri
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, WONOGIRI – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 di Indonesia menjadi ajang kontestasi politik yang semakin ketat, terutama bagi bakal calon kepala daerah yang ingin maju melalui jalur independen. Jalur independen, meski memungkinkan, menghadirkan berbagai tantangan yang luar biasa beratnya. 

Persyaratan administratif dan teknis yang sangat ketat membuat perjalanan menuju pendaftaran di Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) menjadi tantangan yang monumental.

Advertisement

Calon yang memilih jalur independen dihadapkan pada tugas yang tidak mudah, seperti pengumpulan dukungan dalam jumlah besar dari masyarakat yang harus diverifikasi oleh KPUD. Hal ini menjadi sangat sulit dibandingkan dengan calon yang didukung oleh partai politik. 

Partai politik sebagai kendaraan politik memberikan keuntungan besar dalam kontestasi ini, terutama karena mereka telah memenuhi ambang batas parlemen dan memiliki infrastruktur serta sumber daya yang lebih matang untuk mendukung kampanye.

Dalam situasi ini, tidak jarang kita temukan individu-individu dengan kapasitas dan kapabilitas luar biasa, yang memiliki kompetensi, wawasan, serta popularitas tinggi, namun gagal maju dalam Pilkada karena tidak mendapatkan dukungan partai politik atau gabungan partai politik. 

Sistem ini secara tidak langsung menyeleksi calon-calon kepala daerah agar hanya mereka yang memiliki modal politik dan kampanye yang kuat yang bisa maju ke tahapan selanjutnya.

Pemilih dihadapkan pada pilihan yang tidak banyak, seringkali hanya terdiri dari empat hingga lima pasangan calon, akibat beratnya syarat-syarat pencalonan. Dengan batasan-batasan tersebut, calon independen sering kali kesulitan untuk menembus tahapan-tahapan tersebut, meskipun mereka memiliki kualitas kepemimpinan yang baik.

Melihat fenomena ini, muncul pertanyaan apakah sistem ini benar-benar menuju keadilan politik yang positif atau malah menambah beban dalam proses demokrasi yang panjang dan mahal. 

Dalam kondisi ini, masyarakat seringkali kebingungan dengan banyaknya berita tentang bakal calon yang belum jelas statusnya, hingga akhirnya KPU menetapkannya sebagai calon resmi.

Sebagai pemilih, penting bagi kita untuk menyadari bahwa proses Pilkada ini bukan hanya tentang memilih pemimpin untuk lima tahun ke depan, tetapi juga tentang memahami dinamika politik yang terjadi di balik layar. 

Dengan pemahaman yang lebih baik, diharapkan kita dapat membuat pilihan yang tepat, meski dalam kondisi yang serba terbatas dan penuh tantangan.

***

*) Oleh : Beni Nur Cahyadi, S.Pd.I., M.Pd., M.H., Dosen  STAIMAS Wonogiri.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES