Refleksi Kesaktian Pancasila pada Kedaruratan Tawuran Remaja

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kasus ditemukannya mayat 7 remaja di Kali Bekasi, Jatiasih, Kota Bekasi yang diduga akan melakukan rencana aksi tawuran pada 22 September 2024 lalu, menjadi salah satu dari sekian persoalan tawuran yang sedang marak di kalangan remaja saat ini.
Tawuran remaja di Indonesia telah menjadi masalah serius yang mengancam keselamatan dan masa depan generasi muda saat ini. Fenomena ini tidak hanya merugikan para remaja itu sendiri, tetapi juga berdampak negatif pada masyarakat luas.
Advertisement
Secara sosiologis, setidaknya ada empat aspek kecenderungan dalam kenakalan remaja, diantaranya berkaitan dengan: (a) aspek perilaku sosial yang ingin melanggar aturan atau nilai-norma atau status sosial tertentu; (b) aspek perilaku sosial yang cenderung ingin membahayakan diri sendiri dan orang lain; (c) aspek perilaku sosial yang ingin mengakibatkan korban materi; dan (d) aspek perilaku sosial yang ingin mengakibatkan korban fisik. Maka dari aspek tersebut, tawuran remaja adalah manifestasi dari bentuk kenakalan remaja.
Tawuran remaja ini juga lekat dengan realitas kekerasan pada kehidupan remaja dengan berbagai motifnya. Hal ini senada dengan hasil penelitian dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2020. Bahwa setiap tahun terjadi 200.000 pembunuhan anak muda usia 12-29 tahun.
Ada 84 persen kasus melibatkan laki-laki usia muda atau remaja laki-laki. WHO menyatakan kekerasan pada anak muda menjadi isu kesehatan global yang harus mendapat perhatian serius. Menurut WHO, bentuk kekerasan di kalangan remaja lebih sering terjadi di perkotaan dalam bentuk kekerasan fisik, perundungan, kekerasan seksual, hingga pembunuhan.
Keterlekatan kekerasan pada kehidupan remaja saat ini bisa kita saksikan pada para pelaku aksi tawuran remaja yang tidak takut membawa dan menggunakan senjata tajam untuk melukai hingga membunuh lawannya di ruang publik. Selain itu juga para pelaku tidak takut mengunggah video aksi tawurannya di akun media sosial. Bahkan mereka, baik yang bersifat personal maupun kelompok sengaja membuat akun media sosial seperti instagram dengan berbagai konten video aksi tawuran dengan motif eksistensi diri hingga menerima “endorse”.
Tawuran remaja biasanya dipicu oleh masalah sepele, seperti perselisihan antar sekolah, masalah personal, ejekan di media sosial, pengaruh negatif teman sebaya, perbedaan dukungan terhadap tim sepak bola, hingga masalah eksistensi diri. Selain itu, kurangnya bimbingan dan perhatian dari orang tua dan termasuk guru di sekolah turut berkontribusi terhadap perilaku agresif ini. Kurangnya penerapan sanksi yang tegas dari pihak orang tua, sekolah, dan aparat penegak hukum juga turut semakin meningkat maraknya aksi tawuran remaja ini.
Untuk itu dengan kondisi darurat tawuran remaja saat ini, perlu semua pihak berusaha untuk mencari formulasi meminimalisir aksi-aksi tawuran remaja yang dapat merugikan pelajar itu sendiri, pihak keluarga, dan masyarakat. Lembaga-lembaga negara yang terkait perlu duduk bersama membahas persoalan serius tawuran remaja yang kian hari makin meresahkan dengan merumuskan kebijakan jitu dalam penanggulangan aksi tawuran remaja ini, baik upaya preventif hingga sanksi tegas apa yang perlu diberikan bagi para pelaku tawuran remaja ini.
Negara tidak boleh menganggap masalah tawuran remaja bukan masalah prioritas dibanding masalah lainnya di republik ini. Sebab dari aksi tawuran remaja ini akan berdampak pada masalah-masalah sosial lainnya dan termasuk karakter bangsa. Visi Indonesia Emas 2045 tidak akan tercapai jika karakter bangsanya penuh dengan kekerasan dan jauh dari nilai-nilai Pancasila. Sebab remaja hari ini adalah generasi bangsa di masa depan. Untuk itu membentuk remaja yang berkarakter dan berkualitas saat ini menjadi investasi bangsa dan negara di masa depan.
Refleksi Kesaktian Pancasila
Setiap 1 Oktober, bangsa dan negara ini memperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Suatu momen bersejarah yang diperingati untuk menghormati dan merayakan nilai-nilai dasar Pancasila sebagai landasan negara Indonesia. Sejarah Kesaktian Pancasila yang penuh makna mendalam untuk bangsa dan negara ini mengingatkan pentingnya nilai-nilai Pancasila sebagai landasan negara.
Ini juga momentum untuk merenungkan dan merayakan persatuan, keadilan, dan komitmen terhadap Pancasila yang akan terus memandu negara Indonesia menuju masa depan yang lebih baik dengan anugerah masyarakatnya yang majemuk.
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia memiliki nilai-nilai luhur yang seharusnya menjadi pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kita menyaksikan fenomena tawuran remaja yang semakin mengkhawatirkan. Tawuran ini tidak hanya mencerminkan krisis moral di kalangan generasi muda, tetapi juga menunjukkan bahwa nilai-nilai Pancasila belum sepenuhnya di internalisasi dalam diri mereka.
Tawuran remaja sering kali dipicu oleh berbagai faktor, mulai dari masalah sepele hingga konflik antar kelompok. Menurut data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, pada tahun 2020, terdapat lebih dari 1.500 kasus tawuran yang melibatkan pelajar di berbagai daerah (Kemdikbud, 2020).
Angka ini menunjukkan bahwa tawuran remaja bukan sekadar insiden lokal, tetapi merupakan masalah nasional yang perlu ditangani secara serius. Tawuran ini tidak hanya mengakibatkan cedera fisik, tetapi juga menimbulkan trauma psikologis bagi para pelaku dan korban. Dalam konteks ini, Pancasila sebagai ideologi negara dapat berperan penting dalam membentuk karakter dan perilaku remaja.
Salah satu nilai utama Pancasila adalah "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab." Nilai ini menekankan pentingnya menghormati sesama manusia dan menyelesaikan konflik dengan cara yang bermartabat. Jika remaja memahami dan menginternalisasi nilai ini, mereka akan lebih cenderung untuk menyelesaikan perbedaan pendapat dengan dialog, bukan dengan kekerasan.
Misalnya, dalam program pendidikan karakter yang diterapkan di beberapa sekolah, seperti di SMPN 1 Yogyakarta, siswa diajarkan untuk menghargai perbedaan dan menyelesaikan konflik melalui mediasi. Hasilnya, sekolah tersebut berhasil mengurangi angka tawuran hingga 70% dalam dua tahun terakhir.
Selain itu, Pancasila juga mengajarkan nilai "Persatuan Indonesia." Tawuran remaja sering kali terjadi karena adanya perpecahan antar kelompok yang merasa terasing atau tidak diakui hingga persoalan sepele. Dengan menanamkan rasa persatuan dan kebersamaan, remaja akan lebih memahami pentingnya solidaritas dan kerja sama.
Program-program yang melibatkan remaja dalam kegiatan sosial, seperti bakti sosial atau olahraga antar sekolah, dapat membantu membangun rasa persatuan. Sebagai contoh, kegiatan Liga Sepak Bola Pelajar di Jakarta yang melibatkan berbagai sekolah dari latar belakang berbeda berhasil menciptakan hubungan yang lebih baik antar siswa, sehingga mengurangi potensi tawuran.
Namun, untuk mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, peran orang tua dan masyarakat juga sangat penting. Pendidikan di rumah yang mengedepankan nilai-nilai Pancasila dapat membantu membentuk karakter anak sejak dini.
Orang tua perlu lebih aktif dalam mendidik anak tentang nilai-nilai Pancasila. Dengan demikian, kolaborasi antara sekolah, orang tua, dan masyarakat dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila adalah kunci untuk mengatasi masalah tawuran remaja.
Di sisi lain, pemerintah juga memiliki tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan remaja. Program-program yang mendukung kegiatan positif, seperti seni, olahraga, dan kewirausahaan, dapat menjadi alternatif bagi remaja untuk mengekspresikan diri dan menghindari tawuran.
Menurut data Badan Pusat Statistik, partisipasi remaja dalam kegiatan ekstrakurikuler dapat mengurangi risiko keterlibatan dalam tawuran hingga 50% (BPS, 2023). Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk terus mendukung dan mengembangkan program-program yang bermanfaat bagi remaja.
Selain peran pemerintah dalam membuat agenda kegiatan positif bagi remaja, pihak perguruan tinggi dan sektor swasta atau perusahaan melalui dana CSRnya juga dapat turut berkontribusi dengan menciptakan berbagai kegiatan positif bagi remaja untuk menanggulangi aksi tawuran remaja. Misalnya dengan menyelenggarakan berbagai kegiatan kompetisi olahraga bagi para pelajar, kompetisi perlombaan sains-sosial, penyuluhan bahaya aksi tawuran, hingga penyuluhan parenting bagi orang tua untuk peduli dan mengawasi pergaulan anak.
Di hari peringatan Kesaktian Pancasila, kita dapat merefleksikan nilai-nilai Pancasila memiliki potensi besar untuk menjadi solusi dalam menghadapi kedaruratan tawuran remaja. Dengan menginternalisasi nilai-nilai Pancasila, remaja diharapkan dapat mengembangkan sikap toleransi, menghargai perbedaan, dan menyelesaikan konflik dengan cara yang lebih baik.
Namun, untuk mencapai hal ini, diperlukan kerjasama antara sekolah, orang tua, masyarakat, pemerintah, bahkan peran perguruan tinggi serta sektor swasta. Tanpa adanya kolaborasi dari pihak-pihak terkait, maka upaya menanggulangi aksi tawuran remaja tidak akan berjalan maksimal. Hanya dengan pendekatan yang komprehensif dan terintegrasi, kita dapat berharap untuk mengurangi angka tawuran remaja dan menciptakan generasi yang lebih baik, sesuai dengan cita-cita Pancasila.
***
*) Oleh : Syaifudin, Dosen Sosiologi FIS UNJ.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rizal Dani |