
TIMESINDONESIA, BANTEN – Menteri Keuangan pada saat rapat rekontruksi anggaran dengan Komisi XI di Gedung DPR RI, 13 Februari 2025, mengumumkan kebijakan untuk membayar tunjangan kinerja kepada dosen ASN Kemendiktisaintek (14/02/2025).
Perlu diketahui bahwa tunjangan kinerja ASN adalah penghargaan dan pengakuan atas kinerja ASN, salah satu komponennya dalam bentuk pemberian tunjangan dan fasilitas baik yang bersifat jabatan atau individu.
Advertisement
Namun, sayangnya kebijakan tersebut keliru dan salah paham (tidak paham) hukum sehingga keadaan ekosistem pendidikan menjadi kacau balau, tidak nyaman, dan melahirkan diskriminasi baru.
Kebijakan pemerintah membayar tunjangan kinerja kepada sebagian dosen ASN yang bekerja di PTN BLU belum remunerasi, PTN satker dan Dosen DPK bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Sebagian lagi Dosen ASN yang bekerja di PTN BLU/BH yang sudah menerima remunerasi diserahkan kewajibanya pembayarannya kepada PTN BLU/BH yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Mereka statusnya sama yaitu pegawai ASN Pusat di Kemendiktisaintek, bukan pegawai PTN BLU/BH. Sehingga pembayaran tunjangan kinerja dosen ASN merupakan kewajiban kemendiktisaintek dan bukan kewajiban PTN BLU/BH.
Namun, kebijakan yang akan dijalankan oleh pemerintah adalah sebagian dosen ASN diberikan tunjangan kinerja yang bersumber dari APBN (mandatory), sebagian dosen ASN lainnya dialihkan tanggung jawabnya kepada PTN BLU/BH dengan diberikan remunerasi yang bersumber dari PNBP (fakultatif).
Artinya apa? pemerintah tidak bertanggung jawab dan tidak menjalankan undang-undang dengan sebaik-baiknya, seadil-adilnya dan selurus-lurusnya, dengan membuat “Kebijakan tunjangan kinerja dosen ASN, dengan dua perlakuan berbeda”.
Kebijakan politik anggaran pemerintah, menggunakan pendekatan politik adu domba atau politik belah bambu (sebagian diangkat (diberi tukin) dan sebagian diinjak (tidak diberi tukin), percis seperti gaya Belanda menyelesaikan persoalan di jaman penjajahan dulu, apakah kita masih berada di jaman itu?
Kebijakan tersebut melanggar ketentuan Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 Tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), yang mengatur bahwa, “Pendanaan penghargaan dan pengakuan bagi Pegawai ASN yang bekerja di lnstansi Pusat bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara.”
Berdasarkan ketentuan tersebut secara tegas dinyatakan bahwa pendanaan tunjangan kinerja bagi Pegawai ASN Pusat bersumber dari APBN. Artinya pendanaan tunjangan kinerja bagi Pegawai ASN tidak boleh menggunakan anggaran yang bersumber dari PNBP.
Apabila pemerintah tetap dengan kebijakan itu dan dituangkan dalam perpres, maka pemerintah dapat dikualifikasikan telah melakukan perbuatan melawan hukum yaitu melanggar ketentuan Pasal 50 ayat (2) UU ASN.
Kebijakan tersebut juga melanggar konstitusi negara, yaitu melanggar asas persamaan hukum, asas pengakuan, jaminan, perlindungan dan asas kepastian hukum, asas perlakuan yang adil dan layak, serta melanggar asas non diskriminasi.
Pasal-pasal yang dilanggar secara berturut-turut, yaitu Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.
Alih-alih berniat baik untuk memberikan kesejahteraan kepada dosen ASN, dengan skema “Kebijakan tunjangan kinerja dosen ASN, dengan dua perlakuan berbeda”. Menurut penulis, bukanlah kebijakan yang sesuai dengan hukum, bahkan melanggar UU ASN dan UUD 1945.
Lebih baik, pemerintah mengambil tanggung jawab secara penuh, dengan membayar tunjangan kinerja kepada semua dosen ASN kemendiktisaintek yang bersumber dari APBN sebagai wujud kepatuhan pemerintah terhadap UU ASN dan UUD 1945, sesuai amanat Pasal 50 ayat (2) UU ASN, sehingga tidak terjadi diskriminasi dan ketidakadilan bagi semua dosen ASN.
Kebijakan tanggung jawab secara penuh kepada semua dosen ASN, dapat diikuti dengan kebijakan menghilangkan pembayaran remunerasi dosen ASN di PTN BLU/BH.
Solusi ini, tentu akan berat pada beban negara, tetapi akan berdampak positif kepada PTN BLU/BH, sekaligus dapat mengurangi beban kemendiktisaintek pada anggaran bantuan BOPTN.
Dampak lainnya dapat dipastikan UKT tidak akan naik. Bahkan, UKT bisa diturunkan. Sehingga apa yang di cita-citakan Presiden Prabowo yaitu ASTA CITA ke-4, untuk memperkuat pembangunan sumber daya manusia, sain dan teknologi serta pendidikan dapat diwujudkan.
***
*) Oleh : Dr. Mochamad Arifinal, SH., MH., Dosen Aparatur Sipil Negara.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rizal Dani |