Forum Dosen

Pelantikan Kepala Daerah Serentak: Harapan Sejarah Baru

Jumat, 21 Februari 2025 - 17:30 | 9.92k
Mohammad Afifulloh, Dosen Fakultas Agama Islam dan Pascasarjana Unisma Malang.
Mohammad Afifulloh, Dosen Fakultas Agama Islam dan Pascasarjana Unisma Malang.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Sebanyak 900 lebih kepala daerah tingkat satu dan dua dilantik serempak oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 20 Februari 2025. Sejarah baru dalam kehidupan politik Indonesia.

Padahal biasanya Presiden hanya melantik kepala daerah tingkat provinsi dan selanjutnya kepala daerah tingkat kabupaten dilantik oleh Gubernur. Fenomena ini terjadi sebab pemilihan kepala daerah memang dilakukan secara serentak di seluruh wilayah Indonesia.

Advertisement

Berbagai pandangan tentu bermunculan memaknai pelantikan massal tersebut. Hegemoni pemerintah pusat tampak jelas menguat, seakan ingin menunjukkan bahwa seluruh pimpinan daerah selayaknya patuh dan tunduk pada titah pimpinan pusat.

Efektivitas kepemimpinan leih bisa terjamin dengan satu komando Presiden. Kebijakan-kebijakan pemerintah pusat tidak boleh dibantah apalagi dibelokkan oleh pimpinan daerah manapun. Semua kebijakan tetap linier satu garis dari pusat sampai daerah.

Harapan ini dipandang wajar bila proses pembangunan di negeri ini ingin berjalan mulus, lancar, tanpa hambatan riak-riak di daerah. Selama kebijakan berorientasi pada kesejahteraan rakyat, maka pandangan semacam ini dianggap sah-sah saja.

Sebagian juga memandang bahwa stabilitas politik menjadi kunci kelancaran proses membangun negara besar ini. Kerjasama dan kekompakan perlu terus dijaga dan bahkan dikembangkan antara pusat dan daerah.

Pola kolaboratif dan koperatif ditonjolkan demi menjalin pola kerja yang nyaman. Peredaman konflik dikedepankan ketimbang memantik permasalahan yang kurang produktif.

Semangat kesatuan memunculkan kohesivitas politik dan mendahulukan kepentingan nasional. Walaupun dalam praktiknya tidak semudah yang dibayangkan, riak politik tetap saja muncul di tengah kebijakan yang seakan mengabaikan aspirasi rakyat, contoh kecil adalah efisiensi anggaran di berbagai sektor, terutama sektor pendidikan.

Ketakutan masyarakat terhadap kehilangan berbagai subsidi bantuan biaya pendidikan merupakan alasan kuat terhadap munculnya demonstrasi di beberapa daerah. Lagi-lagi kelompok mahasiswa yang memiliki kepedulian dan keberanian menyuarakan suara rakyat. Dengan resiko yang tidak ringan, mahasiswa yang dikenal kelompok kritis tidak lelah dan terus akan memperjuangkan hak-hak rakyat.

Pemerintah pasti punya alasan-alasan tersendiri dalam merumuskan kebijakan. Namun, pemerintah juga butuh mendengar jeritan rakyat sebagai objek pelaksanaan kebijakan. Paradigama terbalik yang selama ini berlaku, bahwa rakyat yang senantiasa menerima dan berdampak pada kebijakan perlu diubah, seharusnya suara dan aspirasi rakyat yang didengar dan dijadikan landasan perumusan kebijakan.

Para wakil rakyat yang duduk di kursi parlemen belum tentu bisa menjadi representasi rakyat yang sebenarnya, pikiran mereka belum pasti mewakili pikiran rakyat, apalagi proses terpilihnya mereka melalui proses 'politik uang' dan praktik-praktik kurang manusiawi lainnya. 

Terlepas dari itu semua, rakyat Indonesia berharap kondisi kehidupan mereka lebih baik dan sejahtera. Tujuan utama para pemimpin adalah melayani rakyatnya, bukan dibalik rakyat sebagai pelayan-pelayan kepentingan penguasa.

Dalam ajaran normatif Islam menyatakan bahwa pemimpin sebuah umat adalah pelayan umat itu sendiri "sayyid al qoumi khadimuhum". Indikasi keterwujudan adigum tersebut mendapat sambutan baik dari Presiden yang menegaskan bahwa para pemimpin daerah diharapkan meningkatkan pelayanan publik.

Harapan semacam ini bukan klise belaka, karena sejatinya tugas utama para pemimpin adalah melayani umat/publik dengan segenap daya dan upaya sesuai kekuatan dan potensi yang dimiliki daerah masing-masing.

Pengambilan sumpah tidak menjadi seremonial tanpa makna, namun menjadi titik tolak/starting point mengabdikan diri para nusa dan bangsa melalui dunia politik.

***

*) Oleh : Mohammad Afifulloh, Dosen Fakultas Agama Islam dan Pascasarjana Unisma Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES