Perjalanan Sukses Entang Sutisna dalam Seni Wayang Golek
TIMESINDONESIA, BOGOR – Entang Sutisna, atau Abah Entang, seorang seniman wayang golek asli Bogor, yang pada usia 75 tahun masih menampilkan semangat yang luar biasa dalam berkarya. Meskipun lahir di tahun 1947 dan pendidikannya hanya sampai Sekolah Rakyat (SR), bakatnya dalam seni menggambar dan kerajinan tangan telah terlihat sejak masa kecil. Ketertarikannya pada seni wayang golek tumbuh dari seringnya menyaksikan pertunjukan di sekitar rumahnya.
Awalnya, Entang bekerja sebagai tenaga honorer di Korem, namun tetap mengembangkan hobinya dalam pembuatan wayang golek. Pada tahun 1963-1965, ia belajar membuat wayang golek dan berhasil menghasilkan 120 karakter. Kendati menghadapi tantangan pemasaran, ia tetap bersemangat dan akhirnya mendapatkan perhatian dari Mendiang Mantan Presiden Soeharto dan Ibu Tien yang memesan 120 wayang secara khusus, menjadi titik awal kesuksesannya.
Advertisement
Entang memusatkan perhatiannya pada pembuatan wayang golek dengan keistimewaan karya yang murni dan bernilai tinggi. Selama berkarier, ia menciptakan berbagai karakter wayang, termasuk pesanan khusus dari Mantan Presiden Soeharto dan Ibu Tien yang menjadi momen penting dalam kariernya.
Meskipun kondisi fisiknya telah berubah, Entang masih mampu memproduksi 20 wayang golek dalam sebulan. Keberhasilannya dalam memasarkan karya-karyanya tidak hanya di Indonesia tetapi juga di pasar internasional, terutama di negara-negara Eropa seperti Jerman, Belanda, dan Prancis, menunjukkan penghargaan atas karyanya.
Dalam perjalanan panjangnya sebagai maestro wayang golek, Entang menjadi simbol keuletan dan ketekunan dalam menjaga warisan budaya Indonesia. Kontribusinya dalam seni wayang golek tidak terbantahkan dan telah menginspirasi banyak orang. Namun, di balik kesuksesannya, ia tetap memikirkan tanggung jawabnya untuk melestarikan seni wayang golek bagi generasi mendatang.
Entang Sutisna adalah contoh nyata bahwa hobi yang ditekuni dengan sepenuh hati dan dedikasi dapat menjadi sumber keberkahan yang tak ternilai. Ia membuka pintu bagi para pemuda yang ingin mempelajari seni wayang golek tanpa hambatan, dengan harapan agar seni tradisional ini tetap lestari dan menjadi bagian dari identitas budaya bangsa. (*)
***
*) Oleh : Hervina Afrianti Rahayu, Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media Sekolah Vokasi IPB University
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
______
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Sholihin Nur |