Disruption Era: Telesurgery Pertama di Indonesia dan Payung Hukumnya

TIMESINDONESIA, MALANG – Kehidupan di era post modernisme ini memang selalu memaksa kita untuk sulit melepaskan diri dari teknologi yang semakin lama semakin berkembang pesat. Terlepas dari pengaruh baik dan buruknya perkembangan suatu teknologi, alangkah patutnya kita sebagai makhluk sosial yang tidak pernah merasa puas, memanfaatkan kesempatan atau peluang yang disajikan semesta alam untuk kemaslahatan bersama.
Kita memasuki masa disrupsi teknologi yang mana hal ini membawa perubahan masif pada sistem dan tatanan kehidupan secara fundamental. Disrupsi teknologi tanpa kita sadari masuk ke dalam segala elemen kehidupan kita disetiap harinya. Salah satu dari sekian banyak sektor yang sudah mengaplikasikan dan memanfaatkan kemajuan teknologi ini adalah sektor kesehatan.
Advertisement
“Tugas dokter Pribumi bukan saja menyembuhkan tubuh terluka dan menanggung sakit, juga jiwanya, juga hari depannya. Siapa akan melakukannya kalau bukan para terpelajar? Dan bukankah satu ciri manusia modern adalah juga kemenangan individu atas lingkungannya dengan prestasi individual? Individu-individu kuat sepatutnya bergabung, mengangkat sebangsanya yang lemah, memberinya lampu pada kegelapan dan memberi mata yang buta.” (Pramoedya Ananta Toer-Jejak Langkah)
Kutipan dari Pramoedya Ananta Toer dalam buku Jejak Langkah tersebut, menurut pendapat pribadi penulis, menggambarkan bagaimana tugas seorang dokter sebagai salah seorang kaum terpelajar tidak hanya menyembuhkan luka secara fisik saja, namun juga menyelamatkan jiwa dan masa depan pasiennya. Hal ini juga mencerminkan ciri dari kaum modern yang atas tindakan pribadinya bisa membawa kemanfaatan bagi lingkungan disekitarnya.
Baru-baru ini telah terlaksana telesurgery pertama di Indonesia yaitu prosedur bedah jarak jauh dengan menggunakan bantuan robot. Prosedur bedah pengangkatan kista di area ginjal ini dilaksanakan dengan posisi dokter di RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah Rai Bali dan pasien di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta dengan jarak sekitar 1200 km terbentang.
Peluang dan tantangan memang selalu berjalan beriringan, saling keterkaitan serta tidak bisa dipisahkan. Telesurgery sebagai salah satu terobosan solusi dari terbatasnya tenaga medis yang ada di Indonesia. Dengan teknologi tersebut, jarak bukanlah suatu persoalan lagi untuk seseorang bisa mengakses kesehatan. Dari suksesnya proses telesurgery pertama di Indonesia tersebut, penulis ingin menelisik dari sisi payung hukum yang menaungi telesurgery itu sendiri.
UU No.17/2023 tentang Kesehatan mengatur bahwasanya pembangunan kesehatan dilaksanakan atas dasar kemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender, non-diskriminasi, dan norma agama. UU Kesehatan juga didasarkan pada tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan hidup sehat sehingga masyarakat dapat mencapai pelayanan kesehatan secara efektif.
Sampai pada pelaksanaan prosedur bedah jarak jauh pertama tersebut, hukum positif di Indonesia belum memiliki pengaturan khusus mengenai telesurgery. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan patut dijadikan pedoman dalam menjalankan praktik penggunaan teknologi bedah.
Merujuk pada Pasal 274 huruf (a) UU No. 17/2023, bahwasanya tenaga medis dalam menjalankan kegiatannya, wajib memberikan pelayanan kedokteran menurut standar profesi, standar pelayanan profesi, standar prosedur pembedahan, etika profesi dan kebutuhan kesehatan pasien.
Hubungan antara dokter dan pasien harus memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam UU No. 29/2004 tentang Praktik Kedokteran. Ditegaskan pada Pasal 39 UU No.29/2004 bahwasanya praktik kedokteran dilaksanakan atas dasar perjanjian yang didasari hubungan saling percaya antara dokter dan pasien dengan tujuan untuk memelihara kesehatan, mencegah penyakit, meningkatkan kesehatan, dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan.
Perjanjian tersebut merupakan salah satu upaya agar pasien mendapatkan pelayanan dari dokter untuk merawat dan memulihkan kesehatan pasien tersebut sesuai dengan standar pelayanan, standar profesi, standar operasional prosedur dan kebutuhan medis rumah sakit pasien.
Selain daripada hubungan antara dokter dan pasien yang harus memenuhi persyaratan, tentu juga seorang dokter dalam melaksanakan kewajibannya juga harus berpedoman pada kode etik kedokteran. Pelaksanaan telesurgery atau pembedahan jarak jauh dengan bantuan robot, prinsip etika praktik medis tetap sama dan mencakup privasi, keamanan perangkat, serta pengumpulan dan penyimpanan data.
Pasal 8 KODEKI Tahun 2012 menjelaskan bahwasanya dalam segala kegiatan kedokteran, dokter wajib memberikan pelayanan secara kompeten, kebebasan penuh dalam teknik dan moral, disertai rasa kasih sayang dan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia. Terhadap kebutuhan pasiennya, seorang dokter harus menyikapi secara positif, memberikan pertolongan darurat berdasarkan kemanusiaan, dan dapat menempatkan diri pada posisi orang lain.
Aturan-aturan tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip etika dan kewajiban dokter untuk melindungi kehidupan, kesehatan, integritas fisik dan psikologis pasien. Terlepas dari lokasi geografis, perawatan pasien adalah fokus perhatian utama tanpa meninggalkan harkat martabat manusia itu sendiri.
Meskipun dalam praktik telesurgery dokter tidak melakukan kontak langsung dengan pasien, namun hal tersebut tidak boleh menghalangi atau menjadi pengecualian dalam penerapan prinsip etika atau kewajiban dokter kepada pasien, seperti keamanan, mutu, dan keselamatan.
Di bidang kedokteran pada umunya dan bidang bedah jarak jauh pada khususnya, dengan adanya kemajuan teknologi dalam bidang kesehatan ini, diperlukan tindakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan medis untuk memastikan bahwa pelayanan diagnosis dan pengobatan yang diberikan kepada pasien memenuhi standar yang ditetapkan. Dokter harus mempertimbangkan bahwa informasi yang disajikan dalam sistem telesurgery cukup untuk membangun kepercayaan profesional yang kuat dan dapat diikuti dalam perawatan medis pasien.
Telesurgery menjadi salah satu fenomena disrupsi teknologi yang sedang terjadi dan menjadi suatu kemenangan tersendiri di dunia kesehatan. Di satu sisi, fenomena telesurgery belum memiliki payung hukum yang mengatur secara khusus terkait hal tersebut. UU No. 17/2023 tentang Kesehatan hanya mengatur mengenai pelayanan medis terhadap pasien yang memenuhi standar pelayanan profesional dan tidak mengatur secara spesifik mengenai penggunaan operasi jarak jauh.
Ini menjadi tugas tambahan untuk para pembuat kebijakan agar hal yang sebaik ini bisa memiliki kepastian hukum dan regulasi yang jelas. Dengan adanya payung hukum terhadap telesurgery, diharapkan bisa menjadi jaminan rasa aman terkhusus bagi orang-orang yang bersinggungan dan terlibat didalamnya seperti dokter, pasien dan tenaga kesehatan lain serta bisa bermanfaat untuk masyarakat Indonesia secara luas.
Kembali kepada kutipan Pramoedya Ananta Toer diatas, bahwa sudah sepatutnya individu-individu kuat bergabung untuk mengangkat derajat sebangsanya yang lemah dan memberi lampu pada kegelapan. Dokter yang kompeten memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan aturan dan standar yang berlaku untuk keberlangsungan kesehatan dan keselamatan jiwa serta masa depan pasiennya. Dibarengi dengan aturan hukum yang jelas akan menjadi suatu kemajuan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara terkhusus dalam bidang kesehatan.
Menurut pendapat pribadi penulis, hukum di Indonesia harus segera mengejar ketertinggalan dalam menghadapi fenomena-fenomena disrupsi teknologi lain di masa sekarang dan masa mendatang serta beradaptasi terhadap teknologi yang sangat progresif pun pemenuhan asas kepastian, keadilan, dan kemanfaatan hukum Indonesia itu bisa tercapai.
***
*) Oleh : Dinda Sabrina, Peserta Program COE FH-UMM Magang di ASMOJODIPATI LAWYER'S.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rizal Dani |