Komunikasi sebagai Multidisiplin dan Monodisiplin
TIMESINDONESIA, PADANG – Ilmu komunikasi merupakan ilmu yang hingga saat ini banyak diminati dari banyaknya program studi di berbagai perguruan tinggi. Ilmu komunikasi sendiri dalam proses pertumbuhannya merupakan studi retorika dan jurnalistik yang banyak berkaitan dengan pembentukan pendapat umum (opini publik).
Oleh karena itu, dalam peta ilmu pengetahuan, komunikasi dinilai oleh banyak pihak sebagai ilmu yang monodisiplin yang berinduk pada ilmu politik, mengalami perkembangan sebagai ilmu yang tidak hanya memfokuskan diri pada aspek-aspek kekuasaan (power) di bidang politik dan pemerintahan.
Advertisement
Tetapi komunikasi dalam arti luas makin dirasakan menyentuh semua aspek kehidupan umat manusia dalam bermasyarakat, dalam bentuk ekonomi (marketing), hubungan antar bangsa, kekuasaan (politik), organisasi dan perencanaan, penerangan dan penyuluhan, maupun dalam tata hubungan antar manusia (human relations).
Pengertian monodisiplin di sini melihat kedudukan ilmu itu berdiri sendiri dengan cirinya sendiri, seperti halnya ilmu teknik, ilmu kimia, ilmu sastra, dan ilmu pertanian. Namun, dengan perkembangan masyarakat yang begitu cepat, terutama kemajuan teknologi komunikasi, maupun di bidang-bidang lainnya, telah membawa dampak terhadap ilmu komunikasi yang awalnya ilmu monodisiplin menjadi multidisiplin.
Dari ilmu komunikasi yang sekarang menjadi multidisiplin ini, memungkinkan kita untuk lebih memahami kompleksitas komunikasi manusia di berbagai konteks, termasuk di ranah interpersonal, organisasi massa, dan digital. Dengan kata lain, komunikasi sebagai ilmu multidisiplin memperkaya pemahaman kita tentang bagaimana pesan disampaikan, diterima, dan diproses.
Dengan pendekatan multidisiplin, ilmu komunikasi tidak hanya fokus pada pesan tetapi juga pada konteks sosial, budaya, psikologis, dan teknologi yang memengaruhi komunikasi. Ini berfungsi agar ilmu komunikasi fleksibel dan relevan di berbagai bidang kehidupan. Oleh karena itu, ilmu komunikasi itu penting dalam setiap aspek kehidupan manusia.
Namun, pendekatan multidisiplin juga memiliki tantangan. Salah satunya adalah kesulitan dalam mengintegrasikan teori dan metode dari berbagai disiplin ilmu yang sering kali memiliki asumsi, bahasa, dan pendekatan yang berbeda. Ini membutuhkan kolaborasi yang erat antara ahli dari berbagai bidang serta kesediaan untuk mengadopsi pandangan yang lebih luas.
Meski demikian, manfaat dari pendekatan multidisiplin jauh lebih besar dibandingkan tantangan yang ada, karena memungkinkan pemahaman yang lebih dalam dan menyeluruh tentang fenomena komunikasi yang terus berkembang. Seringkali ilmu komunikasi ini dianggap sebagai ilmu berbicara saja, padahal ilmu ini mempelajari berbagai aspek bentuk komunikasi baik secara lisan maupun tulisan.
Maka dari itu, mereka yang tidak pandai berbicara pun dapat mempelajari ilmu komunikasi, karena ilmu komunikasi juga mempelajari bagaimana mempromosikan suatu barang dalam bentuk kreatif digital dan masih banyak yang lainnya yang berkaitan dengan media.
Dengan kemajuan seperti ini, ilmu komunikasi yang tadinya hanya dipelajari di lembaga-lembaga pendidikan ilmu sosial politik, tumbuh dan diajarkan hampir di semua disiplin ilmu, baik itu ekonomi, hukum, pertanian, kedokteran, dan ilmu-ilmu sosial itu sendiri.
Ini menunjukkan bahwa ilmu komunikasi semakin diakui sebagai ilmu multidisiplin yang terbuka dan dibina oleh banyak disiplin ilmu. Oleh karena itu, terdapat banyak definisi komunikasi yang dibuat oleh para pakar yang memiliki latar belakang keahlian yang berbeda satu sama lain.
Beberapa di antaranya, para ilmuwan yang berasal dari luar bidang komunikasi dapat disebutkan, yakni John Dewey, Charles Horton Cooley, Robert Park, George H. Mead, Kurt Lewin, Norbert Wiener, Lasswell, Lazarsfeld, Schramm, dan Rogers. Para ahli ini telah menyumbangkan pikirannya dari berbagai hasil penelitian dan kajian dalam bentuk konsep, model, dan teori yang nantinya banyak memberi kontribusi dalam pengembangan ilmu komunikasi.
Sebagai contoh, dalam mempelajari perilaku organisasi, memerlukan beberapa pendekatan, yang salah satunya adalah pendekatan antardisiplin ilmu. Artinya, dalam mempelajari perilaku organisasi, memerlukan keterlibatan berbagai bidang ilmu, di antaranya ilmu komunikasi sebagai ilmu pendukung setelah ilmu psikologi, sosiologi, antropologi, dan politik yang merupakan ilmu-ilmu perilaku.
Dari contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa ilmu komunikasi dapat menjadi pendukung ilmu-ilmu lain. Alasan inilah yang menjadikan ilmu komunikasi menjadi multidisiplin. Tapi ilmu ini bisa diterapkan sesuai dengan pemahaman dari ilmu komunikasi sendiri; tidak bisa asal menerapkan di luar ilmu-ilmu sosial politik, perlu dikaji terlebih dahulu. (*)
***
*) Oleh : M. Razbi Cipta Ilahi, Mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi Universitas Pamulang.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |