Forum Mahasiswa

Dampak dan Manfaat Kebijakan Prabowo tentang Kenaikan PPN 12% untuk Barang Mewah

Jumat, 17 Januari 2025 - 11:30 | 45.38k
M. Umar Faruq, Mahasiswa Universitas Islam Malang (UNISMA).
M. Umar Faruq, Mahasiswa Universitas Islam Malang (UNISMA).
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang penting bagi Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah mengeluarkan kebijakan baru yang mengatur kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 12%, khususnya untuk barang-barang mewah.

Kebijakan baru yang diusulkan oleh Prabowo Subianto untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% bagi barang-barang mewah memicu berbagai diskusi di kalangan masyarakat, ekonom, dan pelaku usaha.

Advertisement

Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara, mengurangi ketimpangan sosial, serta mendorong konsumsi yang lebih inklusif seperti halnya kebutuhan anggaran untuk pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan pemulihan ekonomi pasca pandemi, karena barang mewah sering kali menjadi target pajak yang lebih tinggi dengan sifatnya yang tidak esensial dan hanya dikonsumsi oleh kelompok masyarakat dengan daya beli tinggi.

Presiden prabowo subianto menjelaskan “BPN adalah undang-undang yang akan kita laksanakan tapi selektif hanya untuk barang mewah, untuk rakyat yang lain kita tetap lindungi. sudah mulai akhir tahun 2023 pemerintah tidak memungut yang seharusnya dipungut. jadi kalaupun naik, itu hanya untuk barang mewah” ujarnya dalam pernyataan di komplekz istana kepresidenan, jakarta, jumat (6/12).

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Latar Belakang Kebijakan

PPN adalah salah satu instrumen fiskal yang digunakan oleh pemerintah untuk mengumpulkan pendapatan negara. Dalam konteks barang mewah, PPN menjadi alat untuk menyeimbangkan redistribusi kekayaan, mengingat barang-barang tersebut biasanya dikonsumsi oleh kalangan dengan daya beli tinggi. Kenaikan PPN untuk barang mewah menjadi relevan dalam rangka menciptakan keadilan sosial dan memenuhi kebutuhan fiskal negara untuk pembiayaan pembangunan, terutama di tengah upaya pemerintah memperluas program kesejahteraan sosial.

Prabowo, dalam pidatonya, menekankan bahwa kebijakan ini diharapkan dapat mendorong pemerataan ekonomi dengan mengurangi kesenjangan antara masyarakat kelas atas dan kelas bawah. Selain itu, peningkatan PPN ini diyakini dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan negara tanpa membebani masyarakat menengah ke bawah.

Dampak Positif Kebijakan

1.       Peningkatan Pendapatan Negara

Dengan menaikkan PPN barang mewah, pendapatan negara dari sektor pajak diharapkan meningkat. Barang-barang seperti mobil mewah, perhiasan, jam tangan eksklusif, dan properti kelas atas akan memberikan kontribusi pajak yang lebih besar. Dana ini dapat dialokasikan untuk pembiayaan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan program sosial lainnya yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan.

2.       Mengurangi Konsumsi yang Boros

Kenaikan PPN untuk barang mewah dapat menjadi disinsentif bagi konsumsi barang-barang yang tidak esensial. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mendorong masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan tinggi, agar lebih selektif dalam pengeluaran mereka. Dengan demikian, konsumsi yang lebih bijaksana dapat mendorong alokasi sumber daya ekonomi ke sektor-sektor yang lebih produktif.

3.       Peningkatan Keadilan Sosial

Kebijakan ini mengusung semangat keadilan sosial. Dengan mengenakan pajak lebih tinggi pada konsumsi barang mewah, beban pajak secara tidak langsung lebih banyak dipikul oleh mereka yang mampu, sementara masyarakat kelas menengah ke bawah relatif tidak terdampak langsung. Hal ini dapat membantu mengurangi ketimpangan ekonomi yang selama ini menjadi salah satu tantangan besar dalam pembangunan nasional.

4.       Pengendalian Impor Barang Mewah

Sebagian besar barang mewah merupakan produk impor. Dengan menaikkan PPN, harga barang mewah akan meningkat sehingga dapat mengurangi impor barang-barang tersebut. Dampaknya, neraca perdagangan Indonesia berpotensi lebih sehat, sekaligus mendorong konsumsi produk lokal yang sejenis.

Tantangan Dan Potensi Dampak Negatif

Meskipun memiliki manfaat, kebijakan ini juga berpotensi menimbulkan beberapa tantangan, terutama jika implementasinya tidak disertai dengan langkah-langkah pendukung yang memadai:

1.       Kemungkinan Penurunan Penjualan di Sektor Barang Mewah

Kenaikan PPN dapat menyebabkan penurunan daya beli terhadap barang-barang mewah. Industri yang bergantung pada penjualan barang-barang tersebut, termasuk dealer mobil mewah, butik eksklusif, dan sektor properti premium, mungkin mengalami perlambatan. Hal ini dapat berdampak pada tenaga kerja di sektor tersebut.

2.       Potensi Peningkatan Aktivitas Pasar Gelap

Kenaikan harga barang mewah akibat PPN yang lebih tinggi dapat mendorong sebagian konsumen mencari alternatif di pasar gelap atau menggunakan jalur ilegal untuk menghindari pajak. Hal ini berisiko mengurangi efektivitas kebijakan dan bahkan menciptakan tantangan baru dalam penegakan hukum.

3.       Efek Psikologis pada Pasar Konsumen

Konsumen barang mewah biasanya sangat sensitif terhadap harga. Kenaikan PPN dapat menciptakan persepsi negatif tentang iklim investasi dan konsumsi domestik, yang pada gilirannya dapat memengaruhi keputusan investasi asing, terutama di sektor yang terkait dengan barang-barang tersebut.

4.       Resistensi dari Kelompok Ekonomi Atas

Kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi yang menjadi target kebijakan ini mungkin memberikan respons negatif, baik melalui lobi politik maupun penyesuaian perilaku konsumsi. Hal ini bisa menghambat tujuan redistribusi kekayaan yang ingin dicapai pemerintah.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Strategi Implementasi Yang Efektif

Agar kebijakan kenaikan PPN 12% untuk barang mewah ini berhasil, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis sebagai berikut:

1.       Sosialisasi yang Transparan

Pemerintah harus menjelaskan secara rinci tujuan dan manfaat dari kebijakan ini kepada masyarakat. Transparansi diperlukan agar kebijakan ini mendapatkan dukungan luas dan tidak menimbulkan salah pengertian.

2.       Penguatan Sistem Pengawasan

Untuk mengatasi risiko pasar gelap, pemerintah harus memperkuat pengawasan terhadap perdagangan barang mewah. Sistem pengawasan berbasis teknologi dapat membantu memonitor peredaran barang mewah secara lebih efektif.

3.       Infrastruktur Pajak yang Lebih Baik

Peningkatan kapasitas sistem administrasi perpajakan sangat penting untuk memastikan bahwa kenaikan PPN ini dapat diimplementasikan tanpa kebocoran atau penyimpangan. Pemerintah juga perlu memperbarui regulasi yang mendukung pelaksanaan kebijakan ini.

4.       Insentif bagi Produk Lokal

Untuk mengurangi ketergantungan pada barang mewah impor, pemerintah dapat memberikan insentif bagi produsen lokal yang menghasilkan barang berkualitas tinggi. Langkah ini tidak hanya membantu menyeimbangkan neraca perdagangan, tetapi juga mendorong pertumbuhan industri dalam negeri.

5.       Pendampingan Bagi Industri Terdampak

Sektor-sektor yang terkena dampak negatif dari kebijakan ini, seperti industri otomotif kelas atas atau properti mewah, memerlukan pendampingan agar dapat menyesuaikan diri. Pemerintah bisa menawarkan pelatihan ulang bagi tenaga kerja yang terdampak atau menciptakan insentif untuk diversifikasi usaha.

Kesimpulan

Kenaikan PPN 12% untuk barang mewah yang diusulkan oleh Prabowo Subianto adalah langkah strategis untuk meningkatkan pendapatan negara sekaligus mendorong keadilan sosial. Kebijakan ini memiliki potensi besar untuk menciptakan dampak positif bagi perekonomian, seperti peningkatan pendapatan negara, pengendalian impor, dan pengurangan ketimpangan. Namun, potensi tantangan seperti penurunan penjualan di sektor barang mewah, resistensi masyarakat kelas atas, serta risiko pasar gelap harus ditangani dengan cermat.

Melalui implementasi yang tepat, kebijakan ini dapat menjadi tonggak penting dalam reformasi fiskal Indonesia. Pemerintah harus memastikan bahwa pelaksanaan kebija kan ini dilengkapi dengan pengawasan yang ketat, komunikasi yang baik, dan strategi mitigasi untuk menghadapi dampak negatifnya. Dengan demikian, tujuan utama untuk menciptakan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan dapat tercapai secara optimal. ***

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*) Penulis: M. Umar Faruq, Mahasiswa Universitas Islam Malang (UNISMA).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES