Forum Mahasiswa

Fatwa dan Perubahan Sosial: Seberapa Fleksibel Hukum Islam?

Selasa, 21 Januari 2025 - 13:13 | 16.74k
Nurul Azizah, Mahasiswa Universitas Islam Malang (UNISMA).
Nurul Azizah, Mahasiswa Universitas Islam Malang (UNISMA).
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Fatwa adalah pendapat atau keputusan hukum yang diberikan oleh seorang ulama atau lembaga yang berwenang dalam agama Islam mengenai suatu masalah yang dihadapi oleh umat Islam, berdasarkan al-Qur’an, hadis, dan ijtihad (usaha penalaran hukum). Sedangkan perubahan sosial merujuk pada transformasi dalam struktur dan budaya masyarakat, yang dapat meliputi perubahan nilai, norma, dan cara hidup.

Hukum Islam (syariah) memiliki dua aspek utama: normatif dan praktis. Dalam aspek normatif, hukum Islam diatur oleh teks-teks agama yang dianggap tetap dan tidak berubah.

Advertisement

Namun, dalam aspek praktis, hukum Islam mengandung elemen fleksibilitas melalui prinsip ijtihad, yang memungkinkan penyesuaian terhadap perubahan sosial.

1. Ijtihad dan Konteks Sosial

Salah satu ciri utama dari hukum Islam yang fleksibel adalah ijtihad, atau usaha intelektual untuk menafsirkan teks-teks agama dalam konteks tertentu. Dalam hal ini, para ulama atau cendekiawan Islam dapat memberikan fatwa yang relevan dengan perubahan sosial, seperti masalah teknologi baru, hak asasi manusia, atau isu lingkungan hidup, yang tidak ditemukan secara langsung dalam teks klasik.

Misalnya, isu seperti penggunaan teknologi baru (seperti bioteknologi, kecerdasan buatan, atau kripto) bisa dilihat sebagai tantangan bagi hukum Islam yang tradisional.

Namun, melalui ijtihad, para ulama bisa memberikan panduan hukum yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang lebih luas, seperti keadilan, kemaslahatan (kebaikan umum), dan harmoni sosial.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

2.   Prinsip Maqasid al-Shari'ah (Tujuan-tujuan Syariah)

Maqasid al-Shari'ah adalah prinsip yang mengutamakan tujuan atau maksud hukum Islam untuk melindungi lima elemen dasar: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Dalam konteks perubahan sosial, prinsip ini memberikan ruang bagi penyesuaian hukum Islam agar tetap relevan dalam menghadapi perubahan zaman. Fatwa yang dikeluarkan oleh para ulama dapat mempertimbangkan prinsip maqasid ini untuk mendukung nilai-nilai kebaikan dan keadilan yang relevan dengan masyarakat modern.

Misalnya, fatwa mengenai hak perempuan dalam pendidikan dan pekerjaan dapat dianggap sebagai respons terhadap perubahan sosial yang lebih mendukung kesetaraan gender. Hal ini sejalan dengan maqasid al-Shari'ah yang melindungi hak-hak individu, termasuk hak perempuan untuk berkembang dalam masyarakat.

3.   Fleksibilitas dalam Ajaran Fiqh

Dalam fiqh (ilmu hukum Islam), terdapat berbagai mazhab yang memberikan penafsiran hukum yang berbeda-beda. Ada mazhab yang lebih konservatif dan ada yang lebih progresif, tergantung pada pendekatannya terhadap teks-teks agama dan konteks sosial yang ada. Misalnya, dalam beberapa masalah fiqh, seperti poligami atau warisan, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Mazhab-mazhab ini bisa memberikan berbagai solusi hukum yang lebih sesuai dengan kondisi sosial dan ekonomi saat ini.

4.   Fatwa dan Respons Terhadap Isu Kontemporer

Di barbaga negara Muslim, fatwa telah dikeluarkan untuk merespons isu-isu sosial dan ekonomi yang berkembang. Sebagai contoh, fatwa tentang penggunaan teknologi digital, perbankan syariah, atau bahkan fatwa tentang pernikahan sesama jenis (yang pada dasarnya bertentangan dengan ajaran Islam tradisional) menunjukkan bahwa fatwa dapat berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, meskipun tetap berbasis pada prinsip-prinsip dasar Isla

Namun, penting untuk dicatat bahwa ada perbedaan dalam penerimaan fatwa ini di berbagai negara Muslim, tergantung pada interpretasi hukum Islam yang dominan di negara tersebut, serta tingkat konservatisme atau liberalisme dalam masyarakatnya. Batasan Fleksibilitas Hukum Islam.

Meskipun terdapat ruang fleksibilitas dalam hukum Islam, ada batasan-batasan tertentu yang tidak dapat diubah begitu saja, terutama yang berkaitan dengan pokok-pokok ajaran agama yang diyakini bersifat final dan tidak dapat ditawar. Misalnya, hukum-hukum yang terkait dengan kewajiban ibadah (shalat, zakat, puasa) atau prinsip-prinsip dasar seperti larangan riba dan dosa besar lainnya.

Selain itu, dalam beberapa kasus, fatwa yang lebih liberal atau progresif bisa dipertentangkan oleh ulama-ulama tertentu yang berpegang pada interpretasi yang lebih tradisional dan ketat terhadap teks agama. Hal ini menunjukkan bahwa fleksibilitas hukum Islam dalam menanggapi perubahan sosial juga sangat bergantung pada keragaman pemahaman dan penerimaan terhadap interpretasi hukum.

Fatwa dan hukum Islam dapat bersifat fleksibel dalam menghadapi perubahan sosial, terutama ketika didorong oleh ijtihad dan prinsip maqasid al-Shari'ah. Dengan demikian, hukum Islam dapat terus berkembang untuk menjawab tantangan zaman, baik dalam aspek sosial, ekonomi, maupun teknologi.

Fleksibilitas ini juga bergantung pada interpretasi ulama dan masyarakat, serta bagaimana nilai-nilai dasar Islam dipahami dan diterjemahkan dalam konteks yang lebih luas. Sebagai sistem hukum yang sangat berakar pada prinsip-prinsip moral dan spiritual, hukum Islam tetap memiliki batasan-batasan tertentu yang tidak bisa diubah hanya karena perubahan sosial, namun ia juga mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang relevan, asalkan tetap menjaga nilai-nilai inti Islam. (*)

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*) Penulis: Nurul Azizah, Mahasiswa Universitas Islam Malang (UNISMA).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES