Florence Nightingale: Banjir di Probolinggo, Krisis Lingkungan Bersih

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Banjir yang melanda Kabupaten Probolinggo dalam beberapa pekan terakhir telah mengakibatkan dampak yang luas, baik dari segi sosial, ekonomi, maupun kesehatan masyarakat. Ribuan warga terdampak, ratusan kepala keluarga kehilangan tempat tinggal, serta akses terhadap kebutuhan dasar seperti makanan dan air bersih menjadi sangat terbatas.
Namun, lebih dari sekadar fenomena alam, banjir ini merupakan cerminan dari permasalahan lingkungan yang semakin memburuk akibat ulah manusia.
Advertisement
Eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan, alih fungsi hutan untuk pembangunan vila dan perkebunan, serta pengelolaan sampah yang buruk menjadi faktor utama yang memperburuk kondisi lingkungan.
Fenomena ini memperjelas bahwa bencana seperti banjir bukan hanya sebuah takdir yang harus diterima begitu saja, tetapi merupakan konsekuensi dari berbagai tindakan yang merusak keseimbangan alam.
Jika ditinjau dari perspektif teori keperawatan Florence Nightingale, bencana ini bukan hanya masalah lingkungan semata, tetapi juga berkaitan erat dengan kesehatan masyarakat.
Nightingale menekankan pentingnya lingkungan yang bersih dan sehat sebagai faktor utama dalam mencegah penyakit serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, buruknya pengelolaan lingkungan di Kabupaten Probolinggo secara langsung berdampak pada kesehatan warga yang terdampak oleh banjir.
Lingkungan dan Kesehatan Nightingale
Florence Nightingale dikenal sebagai pelopor keperawatan modern yang sangat menekankan pentingnya lingkungan dalam proses penyembuhan dan pencegahan penyakit. Dalam teorinya, ia menggarisbawahi bahwa kondisi sanitasi, kualitas udara, serta kebersihan air memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan individu dan masyarakat secara keseluruhan.
Dalam konteks banjir di Probolinggo, teori ini sangat relevan. Setelah banjir terjadi, genangan air dalam waktu lama dapat menjadi tempat berkembang biaknya berbagai mikroorganisme yang berbahaya, termasuk bakteri penyebab penyakit diare, leptospirosis, dan infeksi kulit.
Selain itu, lingkungan yang tidak bersih juga meningkatkan risiko penyebaran penyakit menular seperti demam berdarah yang disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang berkembang biak di air tergenang.
Minimnya upaya mitigasi dan respons yang lambat dari pemerintah dalam menangani dampak banjir semakin memperburuk situasi. Banyak warga yang kesulitan mendapatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas kesehatan, sehingga risiko kesehatan mereka semakin meningkat.
Dalam pandangan Nightingale, kondisi ini sangat bertentangan dengan prinsip dasar keperawatan yang mengutamakan pencegahan penyakit melalui lingkungan yang sehat dan bersih.
Konsekuensi Eksploitasi Lingkungan, Banjir Bukan Takdir
Salah satu faktor utama yang memperburuk banjir di Kabupaten Probolinggo adalah eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkendali. Banyak daerah hulu yang seharusnya berfungsi sebagai daerah resapan air justru dialihfungsikan menjadi kawasan permukiman, vila, serta perkebunan komersial. Hal ini menyebabkan air hujan tidak dapat terserap dengan baik, sehingga langsung mengalir ke daerah hilir dan meningkatkan risiko banjir.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur merilis pada tahun 2023 bahwa, Di Kabupaten Probolinggo, mencapai 150-400 hektar. Sebagian besar kawasan hutan yang ditebang digunakan untuk kepentingan industri dan pembangunan.
Penggundulan hutan ini tidak hanya berdampak pada meningkatnya risiko banjir, tetapi juga menyebabkan berkurangnya keanekaragaman hayati serta meningkatnya emisi karbon yang memperburuk perubahan iklim.
Selain itu, buruknya pengelolaan sampah di Kabupaten Probolinggo juga menjadi faktor yang memperparah bencana ini. Sampah plastik yang menumpuk di sungai-sungai menghambat aliran air, sehingga ketika hujan deras turun, sungai tidak mampu menampung volume air yang tinggi dan akhirnya meluap ke permukiman warga.
Masalah ini seharusnya bisa dicegah jika pemerintah memiliki sistem pengelolaan sampah yang lebih baik dan masyarakat memiliki kesadaran lebih tinggi dalam menjaga kebersihan lingkungan.
Minimnya Mitigasi dan Kegagalan Manajemen Bencana
Bencana seperti banjir seharusnya tidak hanya ditangani ketika sudah terjadi, tetapi harus dicegah sejak dini melalui langkah-langkah mitigasi yang efektif. Sayangnya, dalam kasus banjir di Kabupaten Probolinggo, upaya mitigasi dari pemerintah masih sangat minim.
Sistem drainase yang tidak memadai menjadi salah satu penyebab utama air tidak dapat mengalir dengan baik, sehingga genangan terjadi di berbagai wilayah. Selain itu, tidak adanya kebijakan yang tegas dalam melindungi hutan serta mengendalikan alih fungsi lahan membuat risiko banjir semakin tinggi.
Dalam teori Florence Nightingale, tenaga kesehatan dan pemerintah memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan lingkungan yang sehat bagi masyarakat.
Salah satu aspek utama yang ditekankan oleh Nightingale adalah pentingnya pencegahan, di mana menjaga kebersihan dan kualitas lingkungan harus menjadi prioritas utama dalam menjaga kesehatan masyarakat. Sayangnya, dalam kasus ini, pemerintah tampak gagal menerapkan prinsip-prinsip dasar tersebut.
Selain kurangnya infrastruktur yang memadai, respons terhadap banjir juga terbilang lamban. Bantuan yang diberikan kepada warga terdampak sering kali tidak mencukupi, baik dalam hal makanan, air bersih, maupun layanan kesehatan. Seharusnya, pemerintah memiliki mekanisme tanggap darurat yang lebih cepat dan efisien untuk meminimalisir dampak banjir bagi masyarakat.
Dampak Sosial dan Kesehatan Jangka Panjang
Banjir bukan hanya sekadar bencana yang datang dan pergi. Dampaknya bisa berlangsung dalam jangka panjang, terutama bagi masyarakat yang kehilangan tempat tinggal dan sumber mata pencaharian.
Banyak petani yang gagal panen akibat lahan pertanian mereka terendam air, sementara pedagang kecil mengalami kerugian besar karena barang dagangan mereka rusak.
Dari perspektif keperawatan, kondisi ini berisiko menimbulkan masalah kesehatan mental bagi warga terdampak. Trauma akibat kehilangan harta benda, tekanan ekonomi, serta ketidakpastian masa depan dapat menyebabkan gangguan psikologis seperti stres, kecemasan, hingga depresi. Sayangnya, aspek kesehatan mental ini sering kali terabaikan dalam penanganan bencana.
Florence Nightingale juga menekankan pentingnya dukungan emosional dan psikologis bagi pasien. Dalam konteks banjir, tenaga kesehatan dan pemerintah seharusnya memberikan perhatian lebih terhadap kesehatan mental masyarakat dengan menyediakan layanan konseling serta dukungan sosial yang memadai.
Saatnya Berubah, Saatnya Bertindak
Banjir di Kabupaten Probolinggo bukanlah takdir yang tidak bisa dihindari, tetapi merupakan hasil dari berbagai faktor yang dapat dikendalikan. Eksploitasi lingkungan yang tidak terkendali, buruknya sistem drainase, serta minimnya mitigasi dari pemerintah menjadi penyebab utama bencana ini. Jika dibiarkan tanpa perubahan, kejadian serupa akan terus terulang di masa depan.
Melalui perspektif teori keperawatan Florence Nightingale, dapat disimpulkan bahwa lingkungan yang bersih dan sehat adalah kunci utama dalam mencegah dampak buruk bencana terhadap kesehatan masyarakat.
Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah dan masyarakat bekerja sama dalam menjaga kelestarian lingkungan, meningkatkan sistem mitigasi bencana, serta memastikan bahwa kesehatan masyarakat tetap menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan yang diambil.
Bencana alam bukan sesuatu yang bisa kita kendalikan sepenuhnya, tetapi dampaknya bisa kita minimalkan jika kita memiliki kesadaran dan komitmen untuk menjaga lingkungan dengan lebih baik. Saatnya berubah, saatnya bertindak demi masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
***
*) Oleh : Badrul Nurul Hisyam, Mahasiswa Pascasarjana Keperawatan Universitas Jember.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rizal Dani |