Forum Mahasiswa

Bencana Ekologis dan Solusi Hijau dalam Ayat dan Sunnah

Minggu, 01 Juni 2025 - 14:51 | 7.99k
Suriana, Mahasiswa Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah, Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda.
Suriana, Mahasiswa Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah, Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SAMARINDA – Hujan deras yang mengguyur Kalimantan Timur dalam beberapa pekan terakhir kembali membawa luka ekologis. Kota Samarinda dan sekitarnya mengalami banjir, tanah longsor, serta pohon tumbang yang terjadi di berbagai titik. Genangan air setinggi lutut bahkan memaksa para pengendara mendorong motor mereka, sementara rumah-rumah warga terendam. 

Tak sedikit bangunan ambruk akibat longsor, dan arus lalu lintas lumpuh karena pepohonan yang tumbang. Ini bukan sekadar musibah tahunan, melainkan sinyal kuat akan rusaknya keseimbangan ekosistem yang kian parah.

Advertisement

Kita tak bisa lagi bersembunyi di balik alasan “alam sedang marah.” Bencana demi bencana ini adalah akumulasi dari perbuatan tangan manusia sendiri. Penebangan pohon secara besar-besaran, kebiasaan membuang sampah sembarangan, serta pembiaran terhadap aktivitas industri ekstraktif yang tidak bertanggung jawab telah menjadikan Kalimantan Timur semakin rentan terhadap bencana alam.

Salah satu peristiwa memilukan terjadi di Dusun Tani Jaya, Desa Batuah, Kecamatan Loa Janan, Kabupaten Kutai Kartanegara. Longsor di kawasan Jl. Soekarno-Hatta (KM 28) merusak belasan rumah warga dan satu rumah ibadah. Akses jalan pun tertutup, menyulitkan mobilitas warga. 

Pohon-pohon yang seharusnya menjaga struktur tanah semakin langka. Lubang-lubang tambang dibiarkan menganga tanpa reklamasi, berubah menjadi kolam penampung air hujan yang bisa meledak menjadi bencana baru kapan saja.

Padahal, dalam ajaran Islam, menjaga kelestarian bumi bukanlah konsep asing. Sejak lebih dari 14 abad lalu, Al-Qur’an sudah menyerukan larangan merusak lingkungan. Dalam surah Al-A’raf ayat 56, Allah SWT berfirman:

“Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik” (QS Al-A’raf: 56).

Tafsir Kementerian Agama menjelaskan bahwa larangan ini mencakup semua bentuk kerusakan, termasuk pencemaran, perusakan hutan, dan eksploitasi alam tanpa kendali. Bumi telah diciptakan lengkap dengan gunung, sungai, hutan, dan lautan untuk dimanfaatkan secara bijak, bukan dieksploitasi secara rakus.

Rasulullah SAW pun menanamkan prinsip cinta lingkungan lewat sabdanya: “Seorang Muslim tidak menanam pohon, maupun menanam tanaman, kemudian seekor burung, manusia, atau hewan memakannya kecuali itu menjadi amal kebaikan baginya” (HR Imam Bukhari hadis no. 2321).

"Tidaklah seorang Muslim menanam tanaman lalu tanaman itu dimakan manusia, binatang ataupun burung melainkan tanaman itu menjadi sedekah baginya sampai hari  kiamat” ( HR Imam Muslim hadis no.1552).

Hadis tersebut mengajarkan bahwa perlakuan terhadap alam merupakan salah satu bentuk ibadah. Menanam pohon, merawatnya, serta menjaga kelestarian lingkungan bukan sekadar tindakan fisik, tetapi juga merupakan dorongan spiritual bagi umat Muslim dalam mendukung konservasi dan reboisasi. 

Menanam pohon dalam konteks hadis ini bukan hanya simbolik, tetapi juga menjadi langkah nyata dalam mencegah bencana ekologis seperti banjir, tanah longsor, dan kerusakan lingkungan yang kini marak terjadi di Kalimantan Timur. 

Dalam hal ini, manusia memiliki peran penting sebagai khalifah di muka bumi—sebuah amanah yang tidak boleh diabaikan. Sebagai khalifah, manusia ditugaskan untuk mengelola alam dengan bijak dan akan dimintai pertanggungjawaban atas tindakannya di hadapan Sang Pencipta. 

Tugas ini bukan hanya menyangkut hubungan vertikal dengan Allah, tetapi juga hubungan horizontal dengan sesama manusia dan alam sebagai ruang hidup bersama. Ketiga relasi ini harus dijaga agar tetap harmonis. Allah swt firman dalam Q.S Al-Baqarah ayat 30 sebagai berikut.

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal Kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. (QS. Al-Baqarah, 3: 30).

Salah satu tugas manusia di bumi adalah menjadi seorang khalifah. Tugas manusia sebagai seorang khalifah ini sendiri memiliki berbagai versi penafsiran. Tafsir Kemenag yang merupakan salah satu tafsir modern menjelaskan bahwa di dalam surah Al-Baqarah ayat 30 Allah menjelaskan khalifah itu akan terus berganti dari satu generasi ke generasi sampai hari kiamat nanti dalam rangka melestarikan bumi ini dan melaksanakan titah Allah yang berupa amanah atau tugas-tugas keagamaan.

Langkah kecil pun bisa berdampak besar. Mulai dari tidak membuang sampah sembarangan, membawa kantong belanja sendiri, hingga menyuarakan kritik terhadap perusahaan yang merusak lingkungan tanpa kompensasi.

Kita tidak bisa lagi menutup mata terhadap perusahaan yang menambang hasil bumi tanpa niat mengembalikan fungsi ekologis lahan yang mereka rusak.

Ingat, lingkungan bukan warisan dari nenek moyang yang bebas kita eksploitasi, melainkan titipan yang harus kita jaga untuk anak cucu. Jika hari ini kita terus abai, jangan heran jika banjir, longsor, dan krisis iklim menjadi bagian dari keseharian mereka kelak. 

Saatnya kita hentikan siklus kerusakan ini. Saatnya kita galakkan kesadaran lingkungan bukan sebagai tren sesaat, tapi sebagai gaya hidup dan bentuk ibadah. Jaga lingkungan hari ini, demi kehidupan yang lebih baik esok hari.

Menjaga lingkungan bukan hanya tanggung jawab lembaga atau pemerintah semata, melainkan panggilan moral dan spiritual setiap insan, terlebih bagi umat Islam yang telah diwarisi ajaran luhur dari Al-Qur’an dan sunnah Nabi. 

Kalimantan Timur hari ini adalah cerminan dari apa yang terjadi ketika amanah kekhalifahan diabaikan. Namun belum terlambat untuk berubah. Dengan kembali kepada nilai-nilai kearifan ekologi dalam Islam dan mengubah perilaku kita sehari-hari, kita bisa menjadi bagian dari solusi. 

Mari bersatu, mulai dari diri sendiri, untuk membangun masa depan yang lebih hijau, lebih bersih, dan lebih berkah—bukan hanya untuk kita, tapi juga untuk generasi yang akan datang. (*)

***

*) Oleh : Suriana, Mahasiswa Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah, Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda. 

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES