Forum Mahasiswa

Dibalik Politik Anggaran APBD

Rabu, 11 Juni 2025 - 21:00 | 12.32k
Fahrizal Afriansyah, Mahasiswa Magister Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada.
Fahrizal Afriansyah, Mahasiswa Magister Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) seharusnya menjadi cerminan kebutuhan masyarakat, bukan arena konsolidasi kekuasaan. Namun, dalam praktiknya, tarik-menarik kepentingan politik sering kali mengebiri prinsip transparansi dan akuntabilitas sebagaimana diatur dalam PP No. 12 Tahun 2019 dan Permendagri No. 77 Tahun 2020. 

Keduanya menekankan bahwa pengeluaran harus berbasis manfaat, kinerja, dan akuntabilitas hukum. Namun realitas penganggaran di sejumlah daerah, termasuk Kabupaten Ogan Ilir, menunjukkan deviasi serius.

Advertisement

Kasus dugaan korupsi dana hibah Palang Merah Indonesia (PMI) Ogan Ilir yang terungkap tahun 2025 menjadi sorotan. Dana hibah sebesar Rp2 miliar diselewengkan dengan modus laporan fiktif. 

Kejaksaan Negeri Ogan Ilir telah menetapkan tiga tersangka, yaitu R yang merupakan Ketua Bidang PMR dan Relawan PMI Kabupaten Ogan Ilir,  M merupakan Kepala Markas PMI Kabupaten Ogan Ilir dan N merupakan Staf Bidang Kesehatan, Sosial, dan Donor PMI Kabupaten Ogan Ilir. 

Hal ini menunjukkan lemahnya sistem pengawasan internal dan penyalahgunaan skema hibah untuk kepentingan segelintir elite. Dana yang seharusnya mendukung kegiatan sosial justru menjadi instrumen akumulasi kekuasaan.

Data menunjukkan bahwa belanja hibah di Ogan Ilir meningkat tajam: Rp39,1 miliar (2021), Rp47,2 miliar (2022), dan Rp54,8 miliar (2023). Namun, lonjakan ini tidak diiringi transparansi atau evaluasi manfaat.

Laporan BPK tahun 2022 dan 2023 bahkan mengungkap mayoritas hibah diberikan tanpa bukti pertanggungjawaban memadai. Parahnya, beberapa lembaga tetap menerima hibah di tahun berikutnya meski tak menyerahkan laporan kegiatan.

Kecenderungan ini menandakan bahwa anggaran hibah lebih berfungsi sebagai alat patronase ketimbang mendorong pembangunan sosial. Prioritas anggaran lebih ditentukan oleh relasi kuasa ketimbang kebutuhan riil warga. 

Dampaknya, indikator sosial stagnan: tingkat kemiskinan di Ogan Ilir tetap di angka 13,1% pada 2023, dengan Gini Ratio 0,379 dengan cerminan ketimpangan yang terus melebar.

Lemahnya sistem pengendalian intern, pasifnya fungsi pengawasan legislatif, dan minimnya partisipasi masyarakat dalam penyusunan APBD menjadi akar persoalan.

Dalam forum Musrenbang, suara masyarakat kerap tak diakomodasi karena digantikan oleh program titipan elite politik. Proses penganggaran akhirnya menjadi eksklusif dan manipulatif.

Fenomena ini bukan kasus tunggal. Laporan Indonesia Public Expenditure Review (World Bank, 2020) menegaskan bahwa banyak daerah gagal menghubungkan peningkatan belanja dengan hasil pembangunan yang nyata. 

Penganggaran masih didorong oleh tekanan politik dan logika input, bukan efektivitas dan hasil nyata. Belanja sosial dan hibah cenderung mengalir ke kelompok dekat kekuasaan tanpa mekanisme evaluasi yang kuat.

Reformasi mendesak harus segera dilakukan. Pertama, belanja hibah harus tunduk pada prinsip performance-based budgeting. Setiap hibah wajib dilengkapi evaluasi output yang diverifikasi auditor independen. 

Kedua, pemerintah daerah wajib membuka data alokasi dan penerima hibah ke publik melalui portal digital. 

Ketiga, DPRD harus menjalankan fungsi pengawasan secara independen, bebas dari konflik kepentingan.

Keempat, perlu dibentuk unit pengawasan berbasis masyarakat yang melibatkan LSM, akademisi, dan media lokal untuk melakukan audit sosial terhadap belanja hibah. Terakhir, kasus korupsi PMI harus menjadi momentum reformasi menyeluruh, termasuk audit ulang terhadap semua penerima hibah dalam lima tahun terakhir. 

Dengan mengacu pada rekomendasi tersebut, reformasi pengelolaan belanja hibah di daerah menjadi sangat mendesak, tidak hanya untuk mencegah korupsi, tetapi juga memastikan setiap rupiah APBD membawa perubahan nyata bagi kesejahteraan masyarakat.

***

*) Oleh : Fahrizal Afriansyah, Mahasiswa Magister Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada. 

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES