Forum Mahasiswa

100 Hari Gubernur di Jawa Paling Memuaskan Rakyat?

Kamis, 12 Juni 2025 - 10:10 | 17.31k
Fatlurrahman, Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi FISIPOL UGM, Peneliti Academic and Social Studies (ACCESS), Founder Madura Bestari.
Fatlurrahman, Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi FISIPOL UGM, Peneliti Academic and Social Studies (ACCESS), Founder Madura Bestari.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Seratus hari pertama adalah fase yang krusial dalam masa jabatan kepala daerah. Di periode inilah publik menilai arah kebijakan, gaya kepemimpinan, serta sejauh mana janji kampanye mulai diterjemahkan dalam tindakan nyata. Tidak heran jika media, lembaga riset, hingga masyarakat menjadikan 100 hari sebagai tolak ukur awal performa seorang gubernur.

Survei terbaru yang dirilis Indikator Politik Indonesia pada 28 Mei 2025, mengukur tingkat kepuasan masyarakat terhadap para gubernur di enam provinsi utama Pulau Jawa: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Banten. 

Advertisement

Survei dilakukan secara tatap muka pada 12–19 Mei 2025 dengan jumlah responden antara 400 hingga 600 orang di setiap provinsi. Hasilnya mencerminkan sejauh mana publik menilai kinerja pemimpin barunya setelah 100 hari menjabat pasca Pilkada Serentak 2024.

Peta Kepuasan Publik 

Secara umum, hasil survei menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat merasa cukup atau sangat puas terhadap gubernur mereka. Namun, terdapat perbedaan signifikan antarprovinsi dalam hal tingkat kepuasan. 

Provinsi Jawa Barat menempati posisi teratas dengan tingkat kepuasan publik mencapai 94,7 persen, menjadikan Dedi Mulyadi sebagai gubernur dengan penerimaan publik terbaik di Jawa. 

Diikuti oleh Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 83,8 persen, Jawa Timur dengan 75,3 persen, dan Jawa Tengah dengan 62,5 persen.

Sementara itu, DKI Jakarta berada di urutan kelima dengan tingkat kepuasan 60 persen, dan Banten berada di posisi paling buncit dengan hanya 50,8 persen responden yang merasa puas terhadap kinerja gubernurnya. 

Ketimpangan ini menunjukkan bahwa tidak semua daerah berhasil membangun kepercayaan publik dalam periode awal kepemimpinan mereka.

Dedi Mulyadi dan Efek Kepemimpinan Dekat Rakyat

Tingginya tingkat kepuasan publik di Jawa Barat tidak bisa dilepaskan dari figur Gubernur Dedi Mulyadi yang dikenal luas sebagai pemimpin yang dekat dengan rakyat dan komunikatif. 

Berbekal pengalaman panjang di panggung politik lokal dan nasional, Dedi membentuk citra sebagai pemimpin yang tidak berjarak, baik secara fisik maupun emosional.

Strategi komunikasinya tidak hanya konvensional melalui kanal pemerintahan, melainkan juga melalui media sosial seperti TikTok, YouTube, dan Instagram. Di sana, ia menarasikan kegiatan hariannya secara langsung, menyapa warga secara personal, dan menyelesaikan persoalan-persoalan lokal secara nyata. 

Gaya ini bukan sekadar pencitraan, karena hasil survei menunjukkan bahwa sektor-sektor strategis seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan komunikasi juga mendapat evaluasi positif dari masyarakat Jawa Barat.

Pendekatan seperti ini menunjukkan bahwa kepemimpinan yang efektif hari ini adalah kombinasi antara kinerja konkret dan komunikasi yang kuat. Dedi Mulyadi berhasil menampilkan keduanya secara konsisten selama 100 hari pertama.

Tantangan Membangun Kepercayaan di Wilayah Urban

Di sisi lain, Banten dan DKI Jakarta menghadapi tantangan besar dalam membangun kepercayaan publik di awal masa kepemimpinan. Tingkat kepuasan yang rendah, masing-masing 50,8 persen dan 60 persen menggambarkan adanya jarak antara program kerja dan persepsi publik. 

Dalam konteks masyarakat urban seperti Jakarta dan sebagian besar wilayah Banten, ekspektasi publik cenderung lebih tinggi dan kritis.

Ada kemungkinan bahwa program-program yang dilaksanakan belum sepenuhnya menyentuh kebutuhan harian masyarakat, atau tidak disampaikan secara efektif kepada publik. 

Di era digital, pemimpin yang tak mampu membangun narasi atau menjelaskan program secara terbuka berisiko kehilangan legitimasi, meskipun substansi programnya baik. Kinerja tanpa komunikasi berisiko hilang dari radar publik; sebaliknya, komunikasi tanpa aksi hanya akan jadi wacana kosong.

Antara Aksi, Citra, dan Harapan

Dari hasil survei ini, dapat disimpulkan bahwa tingkat kepuasan publik terhadap kepala daerah adalah gabungan antara kerja nyata dan persepsi yang dibentuk melalui komunikasi yang kuat dan terarah. 

Pemimpin yang tampil aktif, turun langsung, dan terbuka terhadap kritik publik, akan lebih mudah mendapatkan kepercayaan masyarakat.

Seratus hari pertama memang belum mencerminkan keseluruhan masa jabatan. Namun, periode ini cukup untuk membaca arah kepemimpinan dan menunjukkan komitmen seorang gubernur terhadap janji kampanyenya. 

Bagi daerah-daerah dengan kepuasan rendah, ini bisa menjadi alarm awal untuk segera mengevaluasi pola komunikasi, tata kelola pemerintahan, serta keberpihakan pada kepentingan warga.

***

*) Oleh : Fatlurrahman, Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi FISIPOL UGM, Peneliti Academic and Social Studies (ACCESS), Founder Madura Bestari.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES