Opini

Tuan Rumah G20, Indonesia Juru Damai Dunia

Rabu, 30 Maret 2022 - 18:01 | 37.41k
Wijianto, SE.
Wijianto, SE.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Minggu, 31 Oktober 2021 adalah hari bersejarah bagi Indonesia sebagai bangsa dan negara. Untuk pertama kalinya, Indonesia mendapatkan kepercayaan untuk melanjutkan estafet kepresidenan G20 pada tahun 2022. Secara simbolis, Perdana Menteri Italia Mario Dragh menyerahkan mandat sidang langsung kepada Presiden Joko Widodo yang kemudian menerima dengan mengetuk palu sidang. Momentum serah terima jabatan presiden G20 dari Italia ke Indonesia menutup pelaksanaan KTT G20 Roma di La Nuvola, Roma, Italia. Sesuatu yang harus disyukuri sangat menarik, kepresidenan G20 Indonesia mengusung tema besar "Recover Together, Recover Stronger" atau "Pulih bersama, Pulihkan Lebih Kuat". Melalui pemilihan tema tersebut, Indonesia ingin mengajak seluruh dunia tanpa terkecuali untuk saling mendukung, bahu membahu, dan gotong royong untuk pulih dari dampak pandemi Covid-19 dan semakin kuat. 

Menariknya, sebagai tuan rumah presidensi G20, Indonesia sebagai juru damai dunia ingin mengajak seluruh dunia tanpa terkecuali untuk saling mendukung, bahu membahu, dan gotong royong untuk pulih dari dampak pandemi COVID-19 dan semakin kuat. Presidensi G20 Indonesia berkomitmen untuk pertumbuhan yang inklusif, berpusat pada masyarakat, ramah lingkungan dan berkelanjutan. Tema besar ini memang sangat khas dengan nilai-nilai dan kepribadian bangsa Indonesia, yaitu konsep gotong royong. Pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan juga termasuk gotong royong. Pandemi COVID-19 yang melanda hampir semua sektor kehidupan membangkitkan kembali kesadaran akan nilai gotong royong. Di tengah situasi krisis akibat pandemi COVID-19, di era yang sering kita sebut VUCA (volatility, uncertainty, complexity, ambiguitas), gotong royong seperti suluh dalam kegelapan, tidak hanya untuk Indonesia tetapi juga bagi dunia.

Advertisement

Sejarah Emas “Kemseraan” Indonesia - Rusia

Pada tahun 2022, hubungan diplomatik tepat ke-72 tahun dengan Rusia yang dimulai pada 1950. Dalam kurun waktu 72 tahun hubungan antara kedua negara mengalami pasang surut. Di era kepresidenan Soekarno, atau Orde Lama, hubungan antara Jakarta dan Moskow sangat dekat dan bahkan sangat "Mesra". Kedua kepala negara sering bertemu dan mengunjungi satu sama lain. Presiden Soekarno sendiri telah mengunjungi Rusia sebanyak 4 kali  , yaitu pada tahun 1956, 1959, 1961, dan 1964.  Pemimpin Rusia  Kliment Voroshilov dan Nikita Khruschev mengunjungi Indonesia masing-masing pada tahun 1957 dan 1960. Rusia saat itu banyak membantu Indonesia, baik di sektor infrastruktur, keuangan, penyiapan kader bangsa melalui bidang pendidikan, maupun teknik militer. Salah satu peran penting Rusia lainnya adalah dukungannya dalam proses kembalinya Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi pada tahun 1963.

Tahun 1956-1962 adalah puncak dari "Kemesraan"  hubungan Indonesia-Rusia. Hal ini tercermin dari hubungan erat antara kedua kepala negara dengan kunjungan masing-masing. Pada 28 Agustus-12 September 1956 Presiden Soekarno mengunjungi Moskow. Selama kunjungan, pada tanggal 11 September 1956, Presiden Soekarno dan pejabat Rusia seperti Mikoyan, Voroshilov, Kaganovich dan Malenkov, Menteri Luar Negeri Indonesia Ruslan Abdulgani dan Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Gromyko menandatangani Perjanjian Bersama. Pada bulan Juni 1961 Presiden Soekarno melakukan kunjungan ke Rusia dan pada tahun 1957 Ketua Presidium Tertinggi Rusia K.Y. Voroshilov dan pada bulan Februari 1960 Perdana Menteri Nikita Khuschev mengunjungi Indonesia.

Hasil kunjungan bersama tersebut dicapai kesepakatan untuk meningkatkan hubungan dan kerja sama di berbagai bidang, baik politik, ekonomi, sosial budaya, kemanusiaan, dan militer, seperti pencairan dana, pembangunan berbagai proyek dan penyediaan peralatan militer dari Rusia ke Indonesia. Proyek pembangunan bantuan Rusia untuk Indonesia seperti pembangunan Rumah Sakit Persahabatan, stadion Gelora Karno, Hotel Indonesia, pembangunan jalan, jembatan dan lapangan terbang di sejumlah daerah di Indonesia, pembangunan pabrik baja dan fasilitas lainnya. Peran Rusia dalam pembebasan Irian Barat merupakan salah satu dasar hubungan dekat Indonesia dengan Rusia. Pemerintahan Presiden Soekarno berusaha untuk sepenuhnya mengakhiri sisa-sisa kolonialisme Belanda di Bumi, terutama di Irian Barat. Pada tahun 1952 Belanda secara sepihak memasukkan Irian Barat ke dalam wilayahnya, sementara Indonesia menganggap bahwa Irian Barat menjadi bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Untuk mempertahankan perang terbuka dengan Belanda, Indonesia membutuhkan Angkatan Bersenjata dengan peralatan militer yang kuat. Indonesia dihadapkan pada dua pilihan, yaitu mendekati Amerika Serikat atau Rusia untuk pengadaan peralatan militer. Antara kedua negara terjadi Perang Dingin dan memperebutkan pengaruh atas negara-negara berkembang lainnya, termasuk Indonesia. Indonesia dengan prinsip kebijakan luar negeri "bebas aktif" tidak mendukung salah satu blok. Sebelumnya, Indonesia tengah menjajaki pengadaan peralatan militer dari Amerika Serikat. Namun, itu tidak berhasil karena Belanda adalah sekutu Amerika Serikat. Kemudian Indonesia mencoba menjelajahi Rusia dan mendapat sambutan baik dari  Pemerintah Rusia. Dalam pertemuan dengan Jenderal TNI A.H. Nasution di Moskow, Perdana Menteri Nikita Khruschev mengatakan bahwa Indonesia dapat memperoleh semua peralatan militer di Rusia.

Pada tanggal 28 Desember 1960, Indonesia menandatangani kontrak untuk pengadaan peralatan militer dan pada awal tahun 1962 peralatan militer mulai dikirim terus menerus ke Indonesia. Dalam waktu singkat Angkatan Bersenjata Indonesia menjadi kuat dilengkapi dengan sejumlah kapal selam, pesawat tempur dan peralatan militer lainnya. Dengan melihat situasi ini, masalah Irian Barat dapat diselesaikan melalui jalan damai dan Irian Barat kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.

Sejarah politik Internasional Indonesia, KTT Non-Blok sebagai Komunitas

Gerakan Non-Blok adalah gerakan yang lahir di era Perang Dingin, tepatnya pada 1961. Negara-negara berkembang bekas jajahan Barat yang baru merdeka, tergabung di dalamnya karena tak ingin memihak Amerika Serikat maupun Uni Soviet. Tak hanya menjadi anggota, Indonesia juga adalah salah satu negara penggagas Gerakan Non-Blok. Gerakan Non-Blok adalah perkumpulan dunia yang di dalamnya berisikan negara-negara yang tidak beraliansi atau berpihak kepada kekuatan besar apapun. Dengan kata lain, Gerakan Non-Blok (GNB) merupakan perkumpulan negara yang bersikap netral. Indonesia menjadi salah satu pelopor gerakan ini.

            Setelah keluar dari PBB, Indonesia kemudian mendirikan Conferensi Negara-Negara Berkembang atau Conference of The New Emerging Forces (CONEFO) pada tanggal 7 Januari 1965. Organisasi ini merupakan gagasan Presiden Sukarno yang dianggap sebagai tandingan terhadap PBB. CONEFO merupakan bentuk kekuatan blok baru yang beranggotakan negara-negara berkembang untuk menyaingi dua kekuatan blok sebelumnya, yaitu Blok Uni Soviet dan Blok Amerika Serikat. Adapun negara-negara yang menjadi anggota CONEFO di antaranya Indonesia sebagai pendiri, Republik Rakyat Tiongkok, Korea Utara, dan Vietnam Utara. Selain negara-negara anggota, CONEFO juga memiliki negara-negara pengamat, di antaranya Uni Soviet, Kuba, Yugoslavia, dan Republik Arab Bersatu. Konferensi tersebut belum sempat diselenggarakan hingga CONEFO dibubarkan oleh Presiden Suharto pada tanggal 11 Agustus 1966. Sementara kompleks gedung yang telah dipersiapkan sebelumnya dialih fungsikan dan dipergunakan sebagai Gedung DPR/MPR.

Selain mendirikan CONEFO, Indonesia juga pernah menyelenggarakan Pesta Olahraga Negara-Negara Berkembang atau Games of the New Emerging Forces (GANEFO), ini adalah suatu ajang olahraga yang didirikan oleh Soekarno pada akhir tahun 1962 sebagai tandingan Olimpiade.GANEFO menegaskan bahwa politik tidak bisa dipisahkan dengan olahraga, hal ini bertentangan dengan doktrin Komite Olimpiade Internasional (KOI) yang memisahkan antara politik dan olahraga. Indonesia mendirikan GANEFO setelah kecaman KOI yang bermuatan politis, di mana pada saat itu, Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games 1962. Pada perhelatan akbar olahraga negara-negara Asia itu, Indonesia tidak mengundang Israel dan Taiwan dengan alasan simpati terhadap Tiongkok dan negara-negara Arab. Tidak kehilangan akal, Indonesia kemudian menyelenggarakan GANEFO sebagai ajang olahraga tandingan terhadap Olimpiade. GANEFO sempat beberapa kali diselenggarakan dan diikuti oleh ribuan atlet dari puluhan negara.

Peran Utama Indonesia Sebagai Juru Damai Dunia

Pernyataan sikap Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia tercantum dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 alinea keempat. Tujuan negara Republik Indonesia tertuang secara jelas dalam Undang Undang Dasar 1945 pada alinea ke 4, hal ini perlu untuk dipahami oleh seluruh masyarakat Indonesia dan membantu negara untuk dapat mewujudkannya. Tujuan negara Republik Indonesia dalam UUD 1945, berbunyi: "Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteran umum mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Berkaca dari pengalaman menjadi pusat perhatian dunia, Indonesia harus siap menerjemahkan manfaat dari agenda prioritas yang telah disusun, sekaligus menjawab pertanyaan dan kritik masyarakat.

Indonesia harus mampu mengundang Rusia dan Nato untuk datang ke Presidensi-G20, Oleh karena itu berkewajiban dalam mengundang seluruh presiden untuk hadir pada acara utama dunia tersebut. Sejalan dengan sejarah masa lalu Indonesia terus menjadi Pelopor Utama Perdamaian Dunia digagas dan disuarakan tidak beraliansi atau berpihak kepada kekuatan besar apapun. Indonesia menjadi salah satu pelopor gerakan ini. Harus berani mengundang siapapun kedalam forum tertinggi dunia pada tahun ini. Rusia, NATO dan Negara – negara yang berselisih harus hadir diundang tanpa memihak kekuatan blok manapun karena sejatinya tujuan dari Negara Indonesia sebagai Negara Juru Damai Dunia yang telah tercantum pada Undang – Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tidak hanya dalam lingkup pemerintahan, proses pengambilan keputusan G-20 juga diperkaya dengan keterlibatan “aktor sosial” yang secara rutin bertemu sebagai engagement groups yang bekerja secara independen memberikan rekomendasi formal kepada Presidensi G-20 sebelum setiap KTT/ Leaders’ Summit. Pemerintah Indonesia telah menempatkan G-20 sebagai forum paling strategis dalam arah kebijakan luar negerinya dengan tetap mengedepankan prinsip bahwa sebagai suatu negara yang berdaulat dan wakil Negara berkembang. Kemampuan Indonesia untuk menyelesaikan agenda nasionalnya dengan memanfaatkan posisi keketuaannya sebenarnya akan memberikan legitimasi yang kuat terhadap manfaat G-20. Secara tidak langsung, Indonesia bisa menjadi model dalam artikulasi kepentingan negara-ne gara berkembang ke dalam kebijakan global.

Untuk mendapatkan manfaat yang optimal bagi perjanjian ini, Indonesia perlu melakukan banyak persiapan untuk meningkatkan kapasitasnya menjadi lebih inovatif dan diplomasi internasional. Selain itu, perlu adanya peningkatan Koordinasi Internal antar lembaga agar tidak menunjukan kelemahan atau kontraproduktif. Komunikasi lintas institusi dan bahkan lintas lembaga eksekutif dan legislatif juga diperlukan untuk mengakomodir proses check and balances, mulai dari persiapan hingga target yang ingin dicapai. Meskipun di tengah situasi yang sulit bagi banyak negara, ini adalah kesempatan untuk menunjukkan bahwa Indonesia memiliki suara penting untuk didengar oleh komunitas global.

Kita Negara Indonesia akan menjadi Negara Pertama Juru Damai Dunia Penggerak Komitmen sekaligus memetik manfaatnya dengan persiapan yang matang, penuh integritas dan tanggung jawab, sehingga dapat menjadi Activator bagi kondisi nasional dan global yang lebih baik Berkelanjutan maju Makmur dan Berkeadilan.

*) Oleh: Wijianto, SE.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.

**) Dapatkan update informasi pilihan setiap hari dari TIMES Indonesia dengan bergabung di Grup Telegram TI Update. Caranya, klik link ini dan join. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi Telegram di HP.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES