Klaim Wasiyatul Mustafa Sebagai Gubahan Imam Sya'rani Mitos? Simak Penjelasannya
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kitab Wasiyatul Mustafa, yang diklaim sebagai gubahan Imam Sya'rani, ternyata disangsikan oleh beberapa tokoh dan ahli. Al-Maliji, dalam biografi Imam Sya'rani, tidak mencantumkan Wasiyatul Mustafa sebagai karya sang imam.
Hadirnya kitab Wasiyatul Mustafa menjadi perdebatan, terutama karena diklaim sebagai karya Imam Sya'rani, yang notabene adalah ulama ahli hadis. Namun, Muhammad Muhyiddin al-Maliji, dalam bukunya, tidak menyebutkan adanya keterlibatan Imam Sya'rani dalam penulisan kitab tersebut.
Advertisement
Sementara, kajian hadis di Nusantara kali pertama tercatat pada abad ke-17 silam yang ditandai munculnya kitab yang ditulis oleh Nuruddin Ar-Raniri dengan judul Hidayah al-ḥabib fi Targib wa al-Tarhib. Kitab ini seolah pembuka kran semakin massifnya kajian sejenis.
Kitab Wasiyatul Mustafa sendiri memuat ringkasan wasiyat Nabi Muhammad SAW kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Kitab ini sangat populer di Indonesia dengan hadis-hadis ringkas ditambah bahasa yang mudah dipahami.
Bahkan, kitab Wasiyatul Mustafa menjadi mata pelajaran di berbagai pesantren juga kerap dikutip media sosial secara virtual atau daring.
Kitab Wasiyatul Mustafa ternyata terdapat 109 hadist yang didalamnya disajikan tanpa disertai dengan sanad. Padahal, sanad menjadi barometer penting untuk menentukan apakah suatu hadis dapat dipertanggungjawabkan atau tidak.
Sehingga membuat para ahli sulit mengidentifikasi kebenaran hadis-hadis yang termuat dalam kitab tersebut.
Selain itu, sejauh ini pengarang kitab Wasiyatul Mustafa pun masih menjadi misteri. Di Indonesia, terdapat beberapa percetakan seperti Haramain tertera catatan kaki kitab Minahus Saniyah sebagai karangan Imam Sya’rani.
Dicantumkannya kitab Wasiyatul Mustafa pada catatan kaki Minahus Saniyah memunculkan anggapan bahwa kitab Wasiyatul Mustafa juga termasuk karangan dari Imam Sya’rani. Lalu, apakah demikian?
Setelah dilakukan pencarian menggunakan Jawāmi’ al-Kalim versi 4,5, Maktabah Syamilah versi 2.11, para ahli sama sekali tidak menemukan hadis Wasiyatul Mustafa di kitab-kitab induk hadis (al-kutub al-asliyah).
Imam al-Ajluni dalam Kasful Khafa mengatakan bahwa mayoritas hadis-hadis Rasulullah kepada Sayyidina Ali adalah palsu atau maudhu'.
Imam as-Saghani dan Imam Suyuthi juga turut mengamini hal tersebut. Sedangkan, sosok yang diduga memalsukan hadis-hadis tersebut adalah Hammad bin Amr an-Nasibi. Hal ini bisa dilihat di kitab Tadzkirah al-Huffadz Imam Fatani, 8.
Tak hanya itu, pendiri Nahdlatul Ulama Hadratusyaikh KH Hasyim Asyari, sebagai ulama ahli hadis, menekankan kehati-hatian dalam menerima hadis. Ia melarang pengajian kitab-kitab yang berisikan hadis maudhu' seperti Tanbihul Ghafilin dan Durratu Nasikhin. Terutama di Pesantren Tebuireng Jombang.
Meski demikian, KH Hasyim Asy'ari tidak serta-merta melarang secara total. Kitab-kitab tersebut masih boleh diajarkan hanya bagi orang-orang yang menguasai ilmu hadis.
Bagi yang membacakan Kitab Wasiyatul Mustafa, KH Hasyim Asy'ari meminta agar dapat memberikan penjelasan kepada masyarakat umum akan kualitas hadis-hadis tersebut.
Dengan demikian, klaim Kitab Wasiyatul Mustafa sebagai gubahan Imam Sya'rani adalah mitos. Hal ini menunjukkan pentingnya kehati-hatian dalam menerima karya-karya dan informasi terutama terkait hadits atau yang berhubungan dengan agama Islam. Waallahu a’lam bishawab. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |