Resensi

Santap Kisah: Aroma Pangan dalam Karya Ratna Indraswari Ibrahim di Festival Sastra Malang 2024

Kamis, 26 September 2024 - 19:39 | 18.87k
Penyampaian materi Aroma Pangan dalam Karya Ratna Indraswari Ibrahim oleh A. Elwiq Pr (FOTO:  Rizka Mega Fadiame/TIMES Indonesia)
Penyampaian materi Aroma Pangan dalam Karya Ratna Indraswari Ibrahim oleh A. Elwiq Pr (FOTO: Rizka Mega Fadiame/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANGFestival Sastra Malang digelar pada Kamis (26/9/2024) di Kafe Critasena, membawa beragam diskusi menarik seputar dunia sastra. Salah satu sesi yang menyita perhatian adalah Santap Kisah yang berjudul Aroma Pangan dalam Karya Ratna Indraswari Ibrahim.

Sesi ini menghadirkan dua narasumber, A. Elwiq Pr, editor dua novel karya Ratna berjudul Pecinan dan 1998, serta Rosyid H.W., penulis cerpen Rembulan di Bibir Teluk.

Advertisement

Festival-Sastra-Malang.jpgRosyid H.W penulis cerpen Rembulan di Bibir Teluk dalam acara diskusi Festival Sastra Malang. (FOTO: Rizka Mega Fadiame/ TIMES Indonesia)

Diskusi dimulai dengan perbincangan mengenai apa arti sastra yang senenarnya. A. Elwiq Pr menjelaskan, “Sastra, dalam bentuk dan wujud apa pun, berbicara tentang manusia. Bagaimana manusia memenuhi dan menjaga kemanusiaannya. Unsur-unsur sastra sering kali menguatkan karakter, cara berpikir, dan emosi tokoh-tokohnya.”

Ratna Indraswari Ibrahim, salah satu sastrawan Indonesia, memiliki gaya penulisan yang unik, terutama dalam novelnya 1998. Menurut Elwiq, Ratna membangun karakter tokohnya bukan melalui deskripsi, melainkan pengembangan pemikiran yang mendalam. “Dalam 1998, kuliner menjadi salah satu penguat cerita dan memberikan warna yang menarik,” ujar Elwiq.

Novel 1998 adalah sebuah karya yang mengangkat latar belakang krisis politik dan sosial di Indonesia pada tahun 1998, tahun yang menjadi titik balik sejarah Indonesia dengan jatuhnya rezim Orde Baru. Melalui novel ini, Ratna menyajikan cerita yang mendalam tentang perubahan sosial, ketidakadilan, dan perjuangan masyarakat dalam menghadapi tekanan politik yang berat.

Selain politik, kuliner juga menjadi salah satu elemen penting dalam cerita. Makanan digunakan sebagai simbol yang menggambarkan kebersamaan dan perbedaan kelas sosial, yang terlihat dari bagaimana Ratna menggambarkan interaksi sehari-hari para tokoh melalui makanan. Contoh yang dibahas dalam berbagai diskusi adalah pecel, bakso, dan deskripsi tentang dapur serta pawon, yang menyiratkan adanya kesenjangan sosial antara kehidupan tradisional dan modern.

Beberapa contoh mengenai bagaimana kuliner hadir dalam novel 1998, salah satunya adalah deskripsi tentang pecel Bu Tiwi. “Menurutku, pecelnya Bu Tiwi lumayan enak bila disantap menjelang tengah hari,” kutipan dari halaman 7. Kutipan tersebut menggambarkan adegan sederhana di mana Putri, anak Walikota, makan pecel di kantin kampus.

Putri merasa canggung karena ia sendirian dan tidak begitu akrab dengan kawan-kawannya, seperti Gundul, Rudy, Marzuki, dan Neno. Pecel jadi media untuk memperlunak dan menghilangkan kecanggungan Putri. 

Selain itu, ada juga yang menyinggung kesenjangan sosial antara dapur dan pawon, “Mbah wedok pintar memasak di pawon sekalipun sudah ada dapur kering,” (halaman 19). Menggambarkan perbedaan latar belakang sosial yang signifikan antara Suwarno, ayah Putri, dan istrinya. Nenek Suwarno, digambarkan sebagai sosok yang terampil memasak di dapur tradisional (pawon) meskipun sudah ada dapur kering yang lebih modern. Ini menunjukkan bahwa keluarga Suwarno berasal dari latar belakang yang lebih sederhana. 

Di sisi lain, istri Suwarno, yang merupakan ibu Putri, berasal dari keluarga priyayi, yaitu golongan kelas atas yang dihormati di era tersebut, terutama karena dia adalah anak dan cucu seorang Wedana (jabatan dalam birokrasi kolonial).

Diskusi kemudian ditutup dengan penjelasan bahwa novel 1998 merupakan karya posthumous yang diterbitkan pada September 2012, setelah Ratna Indraswari Ibrahim berpulang. Penyelenggaraan Festival Sastra Malang yang kedua pada bulan ini menjadi momen yang bertepatan dengan terbitnya karya tersebut, sekaligus sebagai penghormatan atas kontribusi besar Ratna dalam dunia sastra Indonesia. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES