Kopi TIMES

Membangun Kebhinekaan untuk Menjaga Persatuan dan Kesatuan

Sabtu, 25 November 2017 - 07:34 | 134.08k
Supoyo (tengah) dalam acara deklarasi kecamatan dan desa layak anak (foto: Istimewa)
Supoyo (tengah) dalam acara deklarasi kecamatan dan desa layak anak (foto: Istimewa)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Saya mulai tulisan ini dengan membuka kembali 'kekayaan' Indonesia. Negeri ini merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 17.504 pulau. Di sini, ada lebih dari 263.846.946 juta penduduk (data tahun 2016) yang tinggal. Jumlah penduduk itu merupakan yang terbesar keempat di dunia.

Di negeri ini, hidup sekitar 300 kelompok etnis. Setiap etnis memiliki warisan budaya yang berkembang selama berabad-abad. Dipengaruhi oleh kebudayaan India, Arab, Tiongkok, Eropa, dan termasuk kebudayaan sendiri yaitu Melayu. 

Advertisement

Dalam hal bahasa, berdasarkan pengamatan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayan sejak 1991 hingga 2017, teridentifikasi dan tervalidasi 652 bahasa dari 2.452 daerah pengamatan. Itu belum termasuk dialek dan subdialek.

Itulah Indonesia yang kita huni. Begitu beragam, tapi tetap satu, sebagaimana dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda tapi tetap satu juga). Sebagai kekayaan bangsa, keragaman itu penting dihayati, dibangun dan dirawat. Keragaman itu tak boleh memecah belah kita sebagai bangsa.

Lebih-lebih belakangan ini, di saat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia sedang diuji. Berbagai aktivitas dan isu yang berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa, silih berganti muncul. 

Dan yang paling mengerikan adalah pesan-pesan berisi ujaran kebencian yang tersampaikan melalui media sosial. Pesan-pesan yang sangat cepat beredar melalui jejaring sosial seakan menjadi kompor dan sumbu penyulut emosi. 

Karena itu, nilai-nilai dari Bhinneka Tunggal Ika yang ada sejak era Majapahit, harus diimpelementasikan dalam kehidupan berbangsa dan juga bernegara. Implementasi tersebut antara lain bisa dilakukan dengan berperilaku Inklusif. Yakni pandangan bahwa setiap perorangan maupun setiap kelompok hanyalah sebagian kecil dari kesatuan masyarakat yang lebih luas. 

Perilaku ini akan menganggap kelompok dalam kehidupan bersama merupakan hal yang peting, sehingga perilaku inklusif tidak akan memandang kelompok lain dan juga tidak menyepelekan orang lain. Setiap kelompok memiliki perannya masing-masing yang tidak bisa diabaikan selain itu peran tersebut memiliki makna dalam menjalani kehidupan bersama.

Bhineka Tunggal Ika juga bisa diimplementasikan dengan sikap Pluralistik. Sifat pluralistik yang bisa dilakukan oleh warga Indonesia yang mengerti akan makna Bhinneka Tunggal Ika adalah dengan memiliki sifat toleransi, saling hormat dan menghormati, mampu mengetahui perannya masing-masing sesuai dengan harkat dan martabatnya, tidak meremehkan orang lain yang berbeda dengannya baik itu dilihat dari ras, agama maupun suku. 

Bentuk implementasi lainnya yaitu dengan tidak bersikap egois. Yakni dengan menghormati pendapat yang disampaikan oleh orang lain dan tidak memaksakan pendapat atau kehendaknya. 

Tidak egois ini juga bisa ditunjukkan dengan tidak menganggap pendapatnya adalah pendapat yang terbaik serta tidak memaksakan pendapatnya untuk bisa diterima oleh anggota lainnya. Perbedaan pendapat yang sering terjadi di musyawarah merupakan hal yang biasa, sehingga perbedaan itu tidak perlu dibesar-besarkan namun dicari agar perbedaan itu mendapatkan titik temu.

Mufakat juga merupakan salah satu wujud implementasi semboyan ini. Dalam musyawarah, akan terdapat berbagai macam pendapat sehingga harus ada kata mufakat untuk mencapai kesepakatan bersama. Orang yang pendapatnya tidak terpakai bukan berarti kalah, begitupula orang yang pendapatnya disetujui dalam musyawarah bukankah orang yang menang. Hal tersebut disebut degan win win solution.

Jika anggota musyawarah tidak mengetahui dan tidak memaknai Bhinneka Tunggal Ika akibatnya adalah mufakat tidak akan pernah tercapai. Sebab setiap anggota rapat tetap egois dengan mempertahankan pendapatnya masing-masing. 

Penerapannya Bhinneka Tunggal Ika juga perlu memiliki landasan berupa kasih sayang. Perasaan kasih sayang itu bisa menghindari masyarakat Indonesia untuk saling curiga satu sama lain. Perasaan curiga itulah yang nantinya bisa menimbulkan masalah dan juga perpecahan. Sikap kasih sayang ditunjukkan dengan saling percaya dan slaing mempercayai. Perasaan seperti iri dan dengki harus dibuang jauh-jauh. Manusia di dunia ini diharapkan bisa membantu orang lain dengan tanpa pamrih dan juga disertai dengan pengorbanan.

Dan yang tak kalah penting, kita harus bersikap toleran. Setiap penduduk harus bisa menilai setiap perbedaan yang ada di Indonesia sebagai aset bangsa, sehingga perbedaan itu harus tetap terjaga dan bisa dilestarikan. 

Jika setiap warga Indonesia memiliki pandangan seperti itu, di hati setiap warga Indonesia akan tumbuh sikap untuk saling menghormati, memiliki semangat untuk hidup rukun dan menyuburkan sikap toleransi terhadap sesama warga Indonesia. Sikap toleransi yang tidak ada bisa menimbulkan perpecahan dan keributan.

Berbicara semangat persatuan dan kesatuan dalam keberagaman ini, kiranya kita perlu belajar pada founding fathers negeri ini. Bukankah lidi tak punya kekuatan apa-apa jika hanya sebatang. Tapi jika disatukan, ia punya kekuatan dan memberikan manfaat banyak bagi manusia.

Begitu juga dengan perjuangan bangsa kita dulu. Kemerdekaan akan sulit tercapai bila setiap kelompok berjuang sendiri-sendiri. Tapi jika bersatu dalam kebersamaan, bangsa ini akan kuat. (*)

Oleh: Supoyo, Tokoh masyarakat dan anggota DPRD Kabupaten Probolinggo

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Sukmana

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES