Kopi TIMES

Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah, Kuasai Bahasa Asing: Benarkah demikian?

Rabu, 06 Desember 2017 - 00:38 | 139.44k
Muhammad Yunus. (Grafis TIMES Indonesia)
Muhammad Yunus. (Grafis TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Pagi-pagi sebelum beraktivitas kebiasaan saya adalah mengecek pesan yang ada dimedia sosial. Kebiasaan ini hampir dilakukan setiap hari. Seakan menjadi hiburan tersendiri. Disamping ada manfaat yang didapat karena dapat mendapatkan informasi dengan mudah dan cepat meskipun disatu sisi harus pintar-pintar memilah setiap informasi yang masuk karena tidak ada informasi tanpa maksud tertentu.

Suatu ketika saya mendapatkan pesan yang jika dipikir sekilas cukup logis. Pesan itu bertuliskan “Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah, Kuasai Bahasa Asing” seperti yang tertulis pada judul tulisan ini. Tetapi kemudian saya berpikir, benarkan seperti ini? Tapi kemudian pikiran saya berselancar kemana-mana sambil memanggil-manggil informasi yang sudah ada diotak saya.

Advertisement

Jika dicermati, Bahasa adalah konstruksi manusia yang digunakan sebagai alat komunikasi sehingga keberlangsungan hidup manusia terus terjaga. Tanpa alat komunikasi ini maka akan sulit menyampaikan maksud, ide, pikiran, gagasan, kepada orang lain. Bahasa adalah kesepakatan pemakai Bahasa itu sendiri karena Bahasa bersifat arbiter. Setiap manusia yang ada didunia ini mempunyai bahasanya sendiri-sendiri. Sejauh mana kemudian kemampuan manusia sebagai pengguna Bahasa itu mampu mempengaruhi orang lain sehingga orang lain tertarik mempelajari bahasanya. Disinilah kemudian muncul kekuatan Bahasa. 

Jika dikaji dalam banyak literatur, Bahasa tertentu yang kemudian mengalami percepatan penyebaran disebabkan oleh majunya budaya dan ilmu pengetahuan dari komunitas pengguna Bahasa tersebut. Sehigga terjadi ekspansi Bahasa kepada pengguna yang lain. Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Bahasa Mandarin misalnya menempati Bahasa internasional yang paling banyak dipelajari oleh manusia yang ada dibumi ini dengan berbagai macam alasan, dan alasan yang paling banyak adalah mempelajari ilmu pengetahuan yang berkembang dimana Bahasa itu dipakai, mengkaji budayanya, berkomunikasi dengan pengguna Bahasa tersebut, dan berbagai alasan lainnya.

Jadi, kita sebagai orang Indonesia semestinya merefleksikan diri kenapa Bahasa Indonesia terlambat melakukan ekspansi kenegara lain. Alasan sederhana adalah daya jual ilmu pengetahuan dan kebudayaan bangsa Indonesia juga terlambat berkembang. Tapi kita sebagai warga Indonesia tidak boleh optimis, karena seiring perjalanan waktu dengan bonus demografi yang dimiliki Bangsa ini, manusia dari bangsa-bangsa lain mulai melirik Indonesia dan mereka pada akhirnya akan belajar Bahasa Indonesia.

Kembali pada pokok permasalahan diatas. Setelah saya telusuri ternyata ungkapan “Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah, Kuasai Bahasa Asing” ini berasal dari Pusat Bahasa. Dalam rangka memperjuangkan Bahasa Nasional dan Bahasa Daerah agar tidak terkikis oleh Bahasa Asing, meskipun tidak disebut apa Bahasa Asing yang dimaksud, tapi dalam banyak tulisan ungkapan diatas selalu memberikan contoh kasus pencampuran Bahasa Inggris dalam penggunaan Bahasa Indonesia, maka munculnya “dikotomi” Bahasa menjadi tiga: Indonesia, Daerah, dan Asing.

Padahal dalam hemat saya, seperti yang disampaikan diatas bahwa Bahasa mempunyai kompleksitasnya masing-masing. Bahasa Indonesia tidak bisa dianggap lebih mudah dari Bahasa Inggris, Bahasa Madura tidak bisa dianggap tidak sekeren Bahasa Inggris, begitu seterusnya. Tapi kenapa sampai harus mengkotak-kotakkan Bahasa. Ungkapan diatas seakan ada ketakutan bahwa bahasa daerah mulai ditinggalkan penuturnya makanya perlu dilestarikan seperti halnya melestarikan cagar budaya.

Sehingga, yang harus diperkuat menurut saya adalah bagaimana agar Bahasa itu menjadi daya tarik penutur asing untuk mempelajari Bahasa sebuah komunitas. Jawabannya adalah budaya, ilmu pengetahuan harus lahir dari Bahasa itu. Apakah bisa, pastinya bisa karena Bahasa Inggris tidak “ujuk-ujuk” menjadi Bahasa dengan penutur paling banyak seperti saat ini. Ada proses panjang yang dilakukan oleh negara-negara penutur Bahasa Inggris dengan berbagai cara yang dilakukannya sampai terjadi seperti saat ini, yaitu Bahasa Inggris menjadi konsumsi dunia.

Saya ingin mengakhiri tulisan ini bahwa sekali lagi saya ingin mengatakan setiap Bahasa mempunyai kekuatannya masing-masing. Penguasaan suatu Bahasa tertentu berdampak terhadap kemampuan koknisi dan keberterimaannya dalam konteks sosial. Oleh karenanya kenapa tidak dikatakan saja dengan ungkapan “Gunakan Bahasa dengan baik dan benar sesuai konteksnya baik waktu, tempat, dan situasinya karena semua Bahasa haruslah dilestarikan, dan bahasa yang dilestarikan itu harus dikuasai karena itu yang utama.”  

 

*) Muhammad Yunus, Dosen Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Malang (FKIP Unisma)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES