Kopi TIMES

Plagiasi itu Kejahatan Akademik

Rabu, 27 Desember 2017 - 10:09 | 66.53k
Hayat (Desaign: TIMES Indonesia)
Hayat (Desaign: TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Kondisi masyarakat akademik saat ini sungguh sangat memprihatinkan. Terutama kalangan mahasiswa yang notabene adalah masyarakat ilmiah dengan berbagai tuntutan, kebutuhan dan kepentingan yang melekat dalam dirinya, yaitu tugas-tugas kuliah, karya tulis ilmiah, dan hal lainnya yang berkaitan dengan tugas akademiknya. 

Bahkan tidak tanggung-tanggung, bisa setiap hari para mahasiswa bercengkrama dengan karya tulis, berdialog dengan buku, artikel, makalah, dan lain sebagainya.

Advertisement

Bagitu juga para dosen dan para stakeholder akademisi di dalamnya. Pasti tidak lepas dari hal tulis menulis, membaca, karya tulis ilmiah, artikel, jurnal, dan hal lainnya yang berdekatan dengan tugas dan fungsinya, yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian.

Sebagai masyarakat ilmiah, tentunya harus menjunjung tinggi nilai-nilai akademiknya. Menghargai karya orang lain dengan cara mensitasinya atau mereferensi karayanya. Mengutip dengan cara-cara yang baik dan sopan. Serta menghormati hasil karya orang lain dengan cara menuliskannya dengan cara-cara yang baik pula. Bukan copy paste, kemudian diakui sebagai karya sendiri. Atau diplagiasi dan diakui sebagai karyanya sendiri.

Plagiasi atau copy paste adalah kejahatan akademik yang paling fatal. Plagiasi adalah kejahatan luar biasa dalam dunia akademik. Plagiasi adalah hal yang paling harus dihindari dalam masyarakat ilmiah.

Seringkali saya sampaikan kepada mahasiswa saya, bahwa sekecil apa pun, yang namanya plagiasi adalah bentuk kejahatan, bentuk pencurian, bisa masuk pidana. Karena sama saja mencuri karya orang lain dengan diakui hak miliknya. Disetiap tugas mata kuliah saya, selalu saya sampaikan untuk sekuat mungking menghindari plagiasi, dalam kondisi apa pun dan dalam situasi bagaimana pun.

Namun demikian, sulit menanamkan nilai-nilai kejujuran dalam masyarakat ilmiah hari ini. Banyak cobaan dan kendala yang melintasi mereka. Terutama kemudahan akses yang dapat mereka lakukan dari mana saja dan kapan saja. Akses internet yang cukup besar di beberapa titik dan di pusat-pusat kegiatan pembelajaran menjadi sangat mudah. Mencari apa saja dari google itu dengan sangat cepat dan mudah di dapatkan. bahkan ribuan sampai jutaan data dengan mudah bisa di dapatkan di internet.

Dari kemudahan-kemudahan ternyata memberikan dampak yang cukup serius bagi kalangan akademisi, terutama bagi mahasiswa yang setiap hari harus mengumpulkan tugas. Akses yang mudah dan cepat memberikan dampak semakin minimnya membaca. Apa lagi mau mempelajari dan memahaminya. Dengan mendapatkannya yang super mudah berdampak pada proses membaca yang lemah, sehingga hanya sekadar menggugurkan kewajiban adalah pilihan yang bisa dilakukan. Yang penting tugas selesai dan tanggung jawab selesai aman. 

Di samping itu, perubahan ke digital ini juga sangat berdampak signifikan terhadap dunia literasi. Dunia literasi yang semakin tergerus oleh pola masyarakat yang lebih suka dengan hoax, copy paste milik orang lain dan hal negatif lainnya.

Tak dapat ditoleransi jika sudah berkaitan dengan plagiasi dalam tugas-tugas karya ilmiah. Tak ada ampun sejatinya dalam dunia akademik ada unsur plagiasi yang dilakukan. Karena hal itu menyangkut hak dan kewajiban dan merupakan bentuk kekayaan intelektual yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam perkembangan ilmu pengetahuan. 

Kebaharuan adalah keniscayaan, karena kita sebagai manusia mempunyai unsur tafakkaru yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan persoalan kehidupan ini.

Oleh karena itu, seringkali saya himbau kepada seluruh mahasiswa untuk membiasakan diri membaca, membaca dan selalu membaca. Kegiatan membaca dalam dunia akademik harus dijadikan sebagai perisai untuk “membunuh” kebodohan. 

Membaca sudah harus dijadikan sebagai kebutuhan sehari-hari, bukan kepentingan ketika ada tugas dan hal lainnya. Membaca harus dibangun atas kesadaran diri sendiri berdasarkan pada kemauan, keinginan dan kebutuhan.

Selain itu, menulis juga bagian yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas akademik. Menulis adalah mengekplorasi hasil bacaan, pengetahuan, dan pemahaman tentang apa yang ingin ditulis. Menulis itu tidak hanya dipelajari, tetapi harus dipraktikan sebagai langkah konkrit menghasilkan sebuah tulisan. 

Menulis itu sama pentingnya dengan membaca. Kalau membaca adalah mempelajari, sedangkan menulis adalah mengaktualisasi hasil bacaannya untuk dikembangkan dan ditransformasikan kepada masyarakat luas. Dari hasil tulisan itu akan membentuk pemahaman yang lebih luas dari apa yang kita baca.

Kegiatan membaca dan menulis adalah bagaikan pisau bermata dua. Saling melengkapi dan membutuhkan satu sama lainnya. Saling mempengaruhi dan mendukung dalam rangka membangun pemahaman dan pengetahuan.

Dengan seringnya diberikan motivasi dalam literasi, dan sedikit ada pemaksaan yang sifatnya membangun dengan cara memberikan tugas setiap pertemuan, dan setiap tugas dikumpulkan setiap pertemuan. Akan membentuk karakter literasi di lingkungan mahasiswa yang terasah, sehingga “pemaksaan” untuk membiasakan membaca dan menulis adalah keniscayaan. Dari situlah maka aktivitas literasi akan menjadi kebutuhan bagi mahasiswa.

Selain itu, dari pembiasaan itu dapat mencegah kebiasaan copy paste dan plagiasi bagi mahasiswa, karena mengetahui dampak yang ditimbulkan dari plagiasi adalah kejahatan akademik yang akan berdampak dalam jangka panjang, yaitu ilmunya tidak bermanfaat dan barakah. 

Sehingga membentuk karakter mahasiswa yang mencintai literasi dengan membangun kesadaran secara jujur dan ikhlas, terutama dalam menghasilkan karya tulis ilmiah. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bisshawab.(*)

  *Dosen Program Studi Ilmu Administrasi Publik Universitas Islam Malang dan Mahasiswa Program Doktor Ilmu Administrasi Publik Universitas Brawijaya Malang

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Ahmad Sukmana

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES