Memandang Meme Sebagai Sanksi Sosial

TIMESINDONESIA, MALANG – Era globalisasi ini sudah tidak asing lagi apabila mendapati berbagai aktivitas dapat dikerjakan dengan menggunakan komputer, baik untuk mengerjaan tugas maupun hanya bergaul dimedia sosial seperti facebook, twitter, instagram, whatsapp dan sebagainya. Bahkan tidak sedikit diantaranya menyebarkan berita, menggugah video dan membuat meme.
Media sosial, seperti Facebook, Twitter, Path dan Instagram adalah keluarbiasaan sejarah yang telah merubah proses komunikasi manusia. Proses komunikasi yang selama ini dilakukan hanya melalui komunikasi tatap muka, komunikasi kelompok, komunikasi massa, berubah total dengan perkembangan teknologi komunikasi dewasa, khususnya internet. Perubahan tersebut akan membawa konsekuensi-konsekuensi proses komunikasi.
Advertisement
Meme dibaca mim bisa berarti ide, perilaku, atau gaya yang menyebar dari satu orang ke orang lain dalam sebuah budaya. Sementara itu, makna satu lagi populer di masyarakat, yakni meme yang berarti cuplikan gambar dari acara televisi, film, dan sebagainya atau gambar-gambar buatan sendiri yang dimodifikasi dengan menambahkan kata-kata atau tulisan-tulisan untuk tujuan melucu dan menghibur.
Hampir di setiap negara di belahan dunia, hiburan di dunia maya dianggap sebagai penghibur melalui teknlogi gadget. Termasuk di indonesia, para netizen ( orang yang memakai internet ) termasuk di dunia maya banyak sekali hiburan yang di minati, salah satunya adalah Meme (dibaca mim) dan meme awalnya dibuat sebagai bahan ejekan/lelucon, biasanya meme dapat berbentuk seperti foto dan di isi dengan kata kata lucu/sindiran.
Meme adalah sebuah fenomena Internet atau dunia maya yang masih terus berkembang. Tujuan Meme sendiri sebenarnya beragam namun lebih dominan untuk menghibur. Namun yang terjadi beberapa postingan yang ditampilkan justru keluar dari apa yang disebut sebagai "Hiburan".
Bayangkan, jika sebuah postingan "meme" selalu membahas tentang seksualitas, perilaku menyimpang yang melibatkan anak dibawah umur (terutama percintaan) dan ditampilkan secara eksplisit, konflik SARA, penghinaan terhadap individu, dan juga beberapa unsur negatif yang hakikatnya bukan untuk konsumsi publik.
Tentu hal yang justru menyimpang ini perlu peran serta berbagai pihak dalam menanganinya. Bisa juga postingan meme terkadang disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab yang mana meme ini lebih mengarah kepada kritikan atas sesuatu kejadian yang menurut pembuatnya adalah diluar nalar sehat.
Meski terlihat lucu, tak jarang meme yang dibuat untuk menyindir seseorang atau peristiwa tertentu yang menjadi pembicaraan hangat atau populer dan itu juga sering menuai protes dan komentar pedas dari berbagai pihak. Dan untuk masalah aturan dalam pembuatan meme, aturan secara baku dalam membuat meme tidak ada.
Namun, ruang gerak pembuatan meme di Indonesia dibatasi undang-undang yang berkaitan dengan ITE (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik) dan pencemaran nama baik. Jadi, jika meme yang dibuat bertujuan untuk menjelek-jelekkan seseorang atau sekelompok orang, maka sudah tentu akan terkena hukuman.
Meme merupakan sindiran yang menggelitik terhahap beberapa hal yang saat itu menjadi pembicaraan hangat atau populer.
Dalam hukum kita sudah diatur tentang larangan perbuatan pencemaran yaitu diatur dalam pasal 310 dan 311 KUHP, bahwa larangan untuk menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, baik dilakukan secara tertulis atau lisan dimuka umum. Yang kemudian dikuatkan juga dengan UU no 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik dan sudah dirubah dengan UU no 19 tahun 2016 tentang perubahan atas undang-udang no 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.
Secara teknis, dalam proses pembuatan meme kini jauh lebih mudah, karena seseorang tidak perlu lagi punya kemampuan maupun penguasaan khusus desain grafis seperti Photoshop atau Adobe Illustrator.
Mengingat saat ini sudah cukup banyak aplikasi smartphone yang bisa mempadupadankan kata-kata, gambar dan gagasan menjadi sebuah meme. karena lebih mudah dan murah, sehingga jarak antara sebuah peristiwa sosial dan politik dengan ekspresi publik -meme- tidak membutuhkan waktu yang lama dan saluran distribusi yang sulit.
Dalam ranah politik, meme yang bertebaran di dunia maya dan jejaring sosial pada dasarnya merupakan persepsi individu secara kolektif terhadap individu lain yang mana sepak terjang dan paparan informasi yang diterima melalui media membentuk makna bagi publik.
Banyak meme dibuat dengan alasan untuk mengingatkan kembali kepada politisi terkait janji-janji politiknya. Atau sekedar kritik kepada politisi yang sedikit membuat jengkel masyarakat dan terkristalisasi dalam sumbu persepsi yang kurang baik dan reputasi yang negatif. Atas dasar itu, meme politik lahir karena perilaku politik dari aktor politik.
Meme politik melepaskan diri dari apa yang secara formal diyakini sebagai budaya politik dan bahkan justru berupaya membalik kesopan-santunan dan segala protokol pesan politik.
Kesopanan dibuang jauh dan diganti bukan saja oleh sesuatu yang serba terus-terang, tapi juga secara komedi memainkan ironi dan menghasilkan pesan yang bagus dalam bentuk humor, meme menjadi salah satu ukuran penting seberapa jauh masyarakat mampu menghimpun kesadaran kritis terutama dalam tema-tema politik.
Dahulu kritikan hanya dapat diungkapkan melalui media luar ruang (mural) dan berbasis media cetak (karikatur), kini dengan meme yang didistribusikan lewat internet, ruang (space) yang tersedia sangatlah luas, murah dan mudah.
Janganlah melihat meme kritikan ini dimaknai sebagai ancaman perilaku kelewat batas dan memiliki daya rusak yang luar biasa. Kalaupun itu tidak benar memang bisa masuk dalam karakteristik hate speech dan pencemaran nama baik. Yang diatur dalam pasal 27 UU no 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.
Akan tetapi alangkah lebih baik Meme dipandang sebagai bentuk tanda dan pesan bahwa publik merespons terhadap sebuah aktivitas politik. Karenanya, daripada menganggapnya sebagai ancaman, ada baiknya melihatnya sebagai peringatan dini terhadap aktivitas politik. Sebuah sanksi sosial, koreksi alamiah dan pengawasan eksternal oleh masyarakat yang terjadi di ruang publik.
*Oleh: Abid Zamzami SH.,MH Dosen FH Unisma
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : AJP-5 Editor Team |
Publisher | : Rochmat Shobirin |