Belajar Kepemimpinan dari Khalifah Umar

TIMESINDONESIA, MALANG – Nama Umar Bin Khattab dikenal sebagai khalifah kedua setelah Abu Bakar As-Shiddiq dengan julukan Al-Faruq yang disematkan oleh Rasulullah kepadanya setelah ia masuk islam yang mempunyai arti pembeda.
Sejak zaman jahiliyah, Umar terkenal dengan kecerdasan yang dimilikinya, ada beberapa kisah bahwa setiap ada perselisihan dikalangan masyarakat, Umarlah yang menjadi penengah dan menjadi tumpuan penyelesaian terhadap persoalan yang ada. Selain itu, Umar juga dikenal sebagai orang yang adil dan bijaksana dalam hal apapun.
Advertisement
Kecerdasan Umar bin Khattab tidak tertandingi oleh tokoh-tokoh lain pada zamannya. Saking cerdasnya, ia dapat memperkirakan hal-hal yang akan terjadi pada masa yang akan datang.
Hal ini menjadi bukti bahwa kecerdasan Umar sama halnya dengan kecerdasan seorang nabi, yang dalam hal ini dinamakan sebagai ilham. Rasulullah saw, bersabda “Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari Bani Israil ada yang diberi ilham, walaupun mereka bukan Nabi, jika salah seorang dari ummatku mendapatkannya, maka Umarlah orangnya”. (HR. Bukhari).
Disamping itu, memperkuat ketajaman intellegencinya seorang Umar adalah seperti diriwayatkan oleh Sa’id Ibnu Al-Musayyab, Abu Hurairah berkata, “Ketika kami berada di sisi Rasulullah saw. tiba-tiba beliau berkata, sewaktu tidur, aku bermimpi meminum susu hingga aku melihat bekas-bekas susu tersebut pada kuku-kukuku, kemudian, aku berikan kepada Umar. Mereka bertanya, apa takwilnya wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab, ilmu. Kalau saja ilmu Umar ditimbang dengan ilmunya penduduk bumi ini, pastilah akan terlihat ilmu Umar lebih berat”.
Menurut Fahmi Jawwas (2013:360), mengatakan bahwa Umar ibnu Khattab merupakan orang yang alim dan kompetensi keilmuannya tidak diragukan lagi, keilmuannya harus kita hormati.
Terutama dalam hal istinbat hukum, terobosan dan inovasi dalam hukum islam selalu ia lakukan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan untuk memberikan kemudahan serta kemanfaatan dalam menjalankan syarita islam. Terotbosannya selalu memukau masyarakat dan ulama dari generasi ke generasi.
Banyak sekali contoh konkrit tentang kecerdasan sahabat Nabi ini melalui kebenaran-kebenaran pemikiran yang belum terjadi serta ijtihadnya dalam berbagai hal, seperti yang disampaikan oleh Jawwas (2013:361-362), antara lain: (1) Turunnya surat Al-Baqarah ayat 125, yang mempunyai arti: “Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman, dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat, dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud”.
Turunnya ayat ini seperti yang sudah disampaikan oleh Umar kepada Rasulullah saw. bahwa Umar mengusulkan sebagian dari maqam Ibrahim itu dijadikan sebagai tempat shalat.
Ini adalah sekelumit contoh kecerdasan Umar ibn Khattab yang menjadikan dirinya istimewa dengan memahami situasi dan kondisi yang belum pernah terjadi. Allah yang maha mengetahui dan maha mendengar.
Tak diragukan kecerdasan profetik dari Umar ibn Khattab bahwa ia merupakan bapak mujtahid nomor satu. Ijtihad-ijtihadnya diikuti oleh kecerdasan yang dimilikinya, sehingga ketepatan dan kebenarannya dapat diterima oleh umat islam, hingga saat ini, hasil ijtihad dari Umar ibn Khattab masih terus diamalkan.
Ada kisah yang menarik dari seorang Umar yang terkenal garang ini. Dikutip dari tulisannya Zubairi (12/5/2017) yang dimuat di https://islami.co/kisah-umar-dan-pemabuk-renungan-buat-fpi/.
Dalam kisah tersebut ada seorang pemuda yang sedang mabuk. Kemudian Umar bin Khattab hendak akan menangkapnya dan memberikan hukuman kepadanya sesuai dengan hukum yang berlaku. Namun, pemuda tersebut mengolok-olok Umar.
Dengan demikian, sang khalifah ini mundur dan tidak jadi menangkap si pemuda tersebut dan membiarkan begitu saja. Seorang sahabat bertanya, “wahai amirul mukminan, kenapa pemuda itu dilepas begitu saja ketika mengolok-olok dirimu?” di jawab oleh sang Khalifah, Aku takut jika hukuman yang Aku berikan hanya dipengaruhi oleh amarahku.
Aku tidak menghendaki, jika hukuman yang diberikan berasal dari emosiku atau mempunyai kepentingan pribadi. Kisah ini diambil dari dari buku Imam Ahmad Ibnu Nizar, Nabi Sulaiman dan Burung Hudhud, Diva Press,Yogyakarta, 2009.
Kisah tersebut memberikan gambaran konkrit bahwa kehati-hatian dalam mengambil keputusan yang takut akan pembenaran atas apa yang dilihatnya, belum tentu menjadi kebaikan bagi Allah atas hukuman itu.
Rasa takut kepada Allah yang begitu luar biasa menjadikan Umar semakin dekat dan dicintai oleh seluruh rakyatnya.
Semoga menjadi teladan yang baik bagi kita semua tentang keberanian, keikhlasan, kejujuran, ketekunan, keadilan, ketenangan, dan kerendahan hatinya Umar dalam hidup kita., terutama dalam hal kepemimpinannya. Menjadi motivasi untuk terus berbuat baik dan bermanfaat bagi umat serta mengedapankan aspek kemaslahatan dalam mengambil keputusan dan kebijakan.
Umar Ibnu Khattab menjadi teladan yang baik untuk dibangun dalam kehidupan kita sehari-hari. Semakin baik dan lebih baik adalah cara terbaik menjadi manusia yang lebih baik.
*Dosen Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Islam Malang
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : AJP-5 Editor Team |
Publisher | : Rizal Dani |