Membaca Kembali Penghianatan Politisi pada Habaib

TIMESINDONESIA, . – DALAM tulisan ini, tidak ada niatan sedikitpun mendeskreditkan gerakan politik para habaib. Tulisan ini hanya ingin mengulas sejarah panjang perjuangan politik para habaib.
Dalam sejarah Islam sudah terlalu sering kita menemukan para politisi yang bertameng menggunakan zurriyat Rasulullah untuk dijadikan garda terdepan memuluskan kepentingan berkuasa.
Advertisement
Pada masa awal awal Islam, kita semua tahu bagaimana perjalanan panjang imam Husein yang harus berakhir pada penyembelihan di Karbala, sejarah ini bermula dari beberapa kali surat permohonan dilayangkan pada imam Husain agar mau pindah domisili ke Kufah.
Dimana pasca pembunuhan imam Ali, semua keluarga imam Ali berpindah ke Madinah. Dengan pindahnya keluarga imam Ali ke Madinah, secara tidak langsung Kufah kehilangan tokoh sentral.
Kehilangan tokoh sentral tidak boleh berlangsung lama. bujukan demi bujukan terus mereka langsungkan pada imam Husein, apalagi setelah berita meninggalnya Muawiyah bin Abi Sufyan. Mereka yang sudah lama tidak bisa menikmati kekuasaan terus berupaya agar imam Husein mau diangkat menjadi Khalifah di Kufah.
Dengan harapan kuffah akan kembali bangkit dengan pemimpin baru. Sebagai saingan kuat dari kekuasaan dinasti Umayyah. Hasrat merebut kekuasaan pada dinasti Umayyah semakin kuat, berbarengan dengan diungkitnya issue perjanjian politik antara Muawiyah dan Imam Hasan.
Salah satu dari poin dalam perjanjian itu adalah, Muawiyah bin abu Sufyan Harus menyerahkan pengangkatan Khalifah pada musyawarah ketika Muawiyah sudah tidak memimpin.
Dengan diangkatnya Yazid bin Muawiyah sebagai Khalifah pengganti dari bapaknya Muawiyah bin abu Sufyan. Maka secara tidak langsung, telah terjadi penghianatan pada perjanjian yang sudah disepakati antara imam Hasan dan Muawiyah, oleh generasi selanjutnya. Hal ini semakin memperuncing problem umat Islam pada waktu itu.
Hal ini juga yang menyebabkan beberapa penumpang gelap (Syi'ah dan Khawarij) terus membujuk imam Husein untuk mau pindah ke Kufah. Mereka menjanjikan 12.000 pasukan disiapkan untuk menyambut dan mengawal Khalifah baru umat Islam.
Singkat cerita, imam Husein bersedia pindah ke Kufah, tapi sebelum imam Husein bersedia pindah. Beberapa tokoh penumpang gelap ini ditanya oleh sahabat dekat imam Husein, mereka ditanya tentang kesetiaan dan jaminan hidup cucu Rasulullah di Kufah. Dengan tanpa merasa berat, beberapa tokoh ini bersumpah untuk menjaga keluarga imam Husein dari segala bentuk intimidasi.
Sumpah mereka ternyata tidak terbukti, ketika imam Husein sudah siap berpindah ke Kufah. Beberapa pasukan mereka yang sudah di Kufah melakukan kekacauan, mereka melakukan perlawanan pada gubernur setempat (Gubernur dinasti Muawiyah).
Melihat gubernurnya ditentang. Maka Yazid bin Muawiyah sebagai Khalifah, mengirim tentara untuk mengamankan situasi. Fatalnya lagi, pasukan bantuan dari kerajaan, bertemu dengan pasukan Kufah yang menjemput imam Hasan ke Madinah, Disana juga termasuk imam Hasan dan saudara saudaranya. Seperti Usman bin Ali, Abu Bakar bin Ali dan Umar bin Ali.
Sungguh Menyedihkan apa yang dialami keturunan Nabi ini, ketika dua pasukan ini bertemu, mau tidak mau peperangan terjadi. Parahnya lagi. Para penjemput ini pergi meninggalkan tuannya.
Mereka sudah sangat sadar tidak akan mampu melawan tentara Umayyah di depannya. Akhirnya imam Husein harus bertahan dengan pasukan seadanya, dibantu beberapa saudara.
Akhirnya imam Hasan dan saudaranya harus gugur di Medan tempur. Dengan terbunuhnya imam Husein, beberapa pengikut dan pecinta para ahlul bait harus memulai hidup baru dibawah pemerintahan dinasti Umayyah.
Setelah hampir 91 tahun dinasti Muawiyah berkuasa, muncullah satu gerakan yang begitu luar biasa. Gerakan ini dipimpin langsung oleh abu Abbas Assaffah dan Abu muslim Al Khurasani. Dalam gerakan politik ini, beberapa habaib/keturunan Rasulullah diajak bergabung.
Mereka dijadikan garda terdepan gerakan di wilayah Irak. Dan gerakan abu Abbas ini berhasil menumbangkan dinasti Umayyah, tapi tidak demikian dengan para habaib. Mereka kembali menjadi penonton, parahnya lagi. Setelah lelah berjuang, mereka harus ditinggalkan karena ada ketakutan beberapa tokoh disekeliling penguasa, takut akan munculnya simpati berlebihan ummat muslim pada para habaib.
Akhirnya, sebuah keputusan pahit harus diambil penguasa, para pengikut habaib harus dijadikan musuh baru pemerintah, sebagaimana dijadikannya abu Muslim alkhurasani musuh dan berakhir di tiang gantungan.
Inilah sebagian kecil dari perjalanan panjang para zurriyat Nabi/Habaib, selalu dijadikan garda depan perlawanan politik. Setelah kekuasaan didapatkan oleh sekutunya, tidak jarang dia harus disingkirkan karena dianggap bisa berbahaya bagi kelangsungan kekuasaan sekutunya.
Melihat kondisi di atas, kita bisa memaknai bahwa, kegagalan politik atau dijadikannya zurriyat Nabi sebagai alat politik menuju kekuasaan bukan hal baru. Dan penghianatan politisi pada para keturunan Nabi adalah sebuah fakta yang tidak bisa terbantahkan.
Karena sebuah hal yang wajar dalam dunia politik, ada ketakutan munculnya matahari kembar. Karena bagaimanapun, ketika para habaib sudah muncul dan memiliki posisi strategis, maka simpati masyarakat akan lebih tertuju padanya.
Simpati lebih masyarakat pada habaib tidak bisa dipungkiri, terutama pada para habaib yang faham ilmu pemerintahan. selain mereka bisa dimintai barokah, mereka juga keturunan Rasul yang teruji kejujurannya. Kalaupun mereka selama ini dominan dikhianati, sebagai muslim Aswaja, kami berkeyakinan. Itulah bentuk penjagaan Allah pada keturunan Nabi, agar terpelihara dari kubangan kejamnya dunia Politik praktis saat akan memegang kekuasaan.
Adapun makna habaib yang kami maksud di atas adalah keturunan Nabi dari Siti Fatimah. Sayyid (Keturunan imam Husein) Syarif (Keturunan imam Hasan) dan yang memiliki pengetahuan agama yang mendalam dari kedua ini, maka merekalah yang disebut Habib.
Makanya, tidak selamanya Sayyid atau Syarif itu habaib. Tapi semua habib pasti Sayyid atau Syarif. Dan khusus Indonesia, dikarenakan dominan keturunan Imam Husein, maka selama ini yang selalu diidentikkan dengan Habib pasti dia Sayyid. Wallahu alam.(*)
*Penulis, Ahmad Patoni, SS, Kepala Madrasah Diniyah Salaf Modern Thohir Yasin Lendang Nangka, Masbagik, Lombok Timur.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Yatimul Ainun |
Publisher | : Sholihin Nur |