Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Optimalisasi Tiga Pilar Pendidikan

Selasa, 11 Desember 2018 - 09:41 | 68.15k
Muhammad Yunus. (Grafis TIMES Indonesia)
Muhammad Yunus. (Grafis TIMES Indonesia)
FOKUS

Universitas Islam Malang

Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Ada pesan menarik yang disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Bapak Muhadjir Effendy, saat membuka Dialog Kebijakan PAUD dan Pendidikan Keluarga, di Bandung, Jawa Barat (7/12/2018). Diantara pesan yang disampaikan adalah optimalisasi peranan keluarga dalam menopang pendidikan khususnya dalam penanaman nilai kepada anak usia dini.

Menurutnya peranan keluarga dalam menyiapkan putra-putrinya mempunyai karakter yang kuat harus dilakukan dari keluarga. Lebih jauh Pak Menteri menegaskan bahwa pendidikan keluarga banyak berperan pada penanaman nilai, sekolah pada penguatan pengetahuan, sementara masyarakat pada penguatan keterampilan.

Advertisement

Pernyataan diatas harus didukung penuh dalam perspektif penguatan tiga pilar pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat). Sehingga sekolah tidak selalu dituntut penuh untuk merubah karakter seseorang. Keluarga dan masyarakat ikut serta dalam mempersiapkan generasi emas. Bukan dipasrahkan total kepada sekolah. Sehingga terkesan guru sebagai ‘dewa’ yang mampu merubah seseorang dalam waktu sekejab. Namun demikian pengkotak-kotakan tersebut seakan mengurangi tugas dan fungsi dari pendidikan itu sendiri.

Sejatinya kalau dilihat dari tujuan pendidikan seperti yang termaktub dalam Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 jelas dikatakan bahwa pendidikan bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab Pendidikan ini tidak hanya sekedar dimaknai sekolah tapi pendidikan dari tiga pilar pendidikan tersebut, sekolah, keluarga, dan masyarakat. Artinya adalah ketiganya bertanggungjawab mengantarkan peserta didik seperti yang dinyatakan dalam undang-undang tersebut sesuai dengan porsinya masing-masing.

Bagaimana bentuk optimalisasinya? Dalam konteks inilah mungkin Pak Menteri ingin menyampaikan bagaimana kalau sekolah focus pada pengembangan pengetahuan peserta didik saja sementara nilai dan keterampilan diserahkan pada keluarga dan masyarakat. Pemecahan pembagian tugas ini justru akan membuat sekolah kehilangan orientasi pendidikan itu sendiri. Mengapa karena hampir sepertiga waktu yang dimiliki oleh peserta didik berada di sekolah. Sangat disayangkan jika waktu tersebut terkavling hanya untuk urusan otak saja.

Sehingga menurut saya, baik sekolah, keluarga, dan masyarakat bertanggung jawab terhadap pendidikan secara menyeluruh itu. Nilai bukan hanya kavlingan keluarga semeta, masyarakatpun bertanggungjawab terhadap penanaman nilai. Jika masyarakat acuh tak acuh terhadap satu dengan lainnya maka nilai tersebut akan pudar bahkan punah. Sementara pemahaman dan praktik semuanya itu berada di sekolah untuk mentransformasikan pengetahuan dan nilai.

Kesimpulan yang ingin saya utarakan adalah ayo jadikan sekolah sebagai keluarga dan masyarakat. Lingkungan keluarga kita jadikan sekolah dan masyarakat. Lingkungan masyarakat kita jadikan seperti sekolah dan masyarakat. Sehingga dimanapun kita berada disitulah sejatinya pendidikan itu harus dijunjung tinggi. Karena pengembangan nilai sikap, pengetahuan, dan keterampilan tidak bisa dibatasi dengan ruang dan waktu.***

 

*) Muhammad Yunus. Dosen Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Malang (FKIP Unisma)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES