Mengurai Makna Kesuksesan dan Kedisiplinan

TIMESINDONESIA, MALANG – KESUKSESAN adalah sebuah proses menuju impian yang dicita-citakan. Namun istilah tersebut terlanjur menjadi cara pandang banyak orang bahwa kesuksesan identik dengan sebuah hasil. Kata ‘kesuksesan’ berasal dari kata ‘sukses’ dengan mendapatkan konfiks (ke-an). Makna leksikalnya sepadan dengan kata ‘berhasil/beruntung’. Demikian juga dengan kata ‘kedisiplinan’ yang merupakan bentukan kelas nomina ‘disiplin’ dan mendapatkan konfiks (ke-an). Kata disiplin mengandung makna leksikal yang berarti ‘ketaatan dan kepatuhan’.
Bagaimanakah hubungan kedua kata tersebut dalam kehidupan sehari-hari? Jawaban dari pertanyaan tentu memunculkan pelbagai perspektif dari kalangan pemikir, praktisi, ataupun pembaca. Saat penulis mendiskusikan dua istilah tersebut dengan Mochtar Data (salah satu pakar bahasa di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Satra UNISMA), kunci kesuksesan hanya satu, yakni kedisiplinan.
Advertisement
Apabila kita mengurai pernyataan tersebut, kesuksesan harus diraih secara aktif dan tidak dapat ditunggu secara pasif. Dengan kalimat lain, kesuksesan harus diikhtiarkan tidak bisa dipasrahkan kepada Tuhan secara total. Kalaupun seseorang berpandangan lain bahwa ‘kesuksesan’ adalah takdir Tuhan untuk seseorang. Namun sebagai kalangan cendekia muslim, kita harus merenungkan lagi ayat “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang ada pada suatu kaum sehingga mereka mengubah apa yang ada pada mereka sendiri” (al-Rad:11).
Sebagai bentuk ikhtiar dari ayat tersebut, tentu kita harus melakukan upaya-upaya menuju kearah tersebut. Prof Anis Tatik Maryani, M.P dalam salah satu workshop mengatakan bahwa ‘ruh kesuksesan’ kesuksesan adalah kompetensi dan motivasi. Lebih lanjut Guru Besar UNJA ini mengatakan bahwa ‘kesuksesan’ seseorang, 85% ditentukan oleh mental sedangkan 15% persen pengetahuan dan kemampuannya. Pernyataan yang merujuk pada hasil penelitian Dosen Harvard ini mengedentifikasi karakteristik ‘kesuksesan’.
Karakteristik ‘kesuksesan’, yaitu berdisiplin diri, percaya diri, menghadapi masalah dengan tantangan, giat berpikir, bersikap positif, berkata ‘saya bisa’, memcahkan masalah, selalu berprestasi, tidak pernah mengeluh, kaya kreatifitas, berpandangan luas, cermat dalam bekerja, dan tahu menempatkan diri (Maryani, 2019). Bagian terpenting yang menjadi anti tesisnya ialah “ketergantungan analisa rasional dan mengabaikan intuisi dan imajinasi adalah satu penghalang kesuksesan seseorang”.
Uraian panjang yang disampaikan Prof Yani tersebut menempatkan disiplin sebagai bagian yang utama. Dalam hidup, kita pasti memiliki visi yang terkait dengan kita pribadi, keluarga, lembaga, dan masyarakat yang hidup bersama kita. Visi yang ideal harus serasi dengan misi. Oleh karena itu, misi kita harus linier dengan kometmen kita, sedangkan kometmen harus dibingkai dengan kedisiplinan kita.
Kedisiplinan tidak harus menuntut banyak teori dan sudut pandang, akan tetapi kedisiplinan cukup patuh dan taat kepada aturan yang kita buat sendiri. Kedisiplinan harus patuh terhadap kata hati yang paling dalam. Dengan kata lain, disiplin tidak pernah menentang kata hati meskipun secara lahiriyah terdapat ‘keuntungan sesaat’ yang kita dapatkan dengan menentang ‘bahasa hati’. Apabila kita berdisiplin diri terhadap misi yang kita buat dan berkometmen terhadap visi, insya Allah kesuksesan akan kita capai. Kalau orang lain pernah kita khianati jangan sekali-kali menghianati mimpi kita apalagi cita-cita kita. (*)
*) Penulis: Moh. Badrih, Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNISMA
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : AJP-5 Editor Team |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |