Kopi TIMES

Mampukah Puan?

Kamis, 03 Oktober 2019 - 10:33 | 250.84k
Moh. Syaeful Bahar. (Grafis: TIMES Indonesia)
Moh. Syaeful Bahar. (Grafis: TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Tulisan ini berawal dari pertanyaan seorang mahasiswa. Semula saya menganggap pertanyaan ini biasa-biasa saja, tak terlalu penting didiskusikan. Paling-paling hanya persoalan gender, hanya karena Puan Maharani yang perempuan, lalu kualitas dan kepemimpinannya di DPR dipertanyakan. Tentu, jika hanya karena alasan itu, hanya persoalan gender, saya tak akan tertarik menulisnya.

Ternyata tidak, setelah saya dengarkan dengan seksama, ternyata ada sesuatu yang menggelitik, sesuatu yang menarik untuk didiskusikan lebih lanjut. Apa itu? Kemampuan Puan, tentang kualitas Puan, sebagai ketua DPR. 

Advertisement

Bukankah Puan telah membuktikan diri. Dia mampu menjadi menteri, bahkan menjadi Menteri Kordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PKM) di kabinet kerja I.

Secara politik, Puan juga sudah terbilang matang. Dia punya pengalaman panjang memimpin PDIP, membantu ibundanya, Megawati Soekarno Putri, sosok yang tak mungkin tergantikan di PDIP hingga saat ini, dan Puan, adalah kader ideologis sekaligus kader biologis Megawati. Kader yang dipersiapkan secara khusus oleh Megawati untuk menggantikan peran dan kedudukannya.

Kepemimpinan Megawati terbukti sukses. PDIP di bawah kepemimpinan Megawati berhasil menjadi partai tersukses dalam sejarah politik Indonesia pasca tumbangnya Orde Baru. Tiga kali memenangi Pemilu Legeslatif dan tiga kali pula mengantarkan kader PDIP menjadi Presiden RI. Karena alasan tersebut, maka, tak heran jika Megawati yang sudah dimakan usia, telah menyiapkan Puan Maharani sebagai suksesornya di PDIP. Penunjukan Puan Maharani sebagai ketua DPR RI oleh PDIP pada periode 2019-2024 tak bisa dipisahkan dari agenda besar suksesi kepemimpinan di internal keluarga Bung Karno tersebut.

Namun, semua pengalaman dan cerita sukses Puan Maharani selama ini, tak bisa menjadi garansi dia akan sukses memimpin DPR RI, mengingat, ada 575 anggota DPR RI yang harus dia pimpin.
Berasal dari berbagai partai, berbagai ideologi dan berbagai kepentingan. Tentu bukan hal mudah, tak semudah memimpin partai, yang cenderung se ideologi, tak semudah memimpin kementerian yang telah memiliki seperangkat struktur maupun infrastruktur untuk membantu kerja seorang menteri. Memimpin DPR jelas berbeda. 

Berangkat dari realitas ini, pertanyaan mahasiswa tadi menjadi menarik didiskusikan.

DPR, Rumah Bertarungnya Berbagai Ideologi dan Kepentingan

Bukan hal yang mudah menjadi pimpinan DPR RI. Dia harus siap memimpin dan mengkordinasi 575 anggota DPR RI, kader terbaik dari sembilan partai yang lolos ke senayan, berasal dari seluruh penjuru negeri, mewakili banyak budaya dan tradisi. Sederhananya, ketua DPR harus siap memimpin orkestra dari berbagai kepentingan yang ada. Jika ketua DPR tak bisa berkomunikasi, mengkordinasi dan mengkolaborasikan berbagai jenis kepentingan dan ideologi di DPR, hampir bisa disimpulkan, orkestra politik yang ada
akan kacau, tak akan nikmat didengarnya. Bayangkan, semua musisi, semua politisi, bergerak sendiri-sendiri tanpa ada konduktor (pimpinan) yang menyelaraskan, bisa-bisa, lima tahun ke depan, wajah DPR hanya dihiasi konflik kepentingan yang tak selesai-selesai dan, akibat berikutnya, DPR tak produktif membuat UU.

Bisakah Puan memimpin 575 orang anggota DPR RI? Ini pokok pertanyaan yang diajukan oleh mahasiswa di atas.

Mengingat, potensi lahirnya kekuatan oposisi di DPR sangat besar. Sebutlah PKS, yang sedari awal telah mendeklarasikan diri sebagai kekuatan penyeimbang bagi pemerintah, PAN yang juga sejak awal, melalui tokoh utamanya, Amin Rais, rajin dan memang kencang "menyerang" pemerintah, dan tentu saja juga Gerindra.

Belum lagi, potensi pecah kongsi di internal partai-partai pendukung pemerintah, sebut saja Nasdem yang mulai berani bersebrangan dengan PDIP. Terbaru, pemandangan yang sedang viral, Surya Paloh dan AHY dicuekin Megawati saat pelantikan DPR RI adalah sedikit bukti bahwa potensi pecah kongsi tersebut sangat besar terjadi. 

Selain itu, potensi amburadulnya orkestra di tubuh DPR RI juga karena sebab banyaknya RUU warisan DPR RI periode 2014-2019 yang belum tuntas. Sebutlah, RKUHP, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), RUU Pemindahan Ibu Kota dan beberapa RUU lainnya. 

Hingga saat ini, dua RUU menjadi perdebatan yang tak selesai. RKUHP dan RUU PKS. 

Dengan komposisi jumlah kursi antar partai politik yang tak banyak berbeda antara periode 2014-2019 dan periode 2019-2024, maka, perdebatan dua RUU dimaksud tak pelak akan terus berlanjut. Pro dan kontra akan terus ada, panas dan sangat mungkin masih diwarnai gelombang aksi dari berbagai elemen masyarakat dan mahasiswa. Bisakah Puan keluar dari tekanan yang besar tersebut? Ini juga pertanyaan yang diajukan oleh mahasiswa.

Bagaimana jawabannya? Ya kita tunggu, bagaimana Puan membuktikan diri.

Prasyarat (minimal) Menjadi Pimpinan DPR

Jika dibuat ukuran idealis, tentu sangat banyak prasyarat yang harus dimiliki oleh seorang ketua DPR RI sebagai seorang politisi. Namun, dalam tulisan ini, hanya akan dibatasi pada kemampuan dalam melalukan komunikasi politik.

Komunikasi politik menjadi prasyarat utama bagi seorang ketua DPR. Tanpa kemampuan komunikasi politik yang baik, susah kiranya mempercayai bahwa yang bersangkutan akan berhasil memimpin 575 orang anggota DPR.

Paling tidak, secara konseptual, seorang politisi harus memperhatikan beberapa hal dalam melakukan komunikasi politik, di antaranya adalah, pertama, pandai memproduksi ide/opini. Seorang ketua DPR harus bisa membuktikan bahwa dia cakap menguasai berbagai isu dan tema diskusi di DPR. Dia harus cerdas, dia juga harus cakap. Bukan hanya pandai menyerap berbagai ide yang berkembang dari anggota DPR atau dari opini publik yang berkembang, namun dia juga harus bisa menformulasi ide-ide tersebut menjadi ide bersama yang dapat diterima oleh banyak pihak. Pokok-pokok pikiran ketua DPR harus mencerminkan kecerdasan dan kecakapannya.

Untuk itu, kedua, ketua DPR harus menjadi komunikator politik yang pandai melakukan persuasi dan negosiasi. Kecakapannya melakukan persuasi akan menjadi modal dia melakukan negosiasi dengan anggota DPR yang lain. Kemampuan persuasi dan negosiasi ini adalah mutlak harus dimiliki. Apalagi di lembaga sebagaimana DPR, di mana banyak sekali ideologi, ide dan kepentingan saling bertarung. 

Ketiga, ketua DPR harus memiliki tingkat akseptabilitas yang kokoh. Kecerdasan, kemampuan persuasi dan negosiasi, pada akhirnya akan menentukan derajat akseptabilitas seorang ketua DPR. Karena tidak ada kekuatan yang dominan di DPR RI periode 2019-2024, maka, akseptabilitas seorang ketua DPR sangat dibutuhkan.

Nah, apakah Puan telah memiliki ketiga prasyarat minimalis tersebut? Sekali lagi, kita tunggu pembuktian dari Puan. 

Kesuksesan Puan adalah Taruhan PDIP untuk 2024

Semua pihak pasti bersepakat, bahwa paska Megawati, Puanlah penerusnya. Megawati dan PDIP pasti menyiapkan Puan, bukan hanya sebagai suksesor Megawati sebagai ketua umum PDIP, namun, jika memungkin, juga sebagai penerus Jokowi di posisi RI 1. Posisi ketua DPR RI adalah batu loncatan, untuk posisi RI I.

Saya kira, analisa dan kesimpulan Puan untuk jadi Ketua Umum PDIP dan RI 1 tak berlebihan. PDIP sudah bertekad untuk kembali menjadi pemenang di Pemilu 2024. Mereka ingin terus memecahkan rekor dalam konstelasi politik nasional, setelah berhasil mengantar Megawati sebagai Presiden RI perempuan pertama, menjadi pemenang pemilu berturut-turut di Orde Reformasi (2014 dan 2019), juga menjadi partai pertama yang berhasil mengantarkan kadernya menjadi ketua DPR perempuan pertama dalam sejarah republik ini. 

Berikutnya, tentu mereka ingin mengantarkan Puan menjadi Presiden RI pertama yang sebelumnya menjadi ketua DPR RI. Bukankah sebelumnya, belum pernah ada ketua DPR RI menjadi Presiden RI dalam sejarah republik ini?!

Nah karena itu, posisi Puan sebagai ketua DPR RI adalah taruhan. Jika dia sukses, besar kemungkinan PDIP tak akan sulit "menjual" Puan ke pasar, tak sulit mengkampanyekan Puan sebagai Presiden RI, namun, jika Puan gagal, maka PDIP akan susah atau bahkan mustahil mengantarkan Puan menjadi RI 1. (*)

*) Penulis adalah Moh. Syaeful Bahar, Dosen UIN Sunan Ampel dan Tim Ahli DPRD Bondowoso.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES