Kopi TIMES

Pandangan Islam Mengenai Riba dan Bunga Bank dalam Praktik Akuntansi Perbankan

Senin, 30 Desember 2019 - 12:43 | 428.84k
M. Irfan Ramadhan, Mahasiswa Akuntansi Universitas Islam Lamongan (Unisla)
M. Irfan Ramadhan, Mahasiswa Akuntansi Universitas Islam Lamongan (Unisla)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, LAMONGAN – Sebelumnya kita telah membahas  pandangan Islam tentang benang kusut bernama Riba, Bunga Bank dan Akuntansi Perbankan dalam implementasi lalu lintas pembayaran. Namun, apakah kamu sudah tahu pengertian akuntansi perbankan, riba dan bunga bank itu sendiri?

Akuntansi perbankan sendiri merupakan proses pencatatan, pengklasifikasian, penganalisisan, penafsiran data keuangan bank yang dilakukan secara sistematis guna memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang berkepentingan.

Advertisement

Sedangkan Bank merupakan pihak perantara antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana serta memperlancar lalu lintas pembayaran.

Nah, menginjak pada pengertian Riba. Secara bahasa, Riba adalah tambahan (Ziyadah), namun yang dimaksud riba dalam ayat Al-Qur’an yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah.

Yang dimaksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil, seperti transaksi jual-beli, gadai, sewa, atau bagi hasil.

Namun, secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.

Nah, salah satu contoh nyata implementasi riba dalam kehidupan sehari-hari yakni bunga bank. Meskipun enak didengar, istilah bunga sebetulnya upaya perbankan untuk mempermanis praktik riba dalam kehidupan.

Dalam Islam sudah dijelaskan mengenai hukum bunga bank, dimana seluruh ulama sepakat mengenai keharaman riba, baik yang dipungut sedikit maupun banyak. Seseorang tidak boleh menguasai harta riba; dan harta itu harus dikembalikan kepada pemiliknya, jika pemiliknya sudah diketahui, dan ia hanya berhak atas pokok hartanya saja.

Al-Quran dan Sunnah dengan sharih telah menjelaskan keharaman riba dalam berbagai bentuknya; dan seberapun banyak ia dipungut. Allah SWT berfirman:

الَّذِينَيَأْكُلُونَالرِّبالايَقُومُونَإِلَّاكَمَايَقُومُالَّذِييَتَخَبَّطُهُالشَّيْطَانُمِنَالْمَسِّذَلِكَبِأَنَّهُمْقَالُواإِنَّمَاالْبَيْعُمِثْلُالرِّباوَأَحَلَّاللَّهُالْبَيْعَوَحَرَّمَالرِّبافَمَنْجَاءَهُمَوْعِظَةٌمِنْرَبِّهِفَانْتَهَىفَلَهُمَاسَلَفَوَأَمْرُهُإِلَىاللَّهِوَمَنْعَادَفَأُولَئِكَأَصْحَابُالنَّارِهُمْفِيهَاخَالِدُونَ

Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,” padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. [QS Al Baqarah (2): 275].

Ulama saat ini sesungguhnya telah ijma’ tentang keharaman bunga bank. Dalam puluhan kali konferensi, muktamar, simposium dan seminar, para ahli ekonomi Islam dunia, Chapra menemukan terwujudnya kesepakatan para ulama tentang bunga bank.

Artinya tak satupun para pakar ahli ekonomi, yang mengatakan bunga syubhat atau boleh. Ijma’nya ulama tentang hukum bunga bank dikemukaka Umer Chapra dalam buku The Future of Islamic Economic (2000). Semua dari mereka mengecam dan mengharamkan bunga, baik konsumtif maupun produktif, baik kecil maupun besar, karena bunga telah menimbulkan dampak sangat buruk bagi perekonomian dunia dan berbagai negara.

Merujuk dari penjelasan tentang riba dan bunga di atas, dapat disimpulkan bunga sama dengan riba karena secara riil operasional di perbankan konvensional, bunga yang dibayarkan oleh bank ataupun nasabah peminjam kepada pihak bank atas pinjaman yang diberikan jelas merupakan tambahan.

Dan seluruh ulama sepakat mengenai keharaman riba bunga bank, baik yang dipungut sedikit maupun banyak. Hanya saja yang saya kira bisa menghalalkannya yakni dari akad transaksi di awal pembukaan transaksi. Seperti akad mudharabah, musyarakah pada bank yang menggunakan system syari’ah dalam kegiatan operasionalnya. Terlebih lagi saat ini bank-bank yang berprinsip syari’ah sudah mulai banyak di Indonesia.. (*)

*) Penulis M. Irfan Ramadhan, Mahasiswa Akuntansi Universitas Islam Lamongan (Unisla)

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : AJP-4 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES