Strategi Politik Dalam Wawasan Dwipantara Hingga Sumpah Palapa

TIMESINDONESIA, MALANG – “Sejarah akan terus mengulang dirinya”
Begitulah kira-kira petikan kata yang cukup familiar dalam benak kita. Bagaimana tidak, bahkan Al-Quran sekalipun sering menampilkan adegan-adegan kisah dimasa lampau, agar supaya menjadi tamsil bagi kita. Karena kecenderungan manusia akan mewarisi kesalahan-kesalahan yang bahkan pernah terjadi pada bapa mereka.
Advertisement
Nafsu kekuasaan adalah sesuatu yang hampir sama primitifnya dengan nafsu keangkuhan dan kesombongan yang pertama kali dilakukan oleh iblis. Tentang nafsu kekuasaan, epos klasik di anggap seringkali terjadi dan berulang adalah wiracarita yang mengisahkan perang maha akbar dan maha dahsyat di padang kurusetra yaitu perang mahabarata.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Epik ini seakan sempurna dalam merepresentasikan peran tokoh perebutan kekuasaan dalam segalam zaman. Mulai dari Pandawa yang tampil dengan peran baik, Kurawa dengan wataknya yang buruk, Sengkuni pemilik Kerajaan Indrapasta yang picik dan penghasut, hingga Baladewa yang benar-benar netral karena pola pikirnya yang cukup jernih dan sederhana.
Bicara tentang wiracarita yang demikian, sesungguhnya negara kita Indonesia sarat akan kisah-kisah yang seperti itu. Sebutlah misalkan Majapahit yang termahsyur.
Lahirnya Kerajaan Majapahit dibidani oleh seorang ahli siasat dan politik ulung dari Sumenep, Arya Wiraraja. Beliau memang jarang sekali ikut secara langsung dalam konfrontasi dan perang. Tetapi beliau lah yang memegang kendali atas siasat peperangan yang terjadi sekaligus pemegang kuda Troya di Negeri DwiPantara masa lampau.
Dalam penaklukan Kerajaan Singosari yang di rajai oleh Kertanegara, secara frontal Arya Wiraraja tidak mengambil peran aktif diidalamnya. Tetapi atas saran politik beliau lah, Jayakatwang keturunan dari raja terakhir Kediri, Jayanegara dapat membunuh Kertanegara dan menguasai Kerajaan Singosari.
Raden Wijaya adalah satu-satunya famili yang tersisa dari keluarga Kerajaan Singosari, dalam keadaannya yang demikian ia meminta perlindungan terhadap Arya Wiraraja di Sumenep dan meminta saran-saran politik agar ia bisa mengambil kembali kekuasaan Singosari dari tangan Jayakatwang.
Dengan lapang dada Arya Wiraraja menerima permohonan itu. Dan dengan pikiran yang sangat matang, Raden Wijaya diserahkan kepada Jayakatwang untuk mengabdi, sementara di belakang itu semua, Arya Wiraraja mengatur siasat agar tentara Mongol (Tartar) mengerahkan seluruh pasukannya untuk menyerang Kerajaan Singosari yang di kuasai oleh Jayakatwang.
Singkat cerita, setelah Jayakatwang terbunuh dan Singosari berhasil dikuasai, diditakanlah kerajaan yang kelak menjadi cikal bakal kesatuan Dwipantara (Nusantara) yaitu Majapahit.
Maka untuk membayar jasa, Raden Wijaya menyerahkan separuh dari kekuasaan Majapahit kepada Arya Wiraraja yang kemudian disebut sebagai daerah Lamajang Tigangjuru, yang meliputi Lumajang sampai ke bagian timur, yakni Situbondo, Jember, dan Bondowoso. Maka jangan heran bila daerah kapal kuda ini memakai bahasa madura sampai sekarang.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Di awal-awal berdirinya Majapahit, mengalami pemberontakan pertamanya bahkan dari Ronggolawe, putra Arya Wiraraja. Pemberontakan terjadi dengan motif sakit hati. Karena janji politik Raden Wijaya yang tidak dipenuhi atas dirinya. Yakni jatah kursi patih, jabatan prestitius bergengsi setelah kursi raja.
Akan tetapi seandainya Raden Wijaya membangun komunikasi yang baik dengan Ronggolawe, maka tidak akan pernah terjadi pemberontakan semacam ini, karena duduk perkara nya adalah kesalahpahaman. Salah paham dapat diatasi dengan cara musyawarah.
Majapahit mencapai puncak gemilang nya pada saat kepemimpinan Hayam Wuruk dengan patih yang tangguh dan termasyhur Mahapatih Gajahmada. Kemasyhuran Gajahmada, mengalahkan nama raja-raja Majapahit termasuk Hayam Wuruk sendiri.
Gajahmada memulai misi politik nya ditandai dengan diangkatnya menjadi patih bersama sumpah palapanya dengan visi mempersatukan Nusantara.
Pencapaian Gajahmada di ceritakan dengan banyak versi ada yang dengan gaya mistis hingga logis. Tetapi saya membaca, bahwa prestasi Gajahmada dicapai dengan taktik politik cantik dan logic.
Contoh misalnya, bidikan pertama setelah Sumpah Palapanya yang sakral itu adalah Kerajaan Bali. Pertahanaan militer Kerajaan Bali sangatlah kuat dengan seorang patih nya yang tangguh, Kebo Iwa. Kepiawaiannya membuat Gajahmada berpikir seratus kali untuk melawannya secara militer.
Akhirnya dengan siasat politik yang cantik lah, ia harus mengalahkan Kebo Iwa. Maka dengan kepandaian komunikasi nya, ia merayu Kebo Iwa menikah dengan salah satu puteri Majapahit dengan syarat datang ke kerajaan tanpa bala tentara.
Sesampainya Kebo Iwa di tanah Jawa, Gajahmada meminta nya menggali lubang sumur sebagai mahar pernikahannya dengan puteri kerajaan tersebut. Setelah cukup dalam sumur tersebut digali, disitulah siasat dimulai. Kebo Iwa ditimbun hidup-hidup dalam sumur tersebut. Akhirnya dengan mudah ia dapat menaklukan Kerajaan Bali.
Hampir seluruh kerajaan di Nusantara ini dapat disatukan dibawah panji Majapahit. Sehingga sampai hari ini Majapahit dianggap sebagai simbol nasionalisme yang bahkan semboyan Pancasila pun diadopsi dari hasil gemilangnya kesusastraan Majapahit “Bhineka Tunggal Ika“.
Lunturnya pengaruh Kerajaan Majapahit pada negara taklukan adalah karena menurunnya wibawa Majapahit karena konflik internal dalam keluarga kerajaan yang memperebutkan kekuasaan, konflik ini tidak dapat diatasi bahkan menyebabkan pecah nya Kerajaan Majapahit dan terjadinya perang Paregreg dan Sadeng hingga runtuhnya Kerajaan Majapahit yang ditandai dengan candra sengkala “ilang kertaning bumi”.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Pada pokok intinya, suatu imperium akan mencapai puncak kejayaannya apabila terjalin kerjasama antara aparatur negara dengan pemimpinnya. Konflik-konflik internal juga harus segera diselesaikan tentunya dengan komunikasi yang baik karena inilah yang menjadi motif pemberontakan dalam kebanyakan sejarah.
*)Penulis: Diyaul Hakki, Ceo. Biro Pergerakan PMII Rayon Al Hikam Unisma.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : AJP-5 Editor Team |
Publisher | : Rochmat Shobirin |