Kopi TIMES

Omnibus Law dalam Sistem Hukum Indonesia

Selasa, 03 Maret 2020 - 17:20 | 392.33k
Dani Ramdani Mahasiswa Fakultas Hukum di Universitas Langlangbuana Bandung.
Dani Ramdani Mahasiswa Fakultas Hukum di Universitas Langlangbuana Bandung.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, BANDUNG – Akhir-akhir ini, beberapa media mainstream banyak yang mewartakan mengenai omnibus law. Bahkan proyek yang tengah digodok oleh DPR tersebut mendapatkan berbagai macam tanggapan dari berbagai kalangan, mulai dari akademisi hingga buruh yang disinyalir mengalami beberapa kerugian jika omnibus law ini disahkan nantinya.

Penulis tidak akan membahas mengenai substansi dari omnibus law itu sendiri karena itu membutuhkan suatu kajian yang mendalam. Namun penulis akan melihat dari sudut pandang sistem hukum Indonesia, yang merupakan hal paling mendaasar dan seringkali luput dari pemberitaan.

Advertisement

Seperti yang diketahui, Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini jelas tercantum dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Itu artinya hukum menjadi landasan utama dan panglima bagi penyelenggaraan kenegaraan, dengan kata lain, segala sesuatu harus berdasarkan hukum. Namun seperti yang diketahui, dalam ilmu ketatanegaraan Negara hukum itu terdiri dari beberapa macam, mulai dari Negara hukum nomokrasi, rechtsstaat, the rule of law dan masih banyak lagi.

Konsep Negara Hukum

Seperti yang diketahui, konsep Negara hukum sering berpatok pada dua aliran utama yaitu rechtsstaat dan  the rule of law. Konsep Negara hukum rechtsstaat mulai popular pada abad ke-19 di Eropa sebagai reaksi atas absolutisme kekuasaan raja yang bertumpu pada suatu sistem hukum civil law.  

Konsep Negara ini  menghendaki adanya pembatasan-pembatasan kekuasaan raja yang memerintah secara absolut tanpa ada kekuatan yang menjadi kontrol. Dalam menyelenggarakan pemerintahan haruslah berdasarkan dengan hukum, bukan berdasarkan dengan kekuasaan belaka. Artinya di sini hukum menjadi pembatas atau pencegah agar raja-raja tidak melakukan penyelewengan dalam menjalankan pemerintahannya.

Sedangkan menurut A.V. Diecy konsep Negara hukum the rule of law memiliki tiga ciri utama, yaitu adanya supremasi aturan-aturan hukum, kedudukan yang sama dihadapan hukum (equality before the law) dan terjaminnya hak-hak azasi manusia oleh undang-undang.

Pandangan Diecy tersebut sering juga dikatakan sebagai pandangan murni dan sempit, karena ketiga unsur tersebut intinya adalah common law sebagai dasar perlindungan kebebasan individu terhadap kewenangan-kewenangan penguasa. Oleh karena itu Negara dalam pengertian ini adalah pasif bukan proaktif.

Kemudian Indonesia menganut konsep Negara hukum yang mana? Sebelum amandemen Undang-Undang Dasar 1945 di dalam pasal yang menyebutkan “Indonesia adalah Negara hukum” di tambahkan dalam kurung (Rechtsstaat). Tetapi kemudian setelah amandemen tidak disebutkan lagi yang hanya berbunyi Indonesia adalah Negara hukum saja.

Tentunya akan menjadi pertanyaan Indonesia menganut Negara hukum dengan konsep yang mana. Jika dilihat dari ketatanegaraan, jelas adanya pembatasan antara pemerintah hal ini seiring dengan adanya sifat saling mengkontrol antara lembaga Negara. Degan begitu tidak akan terjadi penyelewengan kekuasaan, jadi menurut hemat penulis Indonesia menganut konsep Negara hukum Rechtsstaat.

Sistem Hukum

Sama halnya dengan konsep Negara hukum, sistem hukum pada umumnya berpatok pada dua sistem hukum yang cukup berpengaruh di dunia yaitu eropa continental (civil law) dan common law.

Civil law merupakan sistem hukum yang diturunkan dari hukum Romawi Kuno dan pertama kali diterapkan di Eropa berdasarkan jus civile romawi, yaitu hukum privat yang pada intinya mengatur hubungan antara warga Negara dengan warga Negara. Dalam sistem hukum ini terdapat perbedaan yang besar antara hukum public dan hukum priat, dimana hukum privat mengatur hubungan antara orang dengan orang atau badan hukum dan hukum publik mengatur hubungan antara orang dengan Negara.

Dalam sistem hukum civil law terdapat adanya kodifikasi hukum sehingga pengambilan keputusan hakim harus berdasarkan Undang-Undang bukan yurisprudensi. Sistem hukum ini juga sering disebut dengan sistem hukum tertulis. Beberapa Negara yang menerapkan sistem hukum ini adalah Indonesia, Jepang , Amerika Latin dll.

Sedangkan sistem hukum common law sistem hukum ini berasal dari Inggris dalam sistem hukum ini tidak ada sumber hukum tertulis, itu sebabnya Inggris merupakan Negara di dunia dengan konstitusi tidak tertulis, yang menjadi sumber hukum dalam sistem hukum ini adalah bukan Undang-Undang seperti civil law, melainkan kebiasaan dan juga keputusan pengadilan atau yurisprudensi

Omnibus Law dalam Sistem Hukum Indonesia

Kemudian yang menjadi pertanyaannya adalah apa hubungannya konsep Negara hukum, sistem hukum, dan omnibus law? Seperti yang diketahui, omnibus law merupakan salah satu produk hukum  sistem hukum common law dengan  konsep Negara hukum the rule of aw, sedangkan Indonesia sendiri menganut sistem hukum eropa continental atau civil law. Tentunya ini akan menjadi perdebatan apakah omnibus law ini bisa diterapkan di Indonesia atau tidak? Apalagi sistem hukum kita tidak mengenal apa itu omnibus law.

Hal itu bisa dilihat dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tidak diatur mengenai tata cara pembentukan omnibus law. Tentunya akan menjadi pertanyaan pula dalam hierarki perundang-undangan posisi omibus law ini akan terletak dimana? Apakah sejajar dengan undang-undang atau di atas Undang-Undang.

Kemudian, misalnya jika ada seseorang yang akan menguji materi pasal yang terdapat di dalam omnibus law ini lembaga peradilan mana yang paling berwenang? Apakah Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi. Mengingat kedudukan omnibus law ini belum jalas apakah sejajar atau dibawah undang-undang tentunya akan menjadi persoalan peradilan mana yang paling berwenang.

Tujuan dari adanya omnibus law ini tidak lain adalah untuk menciptakan terobosan di bidang hukum, dengan adanya ini diharapkan akan ada banyak investor yang masuk ke Indonesia. Namun perlu diingat lagi mengenai tujuan hukum, salah satu tujuan hukum sendiri adalah adanya kemanfaatan bagi masyarakat, apakah masyarakat akan mendapatkan manfaat dari omnibus law ini atau justru sebaliknya? Apakah omnibus law ini untuk kesejahteraan masyarakat atau bukan?

Omnibus law haruslah menjadi alat pembaharuan di dalam masyarkat sebagaimana pendapat Roscoe Pound, Law as a tool of social engineering. Memang dengan adanya omnibus law akan memberikan efisiensi waktu dalam mengamandemen undang-undang, tetapi harus diingat lagi apakah masyarakat saat ini benar-benar membutuhkan omnibus law atau tidak, bukan kah dalam menyususn RUU yang dikedepankan adalah asa prioritas? Selain itu apakah omnibus law ini akan membawa kesejahteraan dan kemanfaatan bagi masyrakat atau tidak. Sekiranya itu harus menjadi pertimbangan dalam perancangan omnibus law ini.(*)

*) Penulis Dani Ramdani Mahasiswa Fakultas Hukum di Universitas Langlangbuana Bandung

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES