Menolak Lupa: Kebijakan Ekonomi Pendudukan Jepang, Tombak Penderitaan Pribumi

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Indonesia memang tidak terlibat ataupun ikut dalam pertumpahan darah perang dunia II secara langsung. Namun penderitaan yang dirasakan akibat Perang Dunia II sangat amat menyesakan. Jepanglah yang menjadi perantara penderitaan yang dialami rakyat Indonesia pada masa itu. Pilu yang dirasakan akibat penjajahan Belanda selama 350 tahun belum juga menjadi akhir yang indah. Jepang berhasil merebut Indonesia dari tangan Belanda dan menjadi babak baru penjajahan Jepang atas Indonesia.
Propaganda Jepang dalam rangka menduduki Indonesia adalah untuk membebaskan rakyat pribumi dari belenggu kolonial Belanda. Awal kedatangannya Jepang memberlakukan ekonomi self help yaitu berusaha untuk memenuhi sendiri kebutuhan pemerintah Jepang di Indonesia.Jepang juga berusaha memperbaiki ekonomi indonesia yang hancur dengan memperbaiki sarana, fisilitas, bangunan public dan transportasi. Namun pada akhirnya Jepang justru melahirkan kebijakan-kebijan yang bertujuan untuk mengeksploitasi.
Advertisement
Dalam bidang ekonomi Jepang memanfaatkan Indonesia dengan mengeksploitasi baik Sumber Daya Alam maupun Sumber Daya Manusia yang dimiliki Indonesia guna untuk kepentingan perang melawan Sekutu.Kebijakan yang diberlakukan pada masa itu antara lain adalah ekonomi perang dan system autarki. Ekonomi perang sendiri adalah kebijakan untuk mengerahkan semua kekuatan ekonomi untuk menopang keperluan perang, sedangkan system autarki adalah memenuhi kebutuhan daerah sendiri dan menunjang kegiatan perang. Kegiatan ekonomi semata diarahkan untuk kepentingan perang.
Jepang juga mengeluarkan UU no 22 tahun 1942 yang menyatakan bahwa Gunseikan (pemerintah militer) langsung mengawasi perkebunan,sedangkan perkebunan-perkebunan yang tidak ada kaitannya dengan perang ditutup. Bagi Jepang hanya sedikit komoditas yang bisa berguna untuk menunjang perang. Teh,kopi dan tembakau dikategorikan sebagai komoditas yang tidak penting untuk perang sehingga diganti dengan tanaman karet, gula,beras, kina dan jarak.
Rakyat dibebankan menyerahkan hasil pertanian 40 persen menjadi hak milinya 30 persen untuk pemerintah dan 30 persen untuk lumbung desa. Jepang menerapkan kebijakan 'wajib serah padi'.Petani dipaksa untuk menyerahkan sejumlah besar padi yang mereka hasilkan. Kebutuhan akan beras semakin terus meningkat, setelah kebutuhan dari Tentara dan sipil Jepang sudah terpenuhi, Jepang juga harus menyediakan kebutuhan pangan bagi kelompok pendukung perangnya.
Ketentuan dari 'wajib serah padi' antara lain adalah 1) petani diharuskan menjual sejumlah kuota tertentu dari hasil produksi mereka kepada pemerintah dengan harga yang sudah ditetapkan 2) Padi yang di hasilkan harus diserahkan ke penggilingan beras yang telah ditunjuk melalui pemerintah desa 3) Jika petani masih memiliki sisa padi, mereka hanya diperbolehkan menjualnya di penggilingan yang sudah terdaftar, mereka tidak diizinkan menjual padinya di pasar. Mereka juga dilarang untuk menumbuk padi tanpa ijin dari pemerintah.
Rakyat juga mengalami sistem ekonomi dan pertanian terkontrol di mana petani sering pergin keluar desa untuk mengikuti latihan organisasi dan juga menghadiri pertemuan kerja paksa. Hal ini membawa dampak yaitu membawa rangsangan pada kehidupan petani yang monoton, akan tetapi dalam perkembangannya dikarenakan kegiatan petani yang cukup banyak telah menyita waktu petani sehingga produksi normal hasil pertaniannya tidak tercapai. Disini petani juga mengalami kelelahan fisik akibat banyaknya pekerjaan dan mengakibatkan rawan pangan.
Sulitnya akan kebutuhan pangan semakin terasa bertambah berat pada saat rakyat juga harus merasakan penggunaan sandang yang amat memprihatinkan. Pakaian yang dikenakan rakyat sangat compang-camping, bahan terbuat dari kain goni dan juga lembaran karet yang berdampak menimbulkan penyakit gatal akibat kutu dari goni.
***
*) Penulis adalah Wanda Hamidah, Mahasiswa FKIP Pendidikan Sejarah, Universitas Jember.
*)Tulisan opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Sholihin Nur |